Penulis
Intisari-online.com -Ketegangan terakhir antara pasukan Armenia dan Azerbaijan nyaris menjadi konflik skala besar.
Ketegangan yang dimulai sejak Juli, lalu meningkat cepat di pertengahan September itu akan menjadi konflik berdarah antara keduanya.
Serta, ditakutkan menjadi perang terbuka setelah sebelumnya terjadi hal yang sama pada akhir dekade 1980-an dan awal 1990-an.
Pada saat itu, Uni Soviet sedang pecah, dan kondisi kedua negara tidak stabil.
Nagorno-Karabakh adalah pusat dari ketegangan itu.
Mengutip The Strategist, Nagorno-Karabakh adalah daerah yang awalnya didominasi oleh warga Armenia.
Daerah 'kantong' itu ada di perbatasan Republik Sosialis Soviet Azerbaijan, yang memisahkan diri dari Uni Soviet sejak 1991.
Tahun itu, Azerbaijan nyatakan kemerdekaan mereka.
Konflik kemudian memanas dengan usaha untuk saling menguasai wilayah.
Armenia berusaha memenangkan wilayah itu, agar Agorno-Karabakh pecah dari Azerbaijan dan bergabung dengan mereka.
Armenia sendiri mendapat kemerdekaannya setelah Uni Soviet runtuh.
Perang tahun 1990-an tersebut berakhir dengan gencatan senjata pada Mei 1994, 30 ribu prajurit meninggal dan ratusan ribu orang kehilangan rumah.
Tidak hanya hapus etnis Azerbaijan di Nagorno-Karabakh, tapi juga wilayah di sekitarnya dikontrol oleh Armenia.
Pengamat menyebut kemenangan Armenia ada kaitannya dengan dukungan militer Rusia yang membalikkan keadaan melawan Azerbaijan.
Terlepas dari upaya kelompok Minsk yang diketuai oleh Rusia, Perancis dan Amerika Serikat untuk menengahi kesepakatan antara Armenia dan Azerbaijan mengenai Nagorno-Karabakh, perselisihan terus berlanjut selama seperempat abad.
Baca Juga: Ikut Wamil Lawan Azerbaijan, Atlet Kebanggaan Armenia Ini Tewas Mengenaskan di Nagorno-Karabakh
Namun kekhawatiran terus muncul, dan mungkin Rusia harus mengajak sekutunya untuk memulai menengahi kesepakatan dua negara tersebut.
Ancaman yang nyata
Dikutip dari Reuters, intelijen luar negeri Rusia peringatkan jika konflik Azerbaijan dan Armenia yang terus meluas dapat sebabkan ancaman nyata untuk Eropa.
Pasalnya, ketegangan itu akan menarik ribuan radikal Islami yang mengancam Moskow.
Sergei Naryshkin, kepala Jasa Intelijen Luar Negeri Rusia, mengatakan bahwa konflik yang meledak pada 27 September itu menarik orang-orang yang bisa disebut radikal dan teroris.
Orang-orang tersebut ditarik dari Timur Tengah, dan mereka bukanlah milisi sembarangan.
Mereka adalah grup milisi Hayat Tahrir al-Sham, grup yang aktif di Suriah, awalnya bernama Front Nusra.
Selain itu juga ada kelompok Firqat al-Hamza, Divisi Sultan Murad dan kelompok ekstrimis Kurdi yang tidak bernama.
"Kita membicarakan ratusan dan bahkan ribuan radikal yang berharap mendapat pundi-pundi uang dari perang Karabakh," ujar Naryshkin dalam sebuah pernyataan yang diunggah di situs resmi kelompok intelijen tersebut.
"Kita jelas tidak bisa khawatir jika Laut Kaspia Selatan akan menjadi lahan baru organisasi teroris internasional, dan melebar menyerang negara tetangga, termasuk Rusia."
Konflik di daerah kantong tersebut memang sulit untuk diurai.
Nagorno-Karabakh merupakan milik Azerbaijan berdasarkan hukum internasional, tapi dipimpin oleh etnis Armenia.
Kini, kekhawatiran meningkat seiring dengan terlibatnya Turki dalam membantu Azerbaijan, dan Rusia yang berpihak kepada Armenia.
Naryshkin lebih khawatir lagi konflik ini akan lebih besar daripada konflik sebelumnya.
Pasalnya, skalanya yang lebih besar dan fakta bahwa Turki terlibat mendukung Azerbaijan.
Sementara itu, Presiden Suriah Bashar al-Assad Selasa lalu menuduh Presiden Turki Erdoganmemutar balikkan konflik.
Ankara menampik mereka mengirim tentara bayaran untuk terlibat dalam perang ini.
Naryshkin memprediksi jika negara lain akan setuju meminta gencatan senjata dan duduk di meja negosiasi.
Namun prospek itu ditolak mentah-mentah oleh Ankara.
Meski Bashar menuduh Erdogan mengirim tentara bayaran, banyak warga Suriah sendiri yang justru ditarik Rusia untuk terlibat ke dalam peperangan itu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini