Penulis
Intisari-Online.com -Uni Emirat Arab (UEA) diberitakan akan membuat sebuah markas khusus bersama Israel untuk mengawasi negara yang justru paling lantang membela Palestina.
Markas khusus yang dimaksud adalah berupa sebuah pangkalan mata-mata atau intelijen yang diisi oleh petugas dari UEA dan Israel.
Bahkan, secara lebih jauh, keberadaan pangkalan intelijen ini diperkirakan akan membuat sebuah perubahan besar di wilayah Timur Tengah dan Asia Selatan.
Sebuah kondisi yang justru akan membuat cita-cita semu UEA saat mengungkapkan alibi untuk berdamai dengan Israel semakin terlihat.
Seperti diketahui, UEA menyebut Palestina sebagai salah satu alasan mereka mau berdamai dengan Israel yang notabene merupakan musuh bagi negara-negara Islam.
Namun, dugaan kebanyakan negara Islam bahwa UEA tidak memikirkan Palestina sama sekali saat berdamai dengan Israel kian terbukti.
Setelah memberikan jamuan yang 'lebay' saat menerima kunjungan pejabat Israel, kini UEA malah membangun fasilitas untuk Israel memata-matai negara Islam lain.
Bahkan bukan sembarangan negara Islam yang diincar, melainkan negara yang selama ini dikenal paling lantang membela Palestina.
Perkiraan tersebut diungkapkan oleh para ahli politik dan strategis sebagaimana dilansir dari Yeni Safak, Rabu (2/9/2020).
JForum, situs resmi komunitas Yahudi berbahasa Prancis, sebelumnya mengungkapkan bahwa UEA dan Israel sedang bekerja untuk membangun basis mata-mata di Socotra, Yaman.
"Pangkalan mata-mata Israel-UEA ini bertujuan untuk memantau aktivitas Iran di Teluk Aden dan membatasi hubungan Teheran dengan pemberontak Houthi," kata Ibrahim Fraihat kepada Anadolu Agency.
Fraihat adalah seorang profesor resolusi konflik internasional di Institut Studi Pascasarjana Doha, Qatar.
Socotra menghadap ke Selat Bab al-Mandab yang strategis, jalur pelayaran utama yang menghubungkan Laut Merah ke Teluk Aden dan Laut Arab.
UEA telah mengerahkan ratusan pasukan di pulau itu sejak Mei 2018. Hal itu menyebabkan keretakan dengan pemerintah Yaman karena menolak penempatan tersebut.
“Pembentukan pangkalan ini merupakan indikator tambahan bahwa kesepakatan UEA-Israel dimaksudkan untuk membentuk aliansi yang kokoh antara kedua negara, tidak hanya menormalkan hubungan,” kata Fraihat.
Pada 13 Agustus, UEA dan Israel mengumumkan perjanjian normalisasi hubungan diplomatik yang ditengahi AS.
Baca Juga: AS-Israel dan UEA Berkumpul dalam Kunjungan Luar Biasa, Iran Bereaksi Keras
Otoritas Palestina dan sejumlah faksi perlawanan mengecam kesepakatan UEA-Israel tersebut.
Mereka mengatakan kesepakatan itu tidak melayani kepentingan Palestina dan mengabaikan hak-hak rakyat Palestina.
Fraihat percaya bahwa pangkalan mata-mata Israel-UEA juga akan membantu dalam hal pemantauan tehadap aktivitas ekonomi China.
" Trump terlibat dalam perang dagang dengan China dan perlu memantau aktivitas komersial China," tambah Fraihat.
Iran Terkepung
Analis politik dan profesor di Teheran University, Sayed Mohammad Marandi, mengatakan Iran sudah dikepung oleh banyak pangkalan militer AS di wilayah tersebut.
"Israel tidak memiliki kemampuan untuk menyerang Iran bahkan jika mereka mempunyai pangkalan militer bersama dengan UEA di Yaman," kata dia kepada Anadolu Agency.
Marandi berpendapat, Iran senang melihat hubungan bilateral antara UEA dan Israel diungkapkan kepada publik setelah bertahun-tahun dianggap menjalin kerja sama rahasia.
"UEA tahu bahwa kesepakatannya dengan Israel merusak citranya di wilayah tersebut. Tapi mereka dipaksa oleh Trump untuk melakukannya sebagai upaya membantu Trump menjelang pemilihan presiden," kata Marandi.
Awasi Pakistan
Analis India Haidar Abbas percaya bahwa pangkalan mata-mata itu juga akan digunakan untuk memantau Pakistan.
"Mulai sekarang dan seterusnya, Pulau Socotra tidak akan menjadi milik pemberontak Houthi, atau UEA atau Yaman. Kekuasaan sepenuhnya kini di tangan Israel yang berarti AS," ujranya dalam sebuah artikel yang diterbitkan di countercurrents.org, sebuah portal berita India.
Dia menambahkan skenario yang berubah dengan cepat ini mengubah situasi dunia yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Pakistan yang berarti China, sekarang berada di bawah radar Israel," sambung Abbas.
Abbas berujar jika sabotase terjadi di Gwadar, maka Pakistan-China akan menyalahkan Israel dan negara-negara Teluk.
“Jika itu benar-benar terjadi, hubungan Pakistan dengan negara-negara Teluk akan tegang selamanya,” tambah Abbas.
Baca Juga: Israel Gempur Suriah dengan Serangan Udara, 11 Orang Tewas Termasuk Warga Sipil
Asia Selatan
Profesor Syed Qandil Abbas dari Azam University di Islamabad, Pakistan, berpendapat bahwa kesepakatan itu tidak hanya berdampak langsung pada Timur Tengah.
Kesepakatan itu secara tidak langsung juga dapat memengaruhi Asia Selatan dan kawasan lain juga.
“Jika segitiga India-UEA-Israel muncul, maka itu akan mengubah dinamika kawasan Asia Selatan juga,” ujarnya kepada Anadolu Agency.
Usaha antara UEA-Israel di Socotra akan menjadi upaya untuk memantau pergerakan Angkatan Laut Iran di wilayah tersebut.
Lalu lintas laut dan udara di wilayah selatan Laut Merah juga dapat dipantau dari wilayah tersebut.
Abbas menambahkan Pakistan sudah menghadapi konsekuensi kritis dari kemitraan strategis Israel-India.
Itu karena peralatan militer Israel dan pasukan komando India sudah ada di Kashmir yang diduduki.
Dia mengatakan bahwa situasi yang berkembang kini telah menjadi perhatian serius bagi Pakistan.
"Jika kesepakatan Israel-UEA memasukkan India juga, maka segitiga ini dapat menjadi ancaman serius bagi Pakistan,” kata Abbas.
“Begitu pula bisa membahayakan perdamaian dan keamanan di seluruh Asia Selatan dan Timur Tengah,” imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "UEA-Israel Bangun Pangkalan Intelijen, Dinamika Timur Tengah dan Asia Selatan Bakal Berubah".