Penulis
Intisari-online.com -Anggota kerajaan Thailand dibingungkan oleh protestan yang meminta pemerintah digulingkan.
Tidak hanya meminta pemerintah untuk diasingkan, para protestan juga meminta adanya reformasi monarki.
Namun, anggota kerajaan mengklaim ada konspirasi untuk menggulingkan kerajaan yang sedang memimpin.
Konspirasi tersebut dipimpin oleh warga anti-monarki dalam pengasingan serta aktivis demokrasi di luar negeri.
Disebutkan, pengaruh Barat telah masuk ke negara Asean yang tidak pernah dijajah itu.
Namun layaknya pejuang demokrasi yang lakukan protes di jalanan beberapa bulan terakhir, pemuda Thailand hanyalah pemuda yang lakukan upaya terakhir untuk mengubah kondisi negara mereka.
Berdirinya kerajaan
Thailand menjadi kerajaan konstitusional sejak 1932, tetapi sejak itu telah gagal menentukan siapa yang seharusnya menjalankan politik mereka.
Anggota kerajaan, pejabat yang terpilih dan anggota militer memiliki beban dan tupoksi di level yang berbeda.
Hasilnya berupa sejumlah kudeta yang tidak berhenti, pemerintah sipil yang lemah dan protes massa yang selalu tumpah ke jalanan.
Hal itu diperburuk dengan sisa kecurigaan yang diperkuat oleh berita palsu dan disinformasi.
Warong Dechgitvigrom, pemimpin pasukan royalis Thai Pakdee grup, sebutkan minggu lalu di Facebook jika kerajaan Thailand menjadi target konspirator.
"Saat ini ada grup warga Thailand yang berkonspirasi dengan warga luar negeri untuk menghancurkan pondasi Thailand," ujarnya.
Namun ia tidak menyebutkan detail yang mendukung klaim tersebut seperti pihak mana yang ia maksud.
Sebelumnya ia menyebut dukungan Joshua Wong, aktivis oposisi Hong Kong yang secara teratur menuliskan cuitan mendukung protestan mudah Thailand.
Hal itu disebutnya bukti politikus dengan dukungan luar negeri berkonspirasi melawan negara.
Unggahan terbaru Warong tunjukkan konferensi pers dari Oktober tahun alu saat pemimpin militer Apirat Kongsompong tunjukkan foto Wong bersama siluet sosok yang dikenal sebagai Thanatohrn Juangroongruangkit.
Thanatorn adalah sosok politikus yang mendukung Thailand menjadi negara demokrasi.
Ia menolak upaya komunisme masuk ke Thailand.
Lebih mudah menyalahkan orang lain
Michael Montesano, rekan senior dan koordinator Program Studi Thailand di Institut Yusof Ishak ISEAS Singapura, ada alasan sederhana dalam hal ini.
"Jauh lebih mudah menyalahkan pihak luar negeri atas kondisi tidak stabil di Thailand daripada mencari solusi dan akar permasalahan penyebab kerusuhan di negara itu terjadi," paparnya.
Hal ini juga terbukti dengan merebaknya berbagai informasi salah atau yang tidak relevan, seperti foto mantan duta besar AS untuk Thailand tahun 2016, Glyn T. Davies yang beretmu pemimpin protes Parit "Penguin Chiwarak".
Hal itu telah menjadi tudingan jika ada tangan luar negeri mengatur politik Thailand.
Tuduhan itu bagaikan kaset baru lagu lama, yang sering disuarakan saat ada ketegangan politik.
Kali ini, tuduhan itu menyebar "karena mereka kehabisan cara merespon tuntutan kami," ujar Tatthep "Ford" Ruangprapaikitseri, pemimpin Free Youth yang baru berumur 23 tahun.
Free Youth merupakan salah satu kelompok protestan melawan kerajaan.
Masalah utama
Hanya sedikit anggota kerajaan yang menyisir masalah ini.
Ditemukan bahwa rupanya penyebab krisis politik Thailand ada dua: kurang populernya Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha setelah 6 tahun berjuang memperbaiki ekonomi dan kebebasan berekspresi, serta aksi foya-foya raja Thailand Maha Vajiralongkorn bersama selir-selirnya.
Montesano menyebut, "dalam 15 tahun terakhir ini tumbuh kritik kepada anggota kerajaan Thailand di media luar yang telah membuat sejumlah warga Thailand alami xenophobia."
Xenophobia secara umum berarti ketidaksukaan atas segala sesuatu yang serba asing.
Hal ini cocok dengan pandangan bahwa AS, sekutu keamanan Thailand, mempengaruhi protes pro-demokrasi dan mencoba untuk menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.
Prayuth memang lebih dekat dengan Beijing beberapa tahun belakangan ini.
Pengaruh China
Protes telah membengkak menjadi ancaman eksistensial bagi pemerintah, sehigga polisi anti huru-hara telah dikerahkan di jalan-jalan Bangkok.
16 Oktober, meriam air digunakan untuk melawan para pengunjuk rasa, yang beberapa di antaranya masih remaja.
Namun tidak seperti kecaman Barat terhadap taktik polisi pada protes Hong Kong tahun lalu, kali ini tidak ada pengawasan internasional di Thailand.
"Administrasi Trump, melalui kedutaan besarnya di Bangkok, lebih fokus pada kepentingan komersial daripada nilai-nilai demokrasi,"ujar Thitinan Pongsudhirak, direktur Institut Kajian Keamanan dan Internasional di Universitas Chulalongkorn.
"Ini cocok dengan pendekatan Trump yang lebih luas, bahkan ia sendiri dituduh melakukan praktik tidak demokratis di negaranya sendiri."
Thailand telah menjadi sekutu utama AS di Asia, dan nilai strategis mereka diperkuat selama Perang Dingin ketika pemberontakan komunis berkecamuk dari Vietnam dan Laos sampai Kamboja.
Sebagai hadiah untuk perbolehkan AS bangun pangkalan militer yang penting untuk operasi di Vietnam serta markas besar CIA, kerajaan Thailand telah diberi dukungan banyak oleh Amerika.
Kontrasnya, militer Thailand masih menerima senjata dan latihan dari ahli AS.
Sedangkan China telah tawarkan kepada Thailand hubungan persahabatan tidak mengikat, dengan gelontoran investasi di bawah program Belt and Road Initiative untuk pembangunan pelabuhan, jalur kereta dan jalan raya kerajaan tetap berlanjut meskipun ada ketegangan politik di negara tersebut.
Baca Juga: 5 Fakta Kontroversial Raja Thailand Maha Vajiralongkorn, 'Don Juan' yang Tubuhnya Dipenuhi Tato
Banyak pakar menyebut memang ada pandangan negatif di antara masyarakat Thailand terhadap China, tapi pandangan itu tidak mengubah hubungan resmi dengan China.
Pemerintah Thailand yang dipimpin oleh mantan jenderalnya telah bertumpu pada uang dari China, teknologi serta model otoritasnya sebagai panduan menumbuhkan ekonomi tanpa memperluas kebebasan.
Ahli juga menyebut tidak ada pemerintah Thailand yang akan berpaling dari China.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini