Find Us On Social Media :

Pembantaian dan Kekejaman Biasa Terjadi pada Perang Sino-Jepang II, Keduanya Gunakan Taktik Perang ‘Bumi Hangus

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 10 Februari 2021 | 14:00 WIB

Perang Sino-Jepang II yang penuh pembantaian dan kekejaman.

Intisari-Online.com – Begini kesaksian Kapten Liang Ling-fang kepada Pengadilan Kejahatan Perang Tokyo tentang Pembantaian Nanking.

‘Ada sekitar 800 orang Jepang yang hadir, beberapa di antaranya ada di kursi sedan, pengikatan narapidana dan penembakan dilakukan hingga pukul dua dini hari.’

Sekitar tahun 1930-an, Tiongkok adalah negara yang terpecah.

Pada 1928, Chiang Kai-Shek membentuk Pemerintah Nasionalis – Kuomintang (KMT), tetapi rezim diktatornya ditentang oleh Komunis Mao Tse Tung (PKT).

Baca Juga: Pabrik Roti dengan Urin Serta Menyamar Sebagai Lelaki, Gambaran Suasana di Kamp Tawanan Perang Jepang di Indonesia oleh Dua Penyintas

Terjadilah perang saudara antara Komunis dan Nasionalis pada tahun 1930 – periode ‘perjalanan panjang’ Mao yang legendaris.

Tahun 1931, Jepang yang sangan ingin menguasai sumber daya yang melimpah di China dan melihat kelemahannya yang jelas, menyerbu dan menduduki Manchuria.

Kemudian berubah menjadi negara merdeka secara nama, yang disebut Manchukuo, tetapi Kaisar China yang memerintah menjadi boneka Jepang.

Ketika China meminta Liga Bangsa-bangsa untuk campur tangan, terbitlah Laporan Lytton yang mengutuk agresi Jepang.

Baca Juga: Mengunjungi Kapal Tempur Mikasa yang Meriamnya Pernah Berkumandang di Seluruh Asia

Konsekuensinya adalah delegasi Jepang yang marah kemudian keluar dari Liga  Bangsa-bangsa, dan tidak pernah kembali.

Tahun 1930-an, orang China terus merambah wilayah dari Jepang, menggunakan basis Manchuria mereka.

Seluruh bagian utara negara itu akhirnya secara bertahap diambil alih.

Strategi resmi KMT adalah mengamankan kendali atas Tiongkok dengan mengalahkan musuh internalnya terlebih dahulu, yaitu Komunis dan berbagai panglima perang.

Kemudian barulah mengalihkan perhatian ke pertahanan perbatasan.

Jepang hampir tidak menghadapi perlawanan, selain beberapa pemberontakan oleh petani China yang ditindas secara brutal.

Pada 1937, pertempuran kecil antara pasukan Jepang dan China di perbatasan, menyebabkan insiden Jembatan Marco Polo.

Pertempuran ini memicu konflik besar-besaran, kemudian terjadilah Perang Sino Jepang II.

Di bawah Perjanjian Sian, Nasionalis China (KMT) dan PKT setuju untuk berperang berdampingan melawan Jepang.

Baca Juga: Cerita Heroik Bapak TNI AU yang ketika Masih Jadi Tentara Belanda Pernah Menenggelamkan Kapal Perang Jepang

Kaum Komunis didorong untuk bernegosiasi dengan KMT oleh Stalin, yang melihat Jepang sebagai ancaman yang meningkat di perbatasan Timur Jauhnya, dan mulai memasok senjata ke China

China juga menerima bantuan dari demokrasi barat, di mana opini publik sangat anti-Jepang.

Inggris, Prancis, dan AS semuanya mengirim bantuan (termasuk sukarelawan pilot pesawat tempur 'Flying Tigers' yang terkenal).

Karena ikatan sejarah, China juga menerima bantuan dari Nazi Jerman untuk waktu yang singkat, hingga Hitler memutuskan untuk bersekutu dengan Jepang pada tahun 1938.

Meskipun Jepang dengan cepat merebut semua pelabuhan utama dan pusat industri China, termasuk ibu kota China Nanking dan Shanghai, pasukan PKT dan KMT terus melawan.

Dalam konflik brutal, kedua belah pihak menggunakan taktik ‘bumi hangus’.

Pembantaian dan kekejaman adalah hal biasa.

Yang paling terkenal terjadi setelah jatuhnya Nanking pada Desember 1937, ketika pasukan Jepoang membantai sekitar 300.000 warga sipil dan memperkosa 80.000 wanita.

Ribuan orang  China tewas dalam pemboman kota-kota yang tidak pandang bulu oleh Angkatan Udara Jepang.

Baca Juga: Aksi ‘Sama Rasa dan Sama Rata’ Tentara Jepang Diwujudnyatakan dengan Perampokan, Semangat Revolusioner Berhasil Singkirkan Mereka yang ‘Mabuk Kebebasan’

Terjadi juga pembalasan yang dilakukan terhadap petani China, sebagai pembalasan atas serangan partisan yang melancarkan perang gerilya melawan penjajah, yaitu menyergap kolom pasukan dan menyerang unit-unit yang terisolasi.

Pada akhir perang, diperkirakan 10 hingga 20 juta warga sipil China tewas.

Tahun 1940, perang mengalami kebuntuan. Jepang sepertinya tidak mampu memaksakan kemenganan, sementara orang China mengusir Jepang dari wilayah yang telah mereka taklukkan.

Namun intervensi Barat dalam bentuk sanksi ekonomi (terutama minyak) terhadap Jepang justru mengubah sifat perang.

Sebagai tanggapan atas sanksi inilah Jepang memutuskan untuk menyerang Amerika di Pearl Harbor, dan dengan demikian memulai Perang Dunia II di Timur Jauh.

Perang Sino-Jepang II ini menewaskan lebih dari 50 persen korban dalam Perang Pasifik jika periode 1937 – 1941 diperhitungkan.

Baca Juga: Iming-iming Jepang atas Kebebasan Rakyat Indonesia, Bukti Realisasi Ramalan Jayabaya tentang Ratu Adil?

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari