Hiroo Onoda, Prajurit Jepang yang Pantang Menyerah Meski Perang Dunia II Telah Usai Hampir 3 Dekade, Sampai Pimpinannya Harus Datang Langsung Menjemputnya

Ade S

Editor

Hiroo Onoda, prajurit Jepang bertahan di hutan belantara selama 29 tahun meski Perang Dunia II telah usai
Hiroo Onoda, prajurit Jepang bertahan di hutan belantara selama 29 tahun meski Perang Dunia II telah usai

Intisari-Online.com -Hiroo Onoda setia bertahan di hutan Filipina selamapuluhan tahun karena menuruti perintah yang diberikan padanya saat Perang Dunia II.

Ya, pria yang berpangkat Letnan ini bertahan seorang diri di tengah hutan belantara sejak Perang Dunia II masih berkecamuk hingga tahun 1974.

Bisa dibilang, dari ribuan tentara Jepang yang menyerah setelah Negeri Sakura kalah dalam Perang Dunia II, Hiroo Onodaadalah prajurit terakhir yang menyerahkan diri.

Uniknya, ternyataHiroo Onoda sebenarnya tidak tahu bahwa perang telah usai ketika dirinya dijemput di hutan.

Baca Juga: Sniper Jepang, Pantang Keluar Sarang Kecuali Jadi Mayat, Hanya Senapan Mesin Antitank yang Bisa Menundukkannya

Ya, kabar bahwa Perang Dunia II yang berakhir tak lama setelahbom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki tidak diketahuiHiroo Onoda.

Hiroo Onoda masih 22 tahun ketika ia ditugaskan di Pulau Lubang di Filipina pada Desember 1944.

Sebagai seorang perwira intelijen, ia diberi tugas untuk mengganggu dan menyabotasi upaya musuh—dan untuk tak pernah menyerah pada musuh.

Pasukan Sekutu mendarat di pulau ini pada Februari 1945.

Baca Juga: Kisah Kekonyolan Sekutu di Pulau Kiska, Kala 300 Tentara Amerika dan Kanada Tewas dan Terluka Parah Padahal Hanya Menyerang Pulau Kosong

Mereka membombardir tentara Jepang yang ada di situ, tapi Onoda dan beberapa pasukannya berhasil meloloskan diri.

Ia menolak untuk menyerah dan mati, dan memilih mundur ke perbukitan untuk menyusun serangan selanjutnya sebagai gerilyawan.

Untuk bertahan hidup, ia dan anak buahnya makan pisang yang tumbuh liar di hutan, kelapa, dan hewan ternak yang dicuri dari kepolisian setempat.

Pada akhir 1945, muncul selebaran yang menyebutkan bahwa perang telah usai, dan memerintahkan seluruh tentara Jepang yang ada di kawasan Pasifik untuk menyerah.

Baca Juga: Lebih Biarkan Seni Ninja Mati Bersamanya, Ninja Terakhir Jepang Ini Ceritakan Semua Keterampilan Mematikan Saat Latihan Ninja, Termasuk Dengarkan Suara Jarum Jatuh

Setelah dipertimbangkan dengan cermat, mereka menghilangkan selebaran-selebaran itu dan menggunakan untuk menyerang lawan.

“Setiap prajurit Jepang harus siap mati, tapi sebagai seorang perwira intelijen saya diperintahkan untuk melakukan gerilya, bukan untuk mati. Saya harus mengikuti perintah sendiri, sebagaimana saya adalah seorang prajurit,” ujar Onoda.

Tapi harapan tak selalu sejalan dengan kenyataan. Pada 1950, salah seorang sahabat Onoda memutuskan menyerah, dan sahabat lainnya tertembak pada 1954.

Pengawal terakhirnya, Kinshichi Kozuka, juga berhasil ditembak polisi pada 1972 ketika ia dan Onoda tengah menyerbu toko beras di sebuah peternakan lokal.

Baca Juga: Kala 83.737 Pasukan Jepang Harus Meregang Nyawa Sia-sia Hanya Dalam 2 Hari, Gara-gara Sebuah Dokumen yang Terlambat untuk Ditandatangani

Setelah itu, ia benar-benar sendirian—dan menjadi legenda di Pulau Lubang.

Kisahnya yang misterius menarik perhatian seorang petualang muda bernama Norio Suzuki—yang juga terobsesi dengan panda dan manusia salju.

Ia berangkat ke hutan Pulau Lubang untuk menemukan Letnan Onoda.

Hingga pada 20 Februari 1974, mereka berdua akhirnya bertemu di sebuah hutan di Pulau Lubang.

Baca Juga: Ditemukan Buku Catatan Orang Mati dan Sekarat, Orang-orang yang Cukup Beruntung Bertahan Hidup dari Tawanan Tentara Kekaisaran Jepang

Dari Suzuki, Onoda tahu tahu bahwa negaranya benar-benar mengkhawatirkannya.

Tapi dengan tegas ia menolak untuk menyerah kecuali ada perintah dari atasannya langsung.

Suzuki kembali ke Jepang. Dengan bantuan salah seorang koleganya, ia mencari atasan Onoda, Mayor Yoshimi Taniguchi, yang sekarang telah menjadi laki sepuh-sepuh penunggu sebuah toko buku.

Pada 9 Maret 1974 Taniguchi terbang ke Lubang dan secara resmi membebasakan Onoda dari tugasnya. Itu 29 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II.

Baca Juga: Tak Hanya Samurai, Pisau Tradisional Jepang pun Miliki Kegunaan Berbeda-beda di Dapur Anda, Beda Pisau untuk Potong Sayuran dan Bikin Sushi atau Sashimi

“Bocah aneh ini, Suzuki, datang ke pulau untuk mendengarkan perasaan seorang tentara Jepang. Suzuki bertanya kenapa saya tidak mau keluar. Saya bilang, jika perang berakhir dan saya menerima perintah untuk menghentikan perang, maka saya akan keluar. Jadi, Suzuki membawa komandan saya ke Lubang untuk membujuk supaya saya mau menyerah,” kenang Onoda.

Tiga hari kemudian, Onoda menyerahkan pedangnya kepada Presiden Filipina Ferdinand Marcos, dan menerima pengampunan atas perbuatannya selama puluhan tahun sebelumnya.

(Menurut catatan pemerintah, aksi Onoda telah menewaskan 30 orang).

Ia kemudian kembali ke Jepang dan disambut laiknya pahlawan.

Namun ia memutuskan untuk pindah ke Brasil dan menjadi peternak sapi di sana. Setelah satu dekade, ia kembali ke Jepang dan membentuk kelompok sekolah yang mengajarkan cara bertahan hidup kepada anak-anak.

Sementara itu, si petualang Suzuki, tak lama setelah menemukan Onoda, berhasil menemukan panda, yang diidam-idamkannya, di alam liar.

Tapi nasibnya naas, ia meninggal setelah terbawa longsoran salju di pegunungan Himalaya pada 1986, dalam misi menemukan manusia salju.

(Moh Habib Asyhad)

Artikel Terkait