Advertorial
Intisari-Online.com - Saat ini, seluruh dunia tengah memfokuskan diri pada perang yang terjadi antara Armenia dan Azerbaijan.
Sebab, salah-salah perang antara dua negara bekas pecahan Uni Soviet ini bisa menjadi awal mula pecahnya Perang Dunia 3 yang lebih besar.
Mengingat hingga hari ini, perang antara dua negara masih berlanjut.
Dan seolah belum selesai ketakutan warga Eropa, dilaporkanTurki dan Yunani telah menyiapkan hotline militer di Laut Mediterania.
Sebelum perang antaraArmenia dan Azerbaijan terjadi, Turki dan Yunani memang sudah terlibat konflik panas di sana.
Hal ini dikarenakansumber daya energi dan perbatasan maritim.
Karena tak kunjung mereda, akhirnya merekamenyiapkan hotline militer.
Langkah tersebut diumumkan oleh blok militer NATO, di mana kedua negara menjadi anggotanya.
Baca Juga: Sedang Hamil? Ini 3 Manfaat Buah Nectarine Untuk Ibu Hamil
Ketegangan meningkat tahun ini ketika Turki mengirim kapal penelitian ke daerah yang disengketakan.
Itu terjadi ketika para pemimpin Uni Eropa (UE) bertemu untuk membahas hubungan kedua blok itu dengan Turki.
Turki telah menjadi kandidat jangka panjang untuk keanggotaan Uni Eropa tetapi upaya ini terhenti.
Ini karena para pemimpin Uni Eropa mengkritik catatan Turki tentang hak asasi manusia dan supremasi hukum, khususnya setelah kudeta militer yang gagal tahun 2016.
Tetapi Turki tetap menjadi mitra penting bagi UE.
Sebab Turki menampung jutaan migran dan membuat kesepakatan dengan UE yang membatasi jumlah yang tiba di Yunani.
Pengumuman hotline menyusul pembicaraan antara Turki dan Yunani di markas NATO di Brussels.
"Saya menyambut baik pembentukan mekanisme de-konflik militer, yang dicapai melalui keterlibatan konstruktif Yunani dan Turki, keduanya menghargai sekutu NATO," kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.
"Mekanisme keamanan ini dapat membantu menciptakan ruang bagi upaya diplomatik untuk mengatasi perselisihan yang mendasarinya dan kami siap untuk mengembangkannya lebih lanjut."
Mekanisme semacam itu memungkinkan komunikasi langsung antara dua sisi.
Contohnya saat Rusia dan ASberperangselama Perang Dingin dan telah beroperasi sejak itu.
Pada bulan Agustus, dua kapal perang Turki dan Yunani bertabrakan di Mediterania Timur.
Sejak itu ketegangan agak mereda, dengan kapal penelitian Turki meninggalkan daerah itu bulan lalu dan kedua belah pihak mengatakan mereka siap untuk melanjutkan pembicaraan.
Akan tetapi muncul berita bahwapara pemimpin Uni Eropa tiba di tempat lain di Brussel untuk pertemuan.
Di mana dalam pertemuan itu, mereka telah mendukung anggotanya, Siprus dan Yunani, untuk melawan Turki.
Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis mengatakan "provokasi" Turki harus dihentikan.
"Satu hal yang pasti: provokasi Turki, baik yang dimanifestasikan melalui aksi sepihak atau melalui retorika ekstrim, tidak dapat lagi ditoleransi," katanya.
SementaraPresiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan memberikan dukungan untuk Yunani dan Siprus, yang juga memiliki klaim atas sumber daya Mediterania.
Sementara Kanselir Austria Sebastian Kurz telah menyerukan sanksi terhadap Turki.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan Yunani dan Siprus atas ketegangan tersebut.
Tetapi dalam sebuah surat kepada para pemimpin UE, dia mengatakan menginginkan dialog.
Bisa dibilang, saat iniUni Eropa terpecah.
Ada tentang bagaimana cara menangani Turki, perpecahan tumpah di Belarusia, hingga perang Armenia dan Azerbaijan.