Advertorial
Intisari-online.com -Tahun 2020 ini terjadi hal yang di luar dugaan banyak orang: Korea Selatan mengejar senjata nuklir.
Sebenarnya, faktor yang mendukung hal ini cukup jelas.
Pertama, kesangaran Pyongyang terhadap Seoul.
Sedangkan yang kedua, kepercayaan Seoul terhadap komitmen keamanan AS telah menurun.
Ini bagaikan mengulang sejarah, kala Richard Nixon menjabat.
Saat itu, partner keamanan Amerika diperingatkan dengan Doktrin Nixon, yang meyakinkan sekutunya bahwa mereka perlu siapkan keamanan mereka sendiri.
Banyak tentara AS yang ditarik dari berbagai daerah, dan Washington berambisi untuk memperbaiki hubungan dengan China.
Lingkungan inilah yang telah mendorong Korea Selatan dan Taiwan untuk mulai menganggarkan senjata nuklir mereka.
Kini, kondisi ini kian diperburuk dengan upaya diplomasi Trump dan pendekatannya yang brutal.
Ia mendekat dengan kasar kepada "yang namanya sekutu" dan "memeluk" diktator Kim Jong-Un, membuat para sekutu dan mitra AS di seluruh dunia bertanya-tanya apakah Washington tidak lagi dapat diandalkan.
Seperti di masa lalu, ancaman regional mulai berkembang.
Amerika Serikat kini sekali lagi berencana menarik pasukan dari wilayah sekutu.
Tidak mengejutkan jika sekutu atau mitra AS menentukan bahwa mereka perlu meluncurkan nuklir mereka sendiri dengan cepat.
Sejak tahun 1990-an, AS telah sering mendoktrin jika nuklir adalah sebuah masalah yang biang keroknya "negara-negara nakal" seperti Irak, Libya, Korea Utara, Iran dan Suriah.
Namun, sebenarnya di sebagian besar era nuklir, sekutu dan mitra AS serta negara-negara non-blok menjadi pusat perkembangan nuklir terbesar.
Jerman, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Australia, Swedia, Mesir, Brasil dan lainnya mengembangkan nuklir mereka dan India, Pakistan serta Israel juga berhasil memperolehnya.
Ada alasan mengapa Washington membuat komitmen keamanan yang luas di seluruh dunia, termasuk tawarkan perlindungan payung nuklirnya.
Tujuan tersebut adalah agar negara-negara itu tidak merasa terdorong untuk mengembangkan senjata nuklirnya sendiri.
Hal itu membuat negara-negara itu percaya jika AS akan membela mereka jika diserang.
Namun, sampai saat ini, kepercayaan terhadap Washington kian merosot.
Tiga setengah tahun terakhir, tindakan Trump telah membahayakan aliansi tersebut dalam risiko yang besar.
Banyak yang mulai ragu dan merasa tidak aman bekerja sama dengan AS, timbulkan pertimbangan senjata nuklir.
Trump telah berulang kali ciptakan keraguan apakah AS akan menghormati komitmen keamanan tersbeut.
Ia telah mengimplikasikan jika Washington akan membela negara-negara tersebut jika mereka sudah "membayar" kewajiban mereka di dalam persekutuan tersebut.
Hal itu tentunya tidak membuat persekutuan itu semakin kuat, dan banyak yang mulai malas dengan cara Trump mempertahankan sekutu-sekutu AS.
Trump bahkan menyebutkan ia akan lakukan langkah sebaliknya dalam menempatkan pasukan AS di Korea Selatan dan Jepang.
Padahal, komitmen AS jelas-jelas membuat kedua negara itu tidak kembangkan senjata nuklir mereka.
Lebih memperkeruh suasana, Trump berulang kali mengejek aksen Presiden Korea Selatan Moon Jae-In dan mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe kepada kelompok pendonor.
Ia kemudian membanggakan jika Presiden Moon telah bernegosiasi mengenai "pembagian urusan biaya".
Inilah beberapa hal yang sebabkan kedua negara tersebut tidak bisa percaya dengan AS lagi.
Trump juga justru mendorong Rusia kembali ke G7, menolak keberatan dari angggota lainnya.
Juga, meskipun ia mengambil langkah barbar terhadap China, Trump menuliskan dalam cuitannya di tengah protes Hong Kong Agustus 2019 lalu jika Presiden Xi adalah "pemimpin hebat yang dihormati oleh rakyatnya". dan ia sedang "dalam urusan yang sulit".
Tidak bisa dilupakan, Trump juga menyanjung-nyanjung Kim Jong-Un, membuat sekutunya ragu jika Trump akan memihak mereka, dan ada ketakutan mereka justru akan diabaikan begitu saja oleh Trump.
Hal ini pasalnya pernah terjadi, saat AS mengabaikan Jerman Barat, yang kemudian memulai program nuklirnya pada 1950 dan 1960.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini