Penulis
Intisari-online.com -Nama Bashar al Assad mungkin cukup membuat banyak orang bergidik.
Bagi yang belum tahu, Bashar al Assad adalah presiden Suriah.
Ia sosok presiden yang kontroversial, bahkan terkenal sangat kejam.
Sudah dipahami jika Suriah sedang alami perang saudara selama 5 tahun terakhir, yang bermula pada 2015 silam.
Namun bercokolnya perang saudara itu jauh lebih lama terjadi.
Perang saudara tersebut dikabarkan disebabkan oleh munculnya demonstran Musim Semi Arab.
Kerusuhan tumbuh sejak protes kebangkitan dunia Arab tahun 2011 dan meningkat ke konflik bersenjata.
Diduga Bashar, yang telah memimpin Suriah sejak tahun 2000, adalah penyebab utama perang saudara itu.
Ia diduga memerintahkan tindakan keras dan pengepungan militer terhadap para demonstran, yang kemudian sebabkan perang saudara.
Perang semakin tidak terkendali dari tahun ke tahun, hingga akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendapat hasil penyelidikan jika Bashar terlibat dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Penyiksaan dan senjata kimia
Tuduhan disertai bukti yang kuat tunjukkan jika Bashar dan rezimnya tidak ragu untuk menindak keras penduduknya sendiri.
Ia gunakan penyiksaan dan senjata kimia, dan bahkan membom rumah sakit.
Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah merilis bahwa pihak berwenang Suriah telah menangkap sekitar 1,2 juta orang sejak konflik terjadi, yaitu Maret 2011.
Pada awal Juni, 12.325 orang dilaporkan tewas akibat mengalami penyiksaan di penjara pemerintah Suriah, kata SNHR dalam sebuah laporan yang dirilis pada awal tahun ini.
Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa terdapat setidaknya 12.989 orang yang masih dipenjara atau hilang. Sementara 16.000 lainnya hilang dalam tahanan oleh kelompok lain dalam perang Suriah.
Resolusi Dewan Keamanan PBB yang didukung oleh lebih dari 60 negara untuk membawa konflik Suriah ke Pengadilan Kriminal Internasional justru diveto oleh Rusia dan China pada Mei 2014.
Keterlibatan Rusia
Rusia secara khusus mengirim tentara mereka ke Suriah untuk menengahi ketegangan tersebut.
Mereka telah dikirim sejak tahun 2015, dan ini sudah menjadi 5 tahun mereka berada di Suriah.
Rusia lewat Menteri Pertahanannya, Sergei Shoigu, melaporkan jika pasukan Rusia yang bertugas di Suriah telah menggugurkan lebih dari 133 ribu orang militan selama 5 tahun masa operasi militer mereka.
Tidak hanya kelompok militan, pasukan Rusia juga berhasil menghabisi ratusan pemimpin geng yang cukup meresahkan.
"Sebanyak 865 pemimpin geng dan lebih dari 133.000 militan, termasuk di antaranya 4.500 militan dari Federasi Rusia dan negara-negara CIS, telah dieliminasi," ungkap laporan Shoigu yang dirilis di surat kabar Krasnaya Zvezda, seperti dikutip Sputnik News.
Namun sedikit yang tahu, Rusia dan Suriah saling bekerja sama memanfaatkan perang saudara itu.
Mengutip Kompas.com, Rusia dilaporkan mengirim 400 tentara bayaran dari Qamishli, Suriah, ke Libya untuk bertempur besama Khalifa Haftar.
Dilansir dari Yeni Safak, Minggu (20/9/2020), Rusia terus memperkuat pasukan Haftar di timur Libya untuk melawan Pemerintah Libya yang berbasis di Tripoli.
400 milisi tersebut berasal dari kelompok milisi Shabiha, sebuah kelompok yang dibentuk oleh Presiden Suriah Bashar al-Assad di Qamishli.
Milisi yang terdiri atas penjahat perang tersebut telah tiba di Pangkalan Udara Khmeimim di Provinsi Latakia, Suriah, setelah bertolak dari bandara Qamishli.
Rusia juga dilaporkan menggelontorkan dana sekitar 1.500 dollar AS (Rp 22 juta) hingga 2.000 dollar AS (Rp 29 juta) perbulan untuk setiap tentara bayaran yang dikirim ke Libya dari Suriah.
Bulan lalu, Rusia mencapai kesepakatan di Qamishli dengan 1.000 orang yang berusia antara 20 hingga 45 tahun, yang juga diharapkan segera dikirim ke Libya.
Jumlah tentara bayaran yang dikirim Rusia untuk Haftar dari berbagai provinsi di Suriah sejauh ini diperkirakan melebihi 5.000 milisi sebagimana dilaporkan Yeni Safak.
Prajurit asing di barisan Haftar termasuk di antaranya adalah tentara bayaran Rusia, milisi Janjaweed yang dibawa dari Sudan, serta pemberontak bersenjata dari Chad.
Shabiha
Kelompok milisi Shabiha, yang saat ini juga didukung oleh Iran, didirikan oleh Assad untuk menekan demonstrasi damai yang dimulai pada 2011.
Dalam pemilihan parlemen ketiga yang diadakan pada Juli tanpa partisipasi publik, rezim Assad juga membawa Shabiha ke parlemen.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah melaporkan kejahatan perang yang dilakukan oleh Shabiha.
Sejumlah kejahatan perang tersebut termasuk penggunaan senjata kimia, pemerkosaan, penyiksaan, penargetan permukiman sipil, dan penyebaran organisasi teroris.
Sangat membantu
Sementara Bashar al Assad secara terbuka memuji kehadiran militer Rusia di negaranya, karena mampu membantu melawan pengaruh kekuatan Barat.
Dalam wawancaranya dengan media Rusia, Zvezda, Assad mengatakan dua pangkalan utama Rusia penting untuk melawan kehadiran militer Barat di wilayah tersebut.
"Keseimbangan militer global memerlukan peran Rusia, hal ini membutuhkan pangkalan militer Rusia. Kita (Suriah) mendapatkan manfaat dari ini," ungkap Assad kepada Saluran TV Kementerian Pertahanan Rusia Zvezda yang dikutip Reuters.
Di samping pangkalan Hmeimim, Rusia juga mengontrol fasilitas angkatan laut Tartus di Suriah. Pangkalan angkatan laut tersebut juga menjadi satu-satunya pangkalan laut di Mediterania sejak era Uni Soviet.
Sebuah dokumen pemerintah Rusia yang diterbitkan Agustus lalu menunjukkan bahwa pihak berwenang Suriah telah setuju untuk memberi Rusia tambahan tanah dan perairan pesisir untuk memperluas pangkalan udara militernya di Hmeimim.
Assad mengakui bahwa sebelum kehadiran militer Rusia, militer Suriah menghadapi situasi berbahaya melawan pihak oposisi bersenjata, yang diduga secara langsung didanai oleh AS dan kekuatan Barat lainnya, termasuk Qatar dan Arab Saudi.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini