Find Us On Social Media :

Heboh Sembako dan Persalinan Bakal Dikenai Pajak, Inggris Justru Kehilangan Koloni Terbesarnya Gara-gara Seenaknya Naikkan Pajak, Tapi Caranya Sungguh Ironis

By Ade S, Minggu, 13 Juni 2021 | 19:38 WIB

Boston Tea Party. Protes yang dipicu oleh pemungutan pajak tinggi oleh Kerajaan Inggris di negara koloni termasuk Amerika.

Intisari-Online.com - Masyarakat Indonesia tengah dihebohkan oleh strategi pemerintah yang dinilai kian agresif menambah objek kena pajak.

Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pendapatan negara, yang kini tengah menipis seiring datangnya pandemi Covid-19.

Caranya dengan berencana menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sejumlah barang dan jasa.

Namun, saking agresifnya, beberapa objek pajak baru yang akan dikenai pajak justru dinilai tidak tepat dan bakal membebani masyarakat.

 

Baca Juga: ‘Kami Jatah Oksigen Ayah, Tapi Bila Suplai Habis….’ Mimpi Buruk Covid-19 di Keluarga India dengan Penyakit Penyerta Kanker, 'Kami Sudah Bayar Pajak Tapi Pemerintah Tidak Ada Tindakan'

Tiga objek pajak baru yang paling menuai perbincangan di dunia maya adalah PPN Sembako, PPN Sekolah serta PPN persalinan.

Rencana untuk menarik pajak dari ketiganya tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Penarikan pajak pada barang dan jasa tersebut tentunya akan menambah beban biaya bagi masyarakat yang akan menggunakannya.

Sebuah hal serupa yang pernah menimbulkan protes besar di salah satu bekas koloni terbesar Inggris.

Baca Juga: Dapat Hadiah Ratusan Juta dari Hasil Tanding Catur GM Irene vs Dewa Kipas, Ini Perhitungan Pajak yang Harus Disetor ke Negara

Bahkan, gara-gara protes tersebutlah Inggris harus kehilangan koloni terbesarnya, yang di kemudian hari malah menyaingi kedigdayaan ekonominya.

Protes yang dimaksud adalah Boston Tea Party yang terjadi pada 16 Desember 1773 silam.

Saat itu, 342 peti teh milik British East India Company dilemparkan dari kapal  ke laut oleh sekelompok orang.

Mereka memprotes pajak atas teh (pajak tanpa perwakilan) yang dinilai sangat tinggi dan hanya mencerminkan monopoli East India Company di wilayah jajahan Inggris.

Hanya saja, ironisnya, protes yang pada akhirnya mendorong kemerdekaan Amerika Serikat tersebut justru ditutupi dengan cara yang mencerminkan ketidakadilan AS jika berbicara tentang kemerdekaan.

Bagaimana itu bisa terjadi? Simak uraiannya berikut ini.

 

 

Peristiwa Boston Tea Party sendiri berawal ketika Undang-undang Townshend disahkan oleh Parlemen pada tahun 1767.

Melalui UU tersebut, Kerajaan Inggris berhak menerapkan pajak tinggi pada setiap barang yang diimpor ke koloni Ingris. Dengan salah satu objek utamanya adalah teh.

Baca Juga: Inilah Pajak Payudara, Cara Brutal Penjajah Inggris Memaksa Wanita Berpayudara Besar Untuk Membayar Pajak, Makin Besar Asetnya Makin Mahal Pajaknya, Alasannya Mengelikan

 

Hanya saja para pedagang Boston memiliki berbagai cara untuk terbebas dari pajak tinggi tersebut, termasuk dengan menyelundupkan barang dagangan dari Belanda.

Sebuah kondisi yang pada akhirnya membuat Parlemen Inggris mengambil langkah yang makin membuat orang Amerika geram:

(1) memberikan hak monopoli teh kepada East India Company,

(2) pembebasan pajak ekspor bagi East India Company, dan

(3) pengembalian dana atas bea yang terutang atas sejumlah kelebihan teh yang dimilikinya.

Melalui aturan ini, teh yang dikirim ke koloni harus dibawa hanya dengan kapal Perusahaan India Timur dan dijual hanya melalui agennya sendiri, melewati pengirim dan pedagang kolonial independen.

Persepsi monopoli inilah yang kemudian mendorong pedagang kolonial yang biasanya konservatif ke dalam aliansi dengan radikal yang dipimpin oleh Samuel Adams dan Sons of Liberty-nya.

 

Protes besar-bersar terjadi di kota-kota seperti New York, Philadelphia, dan Charleston, dengan puncaknya terjadi di Boston.

Baca Juga: Sukanto Tanoto, Taipan Sawit Indonesia yang Beli Bekas Istana Raja Jerman, Siapa Sangka Uangnya dari Praktik Pencucian Uang, Tiga Negara Termasuk Indonesia yang Merugi

Pada malam 16 Desember 1773, sekitar 60 orang, didorong oleh kerumunan besar orang Boston, berbaris ke dermaga Griffin, naik ke kapal, dan membuang peti teh ke dalam air.

Mereka mengenakan kostum Indian Mohawk agar tidak dikenali sekaligus menjadi simbol perlawanan.

Sebuah keputusan yang justru dianggap sangat ironis karena suku Indian justru menganggap para pendatang kulit putih Eropa (termasuk para pelaku di Boston Tea Party) sebagai penjajah mereka.

Bahkan, semakin ironis karena pada akhirnya peristiwa Boston Tea Party pada akhirnya dipercaya sebagai titik awal terpenting dari kemerdekaan Amerika Serikat yang terjadi tiga tahun kemudian.

Sebuah peristiwa yang tidak pernah memberikan dampak positif bagi suku Indian, penduduk asli Amerika.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Bule yang Tinggal di Bali Ini Malah Ajari Bule Lain Gunakan Akal Bulus untuk Masuk ke Indonesia dan Tidak Perlu Membayar Pajak, Ini Nasibnya Selanjutnya, Sampai Viral!