Intisari-Online.com -AS memberlakukan sanksi terkait hak asasi manusia (HAM) pada Jumat (10/12/2021) terhadap individu dan entitas China, menambahkan individu dan entitas yang terkait dengan Myanmar, Korea Utara, dan Bangladesh.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengecam sanksi tersebut sebagai "tindakan sesat".
China memperingatkan Amerika Serikat (AS) bahwa mereka akan "menyerang balik" sebagai tanggapan atas tindakan "sembrono."
China juga mendesak Washington agar menarik pengesahan sanksi ke Beijing ini.
“Kami mendesak AS untuk segera menarik keputusan salah yang terkait dan berhenti mencampuri urusan dalam negeri China dan merugikan kepentingan China,” kata Wang dalam konferensi pers di Beijing, Senin (13/12/2021) melansir Al Jazeera.
"Jika AS bertindak sembrono, China akan mengambil langkah-langkah efektif untuk menyerang balik dengan tegas," tambahnya.
Tanggapan tersebut terkait dengan serangkaian sanksi AS terbaru, yang bertepatan dengan KTT virtual dua hari Biden untuk Demokrasi.
Dalam pertemuan itu, Presiden ke-46 AS juga mengumumkan inisiatif untuk meningkatkan demokrasi di seluruh dunia, dan mendukung undang-undang pro-demokrasi di AS.
Melansir Kompas.com, pada Senin (13/12/2021), Wang bersumpah bahwa Beijing “tidak tergoyahkan dalam tekadnya untuk membela kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan nasional”.
Dia juga membela kebijakan China dalam menangani komunitas Muslim Uighur di wilayah otonomi Xinjiang, dengan mengatakan pihaknya bertekad “untuk memerangi kekerasan, terorisme, separatisme, dan kekuatan ekstremis agama”.
“Tindakan sesat Amerika Serikat tidak dapat menghancurkan keseluruhan bentuk pembangunan Xinjiang, menghentikan kemajuan China, atau membalikkan tren perkembangan sejarah.”
Sementara itu, China dan AS nampaknya akan masih terus mendominasi dunia.
Menurut'Asia Power Index' atau Indeks Kekuatan Asia, di tahun 2021, Amerika Serikat masih menjadi negara yang paling berpengaruh di wilayah Asia Pasifik.
Kemudiandisusul China di posisi kedua, yang kedudukannya terus menguat dalam catatan Indeks beberapa tahun terakhir.
"Pandemi benar-benar telah mempengaruhi banyak negara dan kemampuannya untuk menanggapi kejadian di luar, namun Amerika Serikat telah memperoleh kekuatan menyeluruh untuk pertama kalinya sejak tahun 2018," ujar direktur peneliti Lowy Institute, Herve Lemahieu.
Alyssa Leng, ekonom dan peneliti yang berpartisipasi dalam penelitian Indeks mengatakan "semakin menguatnya Amerika sebagian besar disebabkan oleh pemerintahan Biden".
"Sejak posisi AS rendah di masa pemerintahan Trump, pengaruh diplomatik Amerika telah kembali menguat di wilayah Asia Pasifik," ujarnya, yang juga menambahkan Amerika Serikat sudah menyumbang 90 juta dosis vaksin ke Asia, dua kali jumlah yang disumbangkan Beijing.
Pengaruh China melemah untuk pertama kalinya sejak Indeks dicatat di tahun 2018.
"Beberapa tantangan ekonomi ditambah populasi yang kian menua telah memperlambat bertambahnya kemampuan negara tersebut untuk mengerahkan kekuatannya di Asia," ujar Hervé.
Bagaimanapun juga, laporan ini menemukan jika China kini mengeluarkan biaya militer 50 persen lebih banyak dari India, Jepang, Taiwan dan kesepuluh anggota ASEAN bila digabung.
China "tetap menjadi yang terdepan dari semua negara di wilayah Asia Pasifik" dalam hal kekuatan secara keseluruhan, ujar Alyssa.
(*)