Penulis
Intisari-Online.com – Jepang merasa memenangi Perang Dunia II ketika Angkatan Perang menjatuhkan bom pada pasukan AS di Pearl Harbor.
Setelah itu Jepang pun menduduki beberapa negara yang menjadi kekuasaan Sekutu di Asia Tenggara.
Kedatangannya di Indonesia dalam jumlah besar memberikan impian pada negara itu akan kemerdekaan.
Bangsa Indonesia pun sempat terbuai akan iming-iming kemerdekaan yang dijanjikan oleh pemerintah Jepang.
R. Moh. Ali, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1964, menggambarkan keadaan di Kudus dan di Juana dalam bulan Maret 1942 dan bulan Agustus 1945.
Pergaulan antara lapisan-lapisan manusia kala Jepang masuk di pulau Jawa semakin menjadi erat, seolah-olah sudah terwujudlah persaudaraan antara manusia dengan manusia!
Tetapi gelora sama rata sama rasa bergolak ke arah usaha untuk meratakan segala sesuatu.
Kekayaan harus sama, milik harus sama, harta benda pun harus sama.
Justru gelora inilah yang sudah disiapkan penampungannya oleh pihak Jepang.
Gerombolan-gerombolan dan sekawanan-sekawanan perampok disiapkan dan mereka itulah yang maju bergerak tepat pada waktu kekuasaan Belanda kabur.
Perampokan merajalela dan kekacauan ditimbulkan dengan penggedoran rumah-rumah si kaya dan bekas-bekas kediaman Belanda.
Kawanan-kawanan perampok memusat di kota-kota dan rakyat dari perkampungan-perkampungan dan dusun-dusun ikut-serta dalam gelora agar sama-rasa dan sama-rata itu.
Jalan raya antara Rembang dan Semarang riuh-ramai dengan ribuan manusia yang bergerak sambil bersorak-sorak.
Rumah-rumah besar, toko-toko, gedung-gedung pemerintah, gudang-gudang diserbu. Rumah gadai pun tidak luput dari serbuan.
Di manapun juga, di pinggir jalan, di sawah, di halaman kosong barang-barang berharga berceceran: radio, perabot rumah-tangga, beras, tekstil, dan sebagainya.
Arus manusia tanpa arah, tanpa tujuan bergerak sambil merusak dan menghancurkan apa pun juga, menurut barisan pelopornya yaitu kawanan-kawanan perampok.
Rakyat jelata, massa bergerak dalam kemabokan kebebasan; bebas dari ketakutan dan keangkeran kekuasaan Belanda.
Baca Juga: Modal Nekat, Pilot ‘Nganggur’ Ini Sukses Jadi Penerbang Pesawat Tempur Pertama di Indonesia
Lima hari lamanya gelora kemabokan dan gelora sama-rasa sama-rata bergolak.
Dalam kekalutan itu beberapa orang manusia yang bernyali besar dan berjiwa besar dapat mengendalikan massa, yaitu di Kudus dan di Juana.
R. Soebarkah, wedana kota Kudus dengan tabah dan tenang menyusun kembali anggota-anggota kepolisian lama dan dengan tegas dan pasti diadakan patroli-patroli di manapun juga.
R. Soebarkah dengan beberapa gelintir orang dapat menenteramkan rakyat di seluruh kabupaten Kudus, sehingga terhindarlah rakyat dari kehancuran.
Maka terbuktilah bahwa manusia Indonesia dapat mengatur bangsa dan negara sendiri.
Dengan tabah R. Soebarkah menyusun kembali tata tertib serta ketenteraman tanpa merusak api revolusi yang mulai menyala itu.
Berkat ketangkasan, keberanian, dan keyakinan atas Indonesia Merdeka yang pasti datang, rakyat dapat dipertahankan kepada batu loncatan perjuangan kemerdekaan: siap untuk mewudjudkan cita-cita samarasa-samarata dengan cara-cara revolusioner tetapi dengan disiplin yang teguh.
Jasa R Soebarkah sebagai penyelamat, pembina dan pembela jiwa-revolusi rakyat di kabupaten Kudus antara 1942 — 1946 sudah dilupakan orang.
Jiwa besar almarhum hanya tampak sebagai salah seorang pendidik besar dalam Angkatan Kepolisian.
Tetapi jelaslah bahwa karena dasar-dasar kepimpinan yang diciptakan oleh R. Soebarkah, rakyat kabupaten Kudus dengan tegas ikut-serta dalam gelora-revolusi sejak 1942.
Kabupaten Pati diselamatkan dari malapetaka kehancuran oleh R. Soenarjo seorang guru H.I.S. di Juana.
Sendirian, tanpa kawan, tanpa pasukan tanpa apa-apa. R. Soenarjo dapat menguasai massa rakyat yang berjumlah puluhan ribu manusia.
Massa yang menuju ke Juana dan Pati dicegat di jembatan Kali Juana dan dengan kewibawaannya massa itu dibubarkan.
Berulang-ulang R. Soenarjo berhasil mencerai-beraikan gelombang manusia yang bergerak kearah samarasa-samarata secara khas itu.
Kewibawaan kekuatan batin dan keberanian luar biasa dari satu orang manusia itu dapat mencegah malapetaka.
Kota-kota Pati, Juana, Rembang terhindar dari kehancuran karena puluhan ribu rakyat yang sudah mengelompok menjadi massa yang padat dapat diperintah mundur dam bubar oleh R. Soenarjo.
Untuk mencegah kekacauan selanjutnja R. Soenarjo "menyusun suatu" pemerintahan sementara.
Dengan demikian tata-tertib kemasyarakatan dan kenegaraan diseluruh Kabupaten Pati dapat dipulihkan tanpa merusak semangat revolusi yang mulai bergerak.
Baca Juga: Kisah Pilu Mantan Seorang Jugun Ianfu Setelah 50 Tahun: Oh Tuhan, Jangan Biarkan Mereka Membawaku!
Justru oleh sebab itu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus di seluruh daerah sekitar Gunung Muria dapat menggerakkan semangat perjuangan yang luar biasa.
Ketika Tentara Jepang mulai pendudukan militer, wilayah sekitar Gunung Muria sudah dalam keadaan teratur, berkat keberanian R. Soebarkah dan R. Soenarjo.
Tetapi pengaruh R. Soenarjo meluas dan menguasai hati-sanubari rakyat jelata yang merasa terima kasih atas pimpinan yang menyelamatkan rakyat dari suatu bencana.
Begitu tentara Jepang menduduki wilayah tersebut, maka sandiwara juru selamat dimulai.
Pemimpin-pemimpin perampok ditangkapi dan diadili. Dengan tak segan-segan Jepang membinasakan mereka yang telah berjasa untuk Jepang?
Dengan kejam Jepang menghukum setiap manusia yang pernah menimbulkan huru-hara dan kekacauan meskipun kekacauan itu direncanakan dan dibayar oleh Jepang sendiri.
Berkat ketangkasan dan keberanian R. Soebarkah dan terutama R. Soenarjo jumlah korban peradilan Jepang tidak banyak.
Tetapi justru oleh sebab itu Kenpetai Jepang menangkap dan menyiksa R. Soenarjo sampai diluar batas kemanusiaan.
Penyiksaan R. Soenarjo dilaksanakan secara tertutup maupun cara terbuka di alun-alun Juana.
Di depan ribuan rakyat R. Soenarjo disiksa tetapi berkat doa dan harapan yang timbul dari lubuk hati rakyat jelata akhirnya beliau dibebaskan.
Dan sekali lagi yaitu beberapa hari sesudah Proklamasi Kemerdekaan R. Soenarjo dapat memungut buah perjuangannya dalam masa Maret 1942!
Rakyat dan pemuda wilayah Pati dipimpin untuk merebut kekuasaan dari pasukan-pasukan istimewa Jepang. Perebutan kekuasaan berhasil dengan gemilang.
Bahwa R. Soenarjo dilupakan jasa-jasanya mungkin dapat dipahami dengan gelombang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang terus memuncak dalam perjuangan bangsa kita lebih-lebih sekarang menghadapi konfrontasi dengan imperialisme dan neo-kolonialisme.
Gelora revolusi Indonesia bukan sesuatu yang baru timbul karena Perang Pasifik!
Peristiwa-peristiwa dalam bulan Maret 1942 di Kudus dan Juana menunjukkan hasrat hayat manusia Indonesia ke arah perwujudan masyarakat adil, makmur dan bahagia.
R. Soebarkah alm. dan R. Soenarjo adalah bukti bahwa pemimpin-pemimpin yang bernyali besar dan berjiwa mulya senantiasa muncul dari hati-sanubari rakyat sendiri pada waktu dan tempat yang pasti!
Maka tepat dan benarlah ajaran Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno bahwa pemimpin revolusi dan pemimpin kenegaraan harus berpadu.
Demikianlah kenyataan sejarah dan khususnya kenyataan di Kudus dan di Juana dalam bulan Maret 1942 dan dalam bulan Agustus 1945.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari