Find Us On Social Media :

'Manajemen Kebiadaban' Jadi Buku Teks Perlawanan Kelompok Islam, Taktik Perang Mao Zedong Disebut Jadi Inspirasi Taliban Menguasai Afghanistan

By Muflika Nur Fuaddah, Senin, 23 Agustus 2021 | 15:13 WIB

Pasukan khusus Taliban Red Group atau Red Unit yang jadi kekuatan utama Taliban.

Intisari-Online.com - Milisi Taliban merebut dan menguasai ibukota Afghanistan, Kabul, pada Minggu 15 Agustus lalu atau 20 tahun setelah mereka digulingkan Amerika Serikat dan sekutunya dari kekuasaan.

Mengutip BBC pada Selasa (10/8/2021) perang Afghanistan vs Taliban ini telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat jutaan penduduk mengungsi.

Namun siapa yang menyusun strategi kemenangan Taliban di Afghanistan?

Jawabannya mungkin mengejutkan: Mao Zedong.

Pemimpin revolusi Komunis China ini memiliki pengaruh yang kuat di Afghanistan. 

Baca Juga: Nasib Pasukan Elite Afghanistan yang Mengenaskan, Ditinggal Pasukan Militer Amerika, Unit Ini Langsung Porak-poranda Dihancurkan Taliban, Padahal 20 Tahun Tak Pernah Kalah!

Melansir Kompas.com, Minggu (22/8/2021), Mao Zedong bisa dianggap sebagai Bapak Perlawanan Modern: ajarannya antara lain menginspirasi gerakan FARC di Kolombia, Al Qaeda dan ISIS.

Pada tahun 2004, ahli strategi Abu Bakr Naji dari kelompok perlawanan Islam merilis dokumen yang berjudul "Managemen Kebiadaban" — sebuah pola peran berkelanjutan.

Dokumen tersebut menjadi buku teks perlawanan kelompok Islam namun isinya meminjam strategi Mao Zedong.

Guillaume Beaurpere, seorang letnan di angkatan darat Amerika Serikat, yang pernah bertugas di Irak dan mempelajari ideologi Al Qaeda, mengaitkan strategi kelompok Islam dengan doktrin Mao.

Baca Juga: Pantas Videonya Sampai Sempat Bikin Murka Warga Seantero Bumi, Tentara AS Punya Rekam Jejak Mengerikan Soal 'Mengangkut' Bayi dari Negara yang Ditinggalkannya

Menurut dia, meski "situasi dan motivasi" revolusi Komunis China berbeda dengan kelompok terorisme Islam, namun sangat terbukti strateginya sama-sama menggunakan doktrin Mao.

Di Vietnam, Ho Chi Minh mengatur strategi untuk mengalahkan Amerika Serikat dengan memanfaatkan pengalamannya di China sebagai penasehat Partai Komunis pimpinan Mao.

Mao telah menyusun teks untuk kekalahan Amerika, mulai dari jatuhnya Kota Saigon hingga Kota Kabul.

Namun dia mengklaim kemenangannya sendiri atas Amerika dalam pertempuran menentukan Ch'ongch'on dalam Perang Korea, ketika pasukannya menang atas pasukan Jenderal Douglas MacArthur, memicu kemunduran terbesar dalam sejarah militer AS.

Perang yang digambarkan di Amerika Serikat sebagai "perang yang terlupakan" itu menjadi salah satu pertempuran paling berpengaruh di abad ke-20 dan masih dirayakan di China saat ini.

Baca Juga: Sudah Jengah dengan Militer Afghanistan Sejak Zaman Obama, Siapa Sangka Joe Biden Benar-benar Tak Menduga Tentara Negara Itu Punya Mental Jauh Lebih Bobrok, Sampai Lontarkan Kalimat Frustasi Ini

Pelajaran Mao untuk Taliban

Mao mengasah naluri militernya di garis depan dalam perang melawan pendudukan Jepang dan perang saudara untuk merebut China melawan kaum Nasionalis yang didukung Amerika.

Dia mengemukakan gagasannya tentang perang gerilya dan, kemudian, "perang rakyat".

Pengamat pemikiran Mao, Dr Thomas Marks, mengatakan: "Perang ala Mao adalah perang yang tidak teratur bila dibandingkan dengan perang ala Napoleon dan Clausewitz."

Dalam tulisannya untuk Pusat Pemberantasan Terorisme di West Point, Dr Marks menjelaskan "Tulisan-tulisan Mao sangat penting untuk mencapai dan mempertahankan keberhasilan dalam pemberontakan di Irak dan Afghanistan."

Baca Juga: Bak Kehilangan Akal Sehat karena Ngebet Keruk Harta Afghanistan, China Sampai Lupa Watak Asli Taliban, Padahal Proyeknya Beberapa Kali Jadi Korban

Apa yang Mao katakan tentang perang gerilya, dan apa yang dipelajari Taliban?

Dia menunjukkan bagaimana kekuatan yang lebih kecil dapat mengalahkan yang lebih besar.

Dalam bukunya, Tentang Perang Gerilya, Mao mengatakan pemberontak haruslah gesit, harus beradaptasi dan menggunakan pengetahuan dan penduduk lokal bagi keuntungan mereka.

Mao menulis, "Strategi gerilya terutama harus didasarkan pada kewaspadaan, mobilitas, dan serangan. Hal ini harus disesuaikan dengan situasi musuh, medan, jalur komunikasi yang ada, kekuatan relatif, cuaca dan situasi rakyat."

Sangat penting, katanya, untuk memiliki tujuan yang jelas: "Tanpa tujuan politik, perang gerilya akan gagal".

Bagi Mao, ini adalah perang rakyat: petani hari ini adalah tentara esok hari.

Dan di atas semua ini terjadi apa yang disebutnya "perang yang berkepanjangan", pertempuran panjang dan sulit untuk melemahkan dan mengusir musuh.

Masih melansir Kompas.com, Mao menetapkan strategi tiga tahap yang diikuti oleh Taliban dalam buku tersebut.

Baca Juga: Bak Menari di Atas Penderitaan Warga Afghanistan, Ternyata Negara Terdekat Mereka Inilah yang Gelonggongkan Dana Segar dan Bahkan Beri Kehidupan Layak Anggota Taliban untuk Bisa Hancurkan Afghanistan

Tahap pertama adalah invasi awal dan serangan musuh.

Tahap kedua adalah konsolidasi musuh.

Tahap ketiga adalah serangan balik dan mundurnya musuh.

Seperti yang dikatakan Mao, menghadapi penjajah Jepang: "Perang antara China dan Jepang bukan sembarang perang, ini adalah perang hidup dan mati antara China semi-kolonial dan semi-feodal dan imperialis Jepang..."

Taliban akan mengatakan hal yang sama tentang invasi Amerika di Afghanistan.

(*)