Advertorial

Jumlah Kasus di Negaranya Bertambah Satu Setiap Menit, Presiden Berjuluk 'Trump Tropis' Ini Dihujat Para Dokter

Khaerunisa

Editor

Intisari-Online.com - Brazil termasuk negara yang berada di posisi teratas dalam keparahan kasus Covid-19 di seluruh dunia.

Setidaknya sampai 18 Juni lalu, negara tersebut berada di posisi kedua dengan kasus Covid-19 terbanyak setelah Amerika Serikat.

Lebih dari 900 ribu kasus positif tercatat, sementara orang meninggal dunia karena pandemi ini mencapai lebih dari 40 ribu.

Disebut-sebut kasus di Brazil bertambah satu setiap menitnya, namun penanganannya begitu buruk menimbulkan kemarahan warga.

Baca Juga: Krisis Corona di Brazil: Ketika Sang Pemimpin Tak Serius Tangani Pandemi yang Hilangkan Banyak Nyawa, Ditinggal Menteri Kesehatan, hingga Nasib Rumah Sakitnya di Ujung Tanduk

Melansir Marketwatch.com (20/6/2020), penanganan buruk itu mendapatkan kecaman dari para dokter.

Bahkan, mereka terang-terangan menghujat dan menyalahkan sang presiden, Jair Bolsonaro.

Sikap presiden berjuluk 'Trump Tropis' itu dianggap telah mengakibatkan krisis yang lebih buruk daripada Amerika Serikat.

Bahkan, saking marahnya para dokter, Sang Presiden pun disebut bodoh.

Baca Juga: Berang Dengan Cara Inggris Melawan Undang-undang di Hong Kong, China Ancam Perusahaan Inggris untuk 'Menurut' Jika Tidak, Bayarannya Mahal

Salah satu dokter yang menyuarakan kemarahannya atas sikap Bolsonaro adalah Thais Cauto, seorang ahli bedah paru-paru berusia 32 tahun di Sao Paulo.

Sao Paulo merupakan salah satu kota di Brazil yang sistem kesehatannya berada di ambang 'kehancuran' karena kewalahan menangani pasien virus corona.

Para tenaga medis kelelahan dan kewalahan ketika terjadi sekitar 1.200 kematian per hari atau satu menit di negara tersebut.

"Ya itu kesalahan Bolsonaro," kata Couto.

Baca Juga: Picu Ketegangan Terus Menerus, Kim Jong-un Menantang Perang Korea Selatan untuk menarik Perhatian Donald Trump?

"Sejak awal, dia tidak menganggap ini serius, menertawakan penyakit itu dan mengatakan itu hanya flu dan bukan masalah besar," ungkapnya.

Couto mengatakan kepercayaan di antara rekan-rekannya adalah bahwa Bolsonaro telah menjadikan krisis lebih buruk daripada AS yang telah mengelola pandemi.

Itu diperburuk karena Brasil, dengan tingkat kemiskinan yang jauh lebih tinggi, tidak memiliki sumber daya yang sama untuk melawan penyakit seperti negara terkaya di dunia.

"Jika Anda berpikir Trump bodoh, Anda tidak tahu Bolsonaro," kata Couto.

Baca Juga: Pasca Bentrokan yang Tewaskan 20 Tentara India, China Malah Tuduh Indialah yang Sengaja Memprovokasi Mereka, 'Kami Berniat Negosiasi'

Awal bulan ini, seorang hakim pengadilan tertinggi Brasil memerintahkan pemerintahan Bolsonaro untuk melanjutkan penerbitan statistik Covid-19 yang lengkap setelah kepemimpinan membersihkan situs web data kesehatan kementerian terkait dengan pandemi dan mengumumkan akan berhenti menerbitkan angka kematian kumulatif atau sejumlah infeksi.

Dengan 1.206 lebih banyak kematian terkait virus yang dilaporkan pada hari Jumat, jumlah kematian di ekonomi terbesar Amerika Latin naik menjadi hampir 50.000.

Mengindikasikan bahwa Brasil berada di jalur yang 'tepat' untuk melampaui AS sebagai negara dengan wabah paling mematikan di dunia, menurut Lembaga Metrik dan Evaluasi Kesehatan Universitas Washington.

Sebagai perbandingan, AS telah melaporkan 117.000 kematian dan 2,2 juta infeksi.

Baca Juga: Jadi Korban Pertama yang Meninggal Karena Kondisi Covid-19 Langka, Kisah Bayi Usia 8 Bulan IniBerhasilSelamatkan Puluhan Anak Lainnya

Jumlah kasus baru di AS naik di atas 30.000 pada hari Jumat untuk pertama kalinya sejak 1 Mei.

Secara global, pandemi ini telah menewaskan 461.000 dan membuat sakit 8,7 juta, menurut dashboard Johns Hopkins University & Medicine .

Couto percaya sikap Bolsonaro telah memecah warga Brazil menjadi dua kubu, yaitu mereka yang mendukung pandangannya dan menghargai bisnis dibuka kembali untuk pertumbuhan ekonomi dan mereka yang terkejut dengan sikap angkuhnya.

Dalam sebuah video baru-baru ini, menunjukkan Sang Presiden tengah makan hot dog di depan umum di Brasilia, bahkan meski pengunjuk rasa telah menunjukkan rasa marahnya hingga menyebutnya seorang pembunuh dan 'gelandangan'.

Baca Juga: Berjam-jam Baku Tembak hingga Tewaskan 14 Orang untuk Jebloskan Anak Gembong Narkoba El Chapo ke Penjara, Presiden Meksiko Justru Melepaskannya Begitu Saja, Klaim untuk Selamatkan Ratusan Nyawa!

Kubu kedua tersebut juga khawatir bahwa aktivitas yang kembali normal berpotensi memicu gelombang kedua virus corona.

Meski banyak warga hingga dokter yang menghujat Bolsonaro, namun 'Trump Tropis' masih menikmati dukungan sepertiga warga Brazil.

Selain itu, menurut Adele Benzaken, seorang dokter dan pakar kesehatan masyarakat di Manaus, masih banyak pula yang tidak memedulikan perlindungan diri dari virus corona, dengan tidak menggunakan masker.

Pesan kontradiktif dari pemerintah federal, presiden, serta menteri dan kotamadya juga memperparah keadaan.

Baca Juga: Hadapi Corona; Seberapa Lama Hand Sanitizer Bisa Membersihkan Kuman?

"Jadi orang bertanya, siapa yang harus saya ikuti, pemerintah atau presiden atau walikota?," kata Benzaken.

Pesan-pesan yang berbeda itu menurutnya juga menjadi semakin sulit di kota Amazon Manaus, di mana kasus-kasus melibatkan masyarakat adat.

“Di Amazon dan di Manaus kami memiliki hambatan budaya karena budaya asli kami memiliki banyak kesulitan untuk memahami penyakit baru dan pencegahannya,” katanya.

"Kami tidak memiliki kuncian dan populasi menderita karena itu, karena seorang presiden yang tidak percaya penyakit ini serius dan selalu menentang kuncian," sambungnya.

Baca Juga: Minum Rendaman Air dan Biji Ketumbar, Rasakan 6 Manfaat Kesehatan Tak Terduga Ini, Termasuk Mengobati Diabetes

Ia pun menyinggung terkait Bolsonaro yang setiap akhir pekan melakukan aksi yang mendukung orang-orang untuk pergi keluar rumah.

"Setiap akhir pekan, dia pergi keluar dan makan hot dog di jalan dan memimpin demonstrasi untuk memberi tahu orang-orang bahwa mereka tidak harus tinggal di rumah."

Pekan lalu, Sao Paulo dan Rio mulai dibuka kembali, dengan toko-toko dan mal-mal berharap untuk pulih dari kerugian tiga bulan, sama seperti Brasil merayakan Hari Valentine atau Dia dos Namorados pada 12 Juni.

Couto mengatakan langkah itu adalah ide yang buruk dan dapat meningkatkan infeksi di tengah rumah sakit Sao Paulo yang kewalahan.

Baca Juga: 'Menangis Seperti Anjing' Setiap Kali Nyawa Tak Melayang oleh Makanan yang Mereka Cicip, Beginilah Kisah para Pencicip Makanan Hitler

Di sisi lain, suara berbeda diungkapkan pihak pebisnis di sao Paulo.

Mariana Gimaraes, yang bekerja sebagai eksekutif PR mode di Sao Paulo, mengatakan pembukaan kembali diperlukan untuk mencegah krisis ekonomi setelah pengecer dan restoran tutup selama hampir tiga bulan.

"Orang-orang perlu menghasilkan uang sehingga mereka harus membuka kembali bisnis," katanya.

"Juga, di kota Sao Paulo, kasus-kasus lebih stabil, tidak seperti Rio di mana Walikota Marcelo Crivella mengatakan toko akan tetap ditutup sampai kasus turun," sambungnya.

Baca Juga: 50 Tahun Meninggalnya Bung Karno: Sepenggal Kisah Pahit di Akhir Kekuasaan Sang Proklamator, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak

Gimaraes tidak berpikir pandemi Brasil akan menjadi separah Amerika.

"Saya tidak berpikir itu akan menjadi seperti AS. Di negara bagian Sao Paulo, negara ini mengejar kebijakan yang sangat kuat untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik," katanya,

Suara lainnya datang dari kelompok advokasi adat di Hutan Amazon, di mana kasus-kasus melonjak sepanjang Sungai Amazon.

Kelompok advokasi adat memohon pemerintah untuk mengirim lebih banyak alat pelindung diri bagi dokter untuk merawat pasien.

Baca Juga: Apa Istimewanya Terowongan Ini Sehingga Konon Jadi Rebutan Geng-geng Terkenal di Meksiko?

Artikel Terkait