Find Us On Social Media :

ASEAN dalam Posisi Sulit, Tak Bisa Biarkan Rakyat Myanmar Menderita, Tapi Jika Bertindak Terlalu Jauh Ancaman Horor Ini Bisa Hancurkan Persekutuan yang Mati-matian Dibangun Adam Malik Ini

By May N, Jumat, 22 Oktober 2021 | 15:02 WIB

Jenderal Min Aung Hlaing, menjadi pemimpin tertinggi yang melakukan kudeta di Myanmar.

Intisari - Online.com - Dibentuk sejak 8 Agustus 1967, ASEAN, persekutuan negara-negara Asia Tenggara, tidak pernah ditinggalkan 10 negara Asia Tenggara.

10 negara anggota tersebut antara lain Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja, Brunei Darussalam serta Vietnam.

Bagaimanapun kondisi masing-masing negara anggota ASEAN, tidak ada ancaman salah satu negara akan meninggalkan persekutuan erat ini.

Namun, agaknya kondisi ini berubah di tengah kegentingan yang terjadi di Myanmar.

Baca Juga: Genderang Perang Sudah Ditabuh, Kepala Negaranya Ditahan, Negara Tetangga Indonesia Ini Bikin Panik Satu Dunia Ketika dalam Negeri Terjadi Perang Sipil Mengerikan

Banyak pakar mengkhawatirkan Myanmar bisa meninggalkan ASEAN sewaktu-waktu.

Melansir The Interpreter, keputusan ASEAN tidak mengundang junta militer Myanmar pada dua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang saling berkaitan di Brunei 26-28 Oktober lalu menimbulkan pertanyaan.

Jika didorong terlalu jauh, apakah junta di Naypydaw akan membawa Myanmar keluar dari ASEAN?

Pemimpin militer Myanmar berpikir lama dan berat sebelum bergabung ke dalam ASEAN, negara yang sudah lama penuh masalah itu akhirnya bergabung dengan ASEAN pada 1997.

Baca Juga: Seantero Dunia Taunya China Cuma Konflik dengan Taiwan, Nyatanya Negeri Panda Punya Sengketa dengan Negara-Negara Ini, Ada 14 Negara Mepet China Mana yang Paling Bikin Sakit Kepala?

Dalam melakukannya dilihat sebagai istirahat dari ketergantungan mendalam dan lama Myanmar atas kemerdekaan dan netralitas ketat atas hubungan luar negeri.

ASEAN saat itu tidak bersekutu dengan blok kekuatan besar manapun, dan tidak terlibat dalam hubungan dalam negeri negara-negara anggotanya.

Meski begitu, keanggotaan tetap membuat Myanmar berkompromi.

Saat itu, pihak konservatif dari dewan militer yang berkuasa mengklaim keanggotaan ASEAN tidak menawarkan apapun, dan malah hanya akan membuka Myanmar terhadap tekanan asing.

Baca Juga: Pantas Saja Nasibnya Terombang-ambing, PBB Saja Kebingungan Menentukan Siapa yang Berhak Jadi Pemimpin Myanmar, Ternyata Menurut PBB Tidak Ada yang Cakap Memimpin Myanmar

Namun, pihak yang lebih progresif secara sukses berargumen jika ASEAN dapat menyediakan penyeimbang antara rezim dan kritik dari luar negeri.

Itu juga akan membantu Myanmar menyeimbangkan hubungan penuh masalah mereka dengan China.

Atas bagian itu, ASEAN mendapat tekanan dari mitra dialog AS dan Eropa agar tidak melanjutkan keanggotaan Myanmar.

Namun ASEAN merasa keanggotan Myanmar akan memperkuat pengaruh kelompok tersebut.

Baca Juga: Kelompok Anti-Kudeta Deklarasikan Perang, Warga Myanmar Ramai-ramai Borong Beras hingga Obat, Bayang-bayang Kekerasaan Diduga Akan Lebih Besar

ASEAN juga sedikit berambisi untuk membebaskan Myanmar dari pengaruh China, yang diperkuat oleh sanksi Barat.

Lagipula, Myanmar juga relatif belum berkembang dan kaya akan sumber daya alam dan menawarkan potensi pasar untuk barang dan teknologi.

Sampai baru-baru ini, keputusan bergabung dengan ASEAN tampaknya terbayarkan.

Keanggotaan telah membantu pemerintahan penerus di Myanmar melawan pengaruh China dan menahan tekanan dari luar negeri.

Baca Juga: Sesumbar Namanya Sangat Sohor Seantero Bumi Lorosae, Negara yang Perlahan Hilang karena Gelombang Pasang Ini akan Seret Timor Leste Jadi Sorotan Negara Muslim karena Masalah Ini

Hal itu juga membantu investasi asing masuk ke Myanmar dan kemungkinan menjadi satu hal yang mendorong Barack Obama membuat kebijakan "hubungan pragmatis".

Kritik ASEAN terhadap pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan Myanmar, contohnya terhadap umat Muslim Rohingya, telah diabaikan.

Itulah sebabnya, kudeta 1 Februari telah mengejutkan ASEAN, yang dengan cepat bertemu untuk merumuskan sebuah respon.

Pemimpin junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, diundang untuk menghadiri acara tersebut.

Baca Juga: Negara yang Terletak Paling Utara di ASEAN Ini Dahulu Pernah Menarik Perhatian Penjelajah Italia, Disebut Punya Pemandangan Terbaik di Dunia

Namun hasil "Konsensus Lima Poin" berasa tak punya aji, dan sejak saat itu junta telah menolak izin bagi perwakilan ASEAN untuk bertemu dengan pemimpin yang diasingkan, Aung San Suu Kyi.

Hal inilah yang kemungkinan mendorong ASEAN tidak mengundang Min Aung Hlaing ke pertemuan ASEAN bulan ini.

Menurut sebuah pernyataan yang disampaikan pemimpin ASEAN, "situasi di Myanmar berdampak pada keamanan regional seperti halnya perdamaian, kredibilitas, dan sentralitas ASEAN sebagai organisasi berdasarkan aturan."

Seorang perwakilan "non-politik" dari Myanmar akan diperbolehkan menghadiri pertemuan yang akan datang, tapi hal ini secara efektif mengesampingkan siapa pun yang penting dari junta atau Pemerintah Persatuan Nasional bayangan.

Baca Juga: Tak Hanya Gulingkan Pemerintahan Resmi, Junta Militer Myanmar Juga Terbukti Lakukan Pembantaian Puluhan Manusia, Bukti-bukti Baru Terkuak Setelah Tujuh Bulan Berselang

Mengingat keanggotan ASEAN yang melibatkan beberapa bentuk demokrasi yang murni, dan kegagalan berulang ASEAN untuk berbicara kepada populasi Myanmar yang tertekan, pernyataan ketua ASEAN layaknya standar ganda.

Seperti ditulis komentator Bertil Linter, kemungkinan pernyataan hadir karena pengaruh ASEAN yang turun dan ketakutan atas opini populer jika ASEAN tidak memiliki dampak pada perkembangan di Myanmar.

Junta telah menuduh ASEAN mengabaikan prinsip yang dipegang ketika ASEAN didirikan dan mengganggu hubungan dalam negeri Myanmar.

Memang, beberapa jenderal yakin jika ASEAN telah mengambil pihak dengan musuh-musuh junta, baik di luar negeri maupun di dalam negeri.

Baca Juga: 11 Tahun Mengemis Tanpa Pasti, Timor Leste Kini Malah Harus Rela Jadi Musuh Dunia Jika Ingin Tetap Jadi Anggota ASEAN, Negaranya Bermasalah Ini Biang Keroknya

Atas hal ini, tidak mengejutkan jika mereka mempertimbangkan membuat Myanmar keluar dari ASEAN.

Myanmar memiliki catatan panjang melakukan semuanya sendiri.

Contohnya, mereka merupakan anggota pendiri dari Gerakan Non-Blok pada 1961, tapi meninggalkan GNB pada 1979 ketika mereka mulai berpihak pada Blok Kiri.

Semangat itu sendiri tetap tumbuh, dengan konstitusi 2008 yang disusun oleh rezim militer sebelumnya, menyatakan jika Myanmar seharusnya mengejar "kebijakan luar negeri non-blok, independen dan aktif."

Baca Juga: Entah Ada di Mana Nalar dan Nuraninya, Penguasa Negara Ini Bantai Petugas Kesehatannya Sendiri, Setengah Penduduknya pun Terancam Terinfeksi Covid-19 dalam 2 Minggu

Visi itulah yang diusahakan baik oleh pemerintahan militer dan pemerintahan sipil.

Pemikiran militer Myanmar selalu sulit dipahami, tapi jenderal telah selalu memegang prinsip jika Myanmar harus mandiri.

Mereka juga yakin jika hanya mereka yang tahu apa yang terbaik untuk keberhasilan mereka selamat sebagai negara bersatu dan berdaulat.

Dengan pemikiran ini, rezim militer penerus telah dengan kuat menolak tekanan eksternal, dan telah berniat untuk melakukan sesuai cara mereka sendiri, tidak peduli dengan biayanya, bagaimana tanggapan manusia dan lainnya.

Baca Juga: Myanmar Negara yang Terletak Paling Utara di ASEAN, Punya Iklim Paling Unik

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini