Penulis
Intisari-online.com -Ketegangan Nagorno-Karabakh, wilayah di Eropa Timur yang diperebutkan oleh Armenia dan Azerbaijan belum tunjukkan tanda akan mereda.
Berita terbaru tunjukkan jika Armenia menuduh Azerbaijan berniat menghancurkan tempat ibadah bersejarah ini.
Melansir BBC, foto-foto ini tunjukkan kerusakan di dalam dan di luar Katedral Penyelamat Suci di kota Shusha.
Sejak ketegangan meningkat 27 September lalu, lebih dari 300 orang meninggal, dan ribuan orang cedera parah.
Monitoring internasional dilakukan dari AS, Rusia, dan Perancis untuk mengakhiri kekerasan tersebut.
Mereka sedang bertemu dengan menteri luar negeri Azerbaijan Kamis kemarin di Genewa, sampai sekarang.
Sedangkan menteri luar negeri Armenia diharapkan bertemu dengan perwakilan Rusia di Moskow Senin mendatang.
Nagorno-Karabakh adalah bagian dari Azerbaijan, tapi dijalankan oleh etnis Armenia.
Baca Juga: Ikut Wamil Lawan Azerbaijan, Atlet Kebanggaan Armenia Ini Tewas Mengenaskan di Nagorno-Karabakh
Konflik yang terjadi saat ini adalah kondisi terburuk dalam puluhan tahun terakhir.
Kedua negara saling menyalahkan satu sama lain telah memulai ketegangan tersebut.
Kondisi terakhir
Katedral Penyelamat Suci atau Katedral Ghazanchetsots di kota Shusha adalah situs bersejarah bagi Gereja Apostolik Armenia.
Kabar terbaru, kondisi katedral tersebut dalam kerusakan serius.
Hal itu dilaporkan dari jurnalis internasional Paul Ronzheimer melalui akun resmi Twitternya.
Sebagian atap runtuh, puing-puing berserakan di lantai, bangku-bangku roboh dan interiornya tertutup debu dari bagian-bagian dinding batu kapur bangunan yang terkena benturan.
Penduduk setempat bernama Simeon, mengatakan kepada AFP: "tidak ada militer, tidak ada target strategis di sini, bagaimana bisa gereja ditargetkan untuk dihancurkan?
"Ini adalah sebuah katedral yang sangat penting bagi orang Armenia. Tuhan akan menjadi hakimnya."
Hal senada disampaikan oleh juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia, Artsrun Hovhannisyan, yang menuduh "Azerbaijan si musuh" menargetkan katedral.
Kamis kemarin, Armenia juga umumkan mereka telah mencopot pangkat kepala Jasa Keamanan Nasional, tapi tidak dibeberkan alasannya.
Azerbaijan sendiri menyebut Armenia telah hancurkan kota terbesar kedua mereka, Ganja.
Tidak hanya Ganja, Armenia juga rupanya telah menyerang wilayah Goranboy, dan satu warga sipil terbunuh.
Reaksi negara tetangga
Iran, satu negara yang berbatasan dengan kedua negara, peringatkan Rabu lalu jika perang itu memiliki potensi menjadi "perang regional".
"Kedamaian akan hadir jika kita semua mengusahakannya dan kami harap untuk pulihkan kestabilan di wilayah itu dengan cara yang damai," ujar Presiden Rouhani.
Namun ia juga mengatakan "sangat tidak dapat diterima" jika ada rudal yang mendarat ke Iran.
Hal tersebut ia sampaikan bahwa ada peluru-peluru mendarat di desa-desa Iran yang terletak di perbatasan.
Presiden Rusia Vladimir Putin juga meminta agar perang tersebut segera berakhir, dan menyebutnya "tragedi".
Kaitan agama dalam konflik Nagorno-Karabakh
Mendengar kondisi terbaru, tentu banyak yang bertanya apakah konflik Nagorno-Karabakh telah merembet ke konflik agama.
Namun, analisis ini sebutkan sebaliknya.
Melansir Caucasus Edition, komponen agama justru berperan penting dalam memperbaiki hubungan Armenia dan Azerbaijan.
Agama memang bagaikan pedang dengan dua mata di kedua sisinya, bisa menjadi sumber masalah maupun cara penyelesaiannya.
Artikel yang ditulis pada tahun 2010 tersebut menyebutkan, dalam periode pertama konflik Nagorno-Karabakh, Azerbaijan membuat banyak usaha untuk mewakili konflik di bawah koridor agama.
Namun keterlibatan Iran dalam proses pembentukan perdamaian dan rekonsiliasi kedua pihak tunjukkan bahwa konflik tersebut didasarkan pada masalah etnis, bukan agama.
Hal ini dibuktikan dengan kesepakatan pihak Armenia tentang mediasi Iran (yang terputus ketika Armenia mengambil alih kota Shushi pada 1993).
Saat itu, jelas-jelas ditunjukkan bawa ada komponen agama, konflik itu didasarkan pada masalah etnis (pendekatan Armenia) atau teritorial (pendekatan Azerbaijan).
Selama konflik keduanya dan setelah penandatanganan perjanjian gencatan senjata, Konferensi Republik Islam mengutuk kebijakan Armenia terhadap Muslim Azerbaijan dan menuntut penyelesaian konflik secepat mungkin.
Selain itu, kedua belah pihak memiliki agama yang berbeda: Kristen dan Islam, yang membuat aspek agama menjadi lebih nyata dan aktual untuk dibahas.
Dari sudut pandang ini, representasi konflik secara agama cukup menguntungkan bagi negara Muslim dengan penduduk Muslim, karena Armenia akan jadi saingan bagi dunia muslim.
Jika dunia mengakui konflik Nagorno-Karabakh sebagai konflik agama, Armenia akan dikepung tiga sisi: Azerbaijan, Turki, dan Iran.
Turki dan Iran memiliki kaitan asal usul yang sama, sedangkan Iran dengan paham Syiah, ingin membela sesama Muslim.
Meski begitu, banyak simbol agama yang digunakan selama perang Nagorno-Karabakh sampai 10 tahun yang lalu, dari Azerbaijan banyak mujahidyang ikut andil, sedangkan Armenia gunakan simbol-simbol Kristen untuk tunjukkan konfrontasi agama.
Beberapa kelompok ekstrimis Sunni di Azerbaijan berkali-kali serukan jihad melawan orang Armenia agar mendapat dukungan keuangan, fisik dan spiritual dari negara Muslim.
Namun mereka tidak dapat memindahkan kekuatan tersebut untuk melawan orang Armenia.
Sedangkan Armenia, selama pembebasan Shushi, membuat salib putih di pakaian mereka sebagai aspek religius perjuangan mereka.
Pasalnya,Azerbaijan telah lamagunakan katedral Ghanzanchetsosts untuk gudang senjata.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini