Advertorial

Mulai Dari Kasus Penggelapan Pajak Sampai Uang Tutup Mulut, Donald Trump Masih Ditunggu Deretan Kasus Ini Setelah Tak Lagi Jadi Presiden

May N

Editor

Intisari-online.com - Sebagai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mempunyai privilese atau hak istimewa, antara lain perlindungan dari gugatan hukum—baik perdata maupun pidana.

Hak istimewa ini tidak lama lagi akan dicabut menyusul kekalahannya dalam pemilihan presiden 2020.

Begitu privilese dicabut, Trump akan menjadi warga negara biasa.

"Begitu ia meninggalkan Gedung Putih, atmosfernya akan langsung berubah," ujar Daniel R Alonso, mantan jaksa federal dan jaksa di negara bagian New York, kepada BBC.

Baca Juga: Panen Hujatan Setelah Gagal Jadi Presiden Amerika Lagi, Tak Disangka Ini 7 Hal Kontroversial yang Dilakukan Oleh Donald Trump Sebagai Presiden AS

"Tak ada lagi kekuasaan yang bisa membuatnya terlindungi dari investigasi hukum," kata Alonso. Hal yang paling mengkhawatirkan bagi Trump dan perusahaan real estatnya, Trump Organization, adalah penyelidikan pidana yang dilakukan aparat penegak hukum di New York.

Di luar itu, ada kasus-kasus lain yang menunggu, dan mungkin akan dilanjutkan setelah Trump tak lagi menjabat sebagai presiden, termasuk kasus dugaan penipuan dan pelecehan seksual.

1. Kasus "uang tutup mulut" untuk bintang film porno

Model majalah dewasa Playboy, Karen McDougal, dan bintang film porno, Stormy Daniels, mengeklaim menerima uang sebagai pembayaran agar mereka tak membongkar hubungan seksual mereka dengan Trump, menjelang pemungutan suara pilpres 2016.

Baca Juga: Walaupun Pemerannya Positif Virus Corona, Industri Film Porno Jepang Rupanya Tetap Berproduksi, Simak Cara Mereka Beradaptasi Dengan Virus Corona

Kasus ini dikenal dengan skandal "uang tutup mulut".

Ketika McDougal dan Daniels mengungkap keberadaan "uang tutup mulut" pada 2018, aparat penegak hukum menggelar investigasi pidana.

Fokus penyelidikan adalah Michael Cohen, pengacara pribadi Trump.

Saat diselidiki, Cohen mengaku mengatur pembayaran ke McDougal dan Daniels.

Oleh pengadilan, pembayaran kepada dua perempuan ini ditetapkan sebagai pelanggaran pendanaan kampanye dan Cohen dijatuhi hukuman penjara tiga tahun pada 2018.

Di luar penyelidikan terhadap Cohen, masih ada kasus yang ditangani oleh aparat hukum di New York.

Baca Juga: Miris! 2 Tahun Terus-Terusan Dilecehkan 30 Pria, Gadis Berusia 12 Tahun Ini Memilih Pasrah dan Tidak Melawan, Saat Terungkap Alasannya Semua Orang Langsung Terenyuh Mendengar Alasannya

Jaksa di Manhattan, Cyrus Vance, tengah menyelidiki apakah Trump Organization memalsukan dokumen perusahaan yang terkait dengan pembayaran kepada McDougal dan Daniels.

Di New York, memalsukan dokumen perusahaan adalah tindak pidana dengan hukuman maksimal satu tahun penjara.

Persoalannya adalah, di New York kejahatan ringan seperti memalsukan dokumen perusahaan punya batas waktu, yaitu dua tahun, sedangkan pembayaran untuk McDougal dan Daniels dilakukan lebih dari dua tahun lalu.

Mantan jaksa federal Daniel Alonso mengatakan, mungkin jaksa di Manhattan tak bisa mengajukan Trump ke pengadilan terkait kasus ini.

Namun, bukan berarti kasusnya tertutup sama sekali.

Baca Juga: Sungguh Kacau, Debat Pertama Trump dan Biden Berapi-api Sampai Saling Hina Satu Sama Lain: 'Maukah Kamu Tutup Mulut, Bung?'

Di New York, memalsukan dokumen perusahaan bisa diajukan ke pengadilan jika tindakan tersebut dilakukan untuk menyembunyikan tindak pidana yang lebih serius, misalnya penggelapan pajak.

Jangka waktu penyelidikan untuk kejahatan yang lebih serius ini lebih lama dan hukuman yang dijatuhkan juga lebih berat.

2. Kasus dugaan pelecehan seksual

Trump dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa perempuan yang terjadi dalam beberapa dekade.

Trump sendiri menolak semua dakwaan, menggambarkannya sebagai kampanye hitam untuk menghancurkan reputasi dirinya.

Banyak di antara para perempuan ini yang buka suara saat kampanye pilpres 2016.

Baca Juga: Vonis Pelaku Gilang Mahasiswa UNAIR Akhirnya Dijatuhkan, Dikenai Pasal Berlapis, Simak Apa Saja Pasal yang Dilanggarnya Karena Kasus yang Viral Tersebut

Saat itu, Trump berjanji akan menuntut mereka, tetapi hingga sekarang langkah itu tidak juga ia ambil. Justru dua perempuan sudah menggugat Trump.

Salah satunya, E Jean Carroll, kolumnis untuk majalah Elle, yang menuduh Trump memerkosanya di ruang ganti di toko mewah di Manhattan 1990-an.

Trump menolak klaim ini. Dalam gugatannya, Carroll mengatakan, Trump mencemarkan nama baik dirinya karena Trump mengatakan tak mungkin memerkosa karena Carroll bukan tipenya.

Carroll meminta ganti rugi dan mendesak Trump untuk mencabut ucapannya.

Gugatan juga dilayangkan oleh Summer Zervos, mantan peserta di acara televisi Trump, The Apprentice.

Zervos menuduh Trump melakukan serangan seksual dalam pertemuan membahas lowongan pekerjaan di satu hotel di Beverly Hills tahun 2017.

Trump menolak tuduhan ini dan menggambarkan Zervos merekayasa kasus agar menjadi terkenal.

Baca Juga: Mantap Jadi Pasangan Meski Berbeda Ukuran Tubuh, Model Seksi ini Bungkam Hujatan Pedas Warganet dengan Kabar Resmi Tunangan, 'Fisik Bukan Segalanya'

Zervos memasukkan gugatan pencemaran nama baik pada 2017 dan menuntut ganti rugi setidaknya 3.000 dollar AS (Rp 42,1 juta).

Pengacara Trump berusaha menggagalkan gugatan dengan alasan sebagai presiden, Trump mestinya punya kekebalan hukum.

"Argumen ini dengan sendirinya tak berlaku lagi pada 20 Januari (ketika masa jabatan Trump berakhir)," kata Barbara L McQuade, guru besar ilmu hukum di Universitas Michigan, kepada BBC.

3. Kasus Mary Trump

Gugatan Mary Trump, keponakan Presiden Trump, dimasukkan ke pengadilan pada September lalu.

Dalam gugatan ini, Mary menuduh Donald Trump dan saudara-saudaranya melakukan penipuan terhadap dirinya terkait warisan dan perusahaan keluarga.

Gugatan menyebutkan, Donald Trump dan saudara-saudaranya melakukan tindakan untuk mengalihkan dana yang mestinya menjadi hak Mary Trump.

Dikatakan pula dalam gugatan itu bahwa mereka menipunya dengan tidak mengungkap berapa sebenarnya nilai warisan yang mestinya ia terima.

Mary Trump menuntut ganti rugi setidaknya 500.000 dollar AS (Rp 7 miliar). Sejauh ini belum ada tanggapan dari Donald Trump.

Yang jelas, jika nanti jaksa meminta dokumen atau kesaksian, Donald Trump tak bisa lagi menjadikan tugas-tugas kepresidenan sebagai alasan untuk mangkir.

Baca Juga: Bukannya Senang Dapat Warisan Peninggalan Orangtuanya, Warga Pekalongan ini Malah Ketakutan Setengah Mati Begitu Melihat Warisan yang Ditinggalkan Ternyata 'Predator' ini

4. Memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi

Trump dituduh mendapatkan keuntungan pribadi dengan memanfaatkan posisinya sebagai pejabat publik.

Larangan memanfaatkan jabatan publik untuk keuntungan pribadi tertulis dalam konstitusi Amerika Serikat.

Ada aturan di konstitusi yang mewajibkan semua pejabat federal, termasuk presiden, mendapatkan persetujuan Kongres sebelum menerima keuntungan atau manfaat dari negara-negara lain.

Baca Juga: Masa Jabatan Tinggal 2 Bulan, Trump Masih Saja Ngeyel Berniat Serang Situs Utama Nuklir Iran, Tapi Batal

Ada tiga gugatan di Washington yang menuduh Trump tidak meminta persetujuan Kongres.

Salah satunya, menjamu tamu-tamu resmi negara di Trump International Hotel di Washington DC. Tindakan Trump ini dianggap sebagai pelanggaran hukum.

Trump beralasan, bagaimanapun presiden yang menjabat juga perlu mendapatkan penghasilan, di luar gaji sebagai pejabat negara.

Namun, banyak yang pesimistis kasus ini akan bisa diteruskan. Tuduhan pelanggaran konstitusi oleh Trump dengan memanfaatkan jabatan publik untuk keuntungan pribadi mungkin hanya akan menjadi debat akademik.

Dua kasus lain

Di luar empat kasus ini, ada kasus penggelapan pajak yang juga dituduhkan kepada Trump. Jaksa di Manhattan, Cyrus Vance, sudah meminta laporan keuangan Trump, termasuk dokumen pembayaran pajak selama Trump menjabat sebagai presiden dalam delapan tahun terakhir.

Baca Juga: Tinggal di Rumah Reyot Tapi Sanggup Beli BMW Seharga Rp4 miliar, Petani Ini Hartanya Malah Ludes Gegara Tak Sanggup Bayar Pajak Plus Bensinnya, Nasibnya Juga Berakhir Jadi Kriminal

Di pengadilan, tim Trump menolak permintaan Vance dengan dalih kasus ini bermotif politik.

Pada Oktober lalu, pengadilan banding federal menolak alasan Trump.

Vance menyatakan, dokumen pembayaran pajak Trump sangat penting.

Saat meminta dokumen pembayaran pajak Agustus lalu, Vance menyebut dugaan adanya penipuan bank dan asuransi di Trump Organization.

Trump diperkirakan akan banding dan membawa kasus ini hingga ke Mahkamah Agung. Masih ada satu kasus lagi yang juga melibatkan Trump dan Cohen, pengacara pribadinya.

Baca Juga: Kebijakannya Dipercaya Rugikan Buruh Dalam Negeri, Pakar Sebut Omnibus Law Malah Bakal Untungkan Warga Negara Asing, Ini Penjelasan Detailnya

Pada Februari 2019, kepada para anggota Kongres, Cohen mengatakan bahwa Trump menggelembungkan nilai aset properti untuk mendapatkan pinjaman dan mengecilkan nilai aset ini untuk mengurangi besaran pajak yang harus ia bayar. P

Pihak Trump mengatakan, aparat melakukan "balas dendam politik" dengan melakukan investigasi kasus ini. Kasus tersebut ditangani jaksa New York, Letitia James.

Ia masih memerlukan dokumen dan kesaksian dari Trump jika ingin memajukan investigasi.

Saat menjabat sebagai presiden, Trump mengatakan, dirinya terlalu sibuk untuk menghadapi kasus ini. Ketika nanti ia sudah tak lagi menjadi presiden, alasan ini tentu tak bisa ia gunakan.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait