Find Us On Social Media :

Gayanya Selangit Saat Tantang Amerika dan Australia Lewat Perang Dagang, China Ternyata Diam-diam Masih Butuh Sumber Energi Sejuta Umat Ini dari Keduanya, Pantas Sampai Mengemis ke Rusia

By May N, Sabtu, 8 Januari 2022 | 14:32 WIB

intisari - Online.com - China kini mencari cara pemasangan saluran kedua untuk meningkatkan pasokan gas alam dari "mitra strategis komprehensif" Rusia.

Hal ini sebagai langkah China bisa lepas dari mencari kebutuhan energi mereka dari Australia, seperti dijelaskan oleh para pakar.

Melansir SCMP, China semakin bergantung pada gas alam cair (LNG) dan impor mereka sebagian besar datang dari Australia dan Amerika Serikat.

Padahal perang dagang China dengan kedua negara tersebut berlangsung ketat dan AS bisa memberikan saksi ekonomi kapan saja.

Itulah sebabnya mengapa China meminta bantuan kepada Rusia untuk membangun jalur pipa Power of Siberia 2 yang bisa membawa miliaran meter kubik gas ke China utara.

Namun tentu saja, proses ini tidak bisa instan.

Power of Siberia 2 yang akan dibangun oleh Gazprom dapat mengirim 50 miliar meter kubik gas tiap tahunnya ke China utara, dan Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bulan lalu jika studi feasibilitas pipa ini akan selesai dalam waktu yang cepat.

"Seperti masuk akal bagi Uni Eropa (UE) menggunakan gas alam cair (LNG) sebagai pagar politik… masuk akal bagi China menggunakan saluran pipa Rusia sebagai pagar politiknya atau cadangan bagi ketergantungan tinggi mereka kepada LNG.

Baca Juga: Bagaikan Bom Waktu, Diincar China untuk Dijadikan Ladang Gas Pribadinya, Ladang Gas Raksasa di Natuna Ini Ternyata Jika Dibuka Sembarangan Bisa Langsung Hancurkan Seluruh Dunia!

Baca Juga: Bak Tak Punya Malu, China Blingsatan dan Mengamuk Ketahui Indonesia Mengebor Mencari Sumber Gas di Perairan Teritori Indonesia Sendiri Sampai Kirimkan Pasukan Militer Siap Serang Indonesia!

"Selama ini sejumlah besar LNG di China datang dari Australia dan AS, yang mana hubungan dengan China telah dirusak China selama beberapa tahun belakangan." ujar Henning Gloystein, direktur energi, iklim dan sumber daya alam di Eurasia Group.

China mengimpor 43% dari kebutuhan gas mereka di tahun 2020 lalu, termasuk 89 miliar kubik meter LNG dan 46 miliar meter kubik pipa gas, menurut Administrasi Bea Cukai Umum.

Sekitar 43% dari impor LNG mereka dari Australia.

Hubungan China-Australia telah memburuk dalam 2 tahun belakangan ini.

Beijing memberikan tarif mahal untuk anggur Australia, dan pembelian China untuk batubara Australia turun 89,7% dari Januari-November tahun lalu.

Canberra membalas dengan membatalkan dua kesepakatan antara negara bagian Victoria dan China pada April 2021 lalu.

Ketegangan memburuk pada September ketika Australia bergabung dalam kesepakatan Aukus dengan AS dan Inggris.

Tian Miao, analis senior di Everbright Sun Hung Kai, mengatakan pipa pasokan kedua dengan Rusia "akan memenuhi kebutuhan China yang meningkat dan membantu keragaman impor mereka".

Baca Juga: Musuh-musuh China Makin Bersatu, Australia dan Jepang Tandatangani Perjanjian Pertahanan Baru, Gabungkan Kekuatan untuk Lindungi Kawasan Indo-Pasifik dari Pengaruh China

Baca Juga: Kompak Bersekutu Lawan Amerika Serikat, Persahabatan Rusia-China Terancam Bubar Karena Rusia Tergiur Penjualan Senjata Ke Musuh Utama China di Asia Ini

Pipa gas pertama China-Rusia, dipasang pada Desember 2019, berhasil memindahkan sebanyak 13 miliar meter kubik gas pada 2 tahun pertama, dengan rata-rata volume harian mencapai 17,8 juta meter kubik, kurang dari kapasitas tahunan 38 miliar meter kubik.

Tian memperingatkan jika pipa gas baru tidak akan mengganti suplai dari Australia, dan ia menekankan pada mekanisme harga yang dibangun lama dan serba tidak transparan.

"Itu tidak akan mengubah ketergantungan mereka pada impor dan konsumsi batubara sebelum 2030," ujarnya.

"Sementara itu, harga pasokan Australia secara relatif stabil, dan tampaknya menjadi pilihan bagus untuk pembangkit listrik di wilayah selatan."

Ketegangan geopolitik antara Canberra dan Beijing belum memperluas ke LNG atau bijih besi.

China mengimpor 29 juta ton LNG pada 2020 lalu, meningkat 4,2% dari tahun sebelumnya.

Terjadi peningkatan pada Januari-November mencapai 7,4% ke angka 28,5 juta ton, seperti data dari bea cukai.

Namun, penyedia intelijen pasar OilChem.net menemukan jika Australia tidak menerima kontrak pasokan jangka panjang baru dari China tahun lalu di tengah ketegangan bilateral mereka, dan beberapa saham pasar telah digerus oleh Qatar, Rusia dan AS.

Baca Juga: Indonesia Lagi yang Pusing Setelah ASEAN Dipegang Pemimpin Negara Sekutu Setia China Ini, Lihat Langkah Indonesia Cegah ASEAN Jadi Boneka Tiongkok Selamanya

Baca Juga: Blingsatan Tak Bisa Impor Batubara dari Indonesia, China Bak Jilat Ludah Sendiri Jika Benar-benar Meminta Bantuan Negara Tetangga yang Sudah Mereka Hancurkan Perdagangannya

Dalam sebuah catatan bulan lalu, situs mengatakan saham pasar Australia telah jauh 40%, turun dari 43% tahun 2020 dan dari 46% pada 2019, sementara proporsi AS melonjak dari 4% ke 11% tahun lalu.

China menyepakati enam kesepakatan LNG jangka panjang dengan pemasok AS tahun lalu untuk menghormati komitmen pembelian yang dibuat Beijing di bawah kesepakatan perdagangan fase pertama.

AS telah menjadi pemasok terbesar kedua untuk LNG ke China, dengan volume perdagangan Januari-November sebesar 8.26 juta ton.

Richard McGregor, peneliti di lembaga penelitian Australia Lowy Institute, mengatakan kontrak pasokan jangka panjang akan membantu mitigasi kerusakan potensial dari berhentinya pasokan LNG Australia.

Rencana pembuat kebijakan Beijing adalah meningkatkan proporsi gas alam ke campuran energi negara ke 12% pada 2025, naik dari yang sekarang 10%, dan pada 2030 target meningkat menjadi 15%.

Namun produksi lokal masih jatuh jauh untuk memenuhi kebutuhan.

Hasil gas alam China sendiri meningkat 9,1% tahun lalu mencapai 206 miliar meter kubik, sementara gas serpih tumbuh sekitar 15% ke 23 miliar meter kubik.

"Dalam jangka panjang, tentu saja, mereka akan membeli kurang dari yang dipakai Australia sebagai bidak politiknya, tapi mereka tidak bisa melakukannya dalam satu malam," tambah McGregor.

Baca Juga: Investasi Migas Indonesia Lesu Setelah Raksasa Migas Dunia Ini Tinggalkan Ladang Gas Besar di Indonesia, Pakar Menyebut Kondisi Ini Sebagai Langkah Positif Bagi Industri Migas, Begini Analisisnya

Baca Juga: Mantap Tinggalkan Blok Migas Terbesar Kedua di Indonesia Setelah Blok Papua, Rupanya Gurita Migas Amerika Serikat Ini Tergiur Pendapatan Fantastis dari Bisnis Migas Negara Tetangga Ini