Intisari-Online.com - Isi Perjanjian Roem Royen ditandatangani setelah sejumlah perjanjian gagal menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.
Keduanya berkonflik terkait kedaulatan Indonesia, di mana Belanda tidak mengakui deklarasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Belanda ingin kembali berkuasa di bekas jajahannya setelah kemenangan Pasukan Sekutu dalam Perang Dunia II.
Perlawanan terjadi di berbagai daerah terhadap kedatangan Belanda yang memboncengi utusan Sekutu yang hendak melucuti dan memulangkan Tentara Jepang di Indonesia.
Sementara itu, pemerintah Indonesia berupaya menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalur diplomasi.
Sempat disepakati Perjanjian Linggarjati pada tahun 1946 dan Perjanjian Renville pada 1948.
Namun, kedua perjanjian tersebut kemudian malah diikuti dengan serangan militer oleh Belanda, yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda.
Agresi Militer Belanda I dilancarkan pada 1947, sementara Agresi Militer Belanda II dilancarkan pada Desember 1948.
Kedua serangan militer Belanda tersebut mendapat kecaman dunia.
Namun, terlebih lagi pada Agresi Militer Belanda yang kedua.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 4 Januari 1949 memerintahkan Belanda dan Indonesia menghentikan masing-masing operasi militernya.
United Nations Commission for Indonesia (UNCI) pun membawa perwakilan kedua negara ke meja perundingan pada 17 April 1949.
UNCI merupakan komisi PBB yang melanjutkan tugas komisi sebelumnya, Komisi Tiga Negara (KTN), sekaligus mengawasi penyerahan wilayah Indonesia ke pemerintah republik.
Komisi tersebut melapor secara rutin ke Dewan Keamanan PBB.
Dalam perundingan yang kemudian menghasilkan Perjanjian Roem-Royen, delegasi Indonesia diketuai Mohammad Roem.
Sementara Belanda diwakili Herman van Roijen (Royen).
Nama tokoh yang mewakili kedua negara itulah yang kemudian menjadi nama perjanjian ini.
Selain ketua delegasi Indonesia dan Belanda, Mohammad Roem dan Herman van Roijen (Royen), ada beberapa tokoh lain yang terlibat dalam perundingan ini.
Dari Indonesia antara lain Ali Sastroamijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, Latuharhary dan Sultan Hamengkubuwono IX.
Tokoh dari Belanda yang dikirimkan antara lain Blom, Jacob, dr. Gede, dr. Van, Dr. Koets, Dr. Gieben dan Van Hoogstratendan.
Sementara itu, PBB mengirimkan wakilnya yakni Merle Cochran dari Amerika Serikat sebagai ketua, Critchley dari Australia serta Harremans yang berasal dari Belgia.
Setelah melalui perundingan berlarut-larut, akhirnya pada 7 Mei 1949 dicapai persetujuan di antara pihak yang berkonflik.
Persetujuan itu dikenal sebagai Perjanjian Roem Royen.
Apa saja isi perjanjian ini?
Perjanjian Roem-Royen bagi Indonesia:
- Memerintahkan "pengikut RI yang bersenjata" untuk menghentikan perang gerilya.Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
- Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat "penyerahan" kedaulatan yang sungguh lengkap kepada Negara
- Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
Perjanjian Roem-Royen bagi Belanda:
- Belanda menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta.
- Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
- Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan RI.
- Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
- Berusaha dengan sungguh-sungguh supaya Konferensi Meja Bundar segera diadakan sesudah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Setelah isi Perjanjian Roem Royen disepakati, beberapa bulan kemudian, keduanya menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang akhirnya menyelesaikan konflik kedaulatan Indonesia dengan Belanda.
(*)