Advertorial
Intisari-Online.com - Ketika semua mata tertuju pada pandemi virus corona (Covid-19) dan konflik panas di Laut China Selatan, malah terjadi perang di Benua Eropa.
Tepatnya antaraArmenia dan Azerbaijan diNagorno-Karabakh yang diperebutkan di Kaukasus selatan.
Perang itu lantas menimbulkan korban jiwa mencapai lebih dari 100 orang.
Walau dikenal sebagai negara kecil, nyatanya perang itu menarik minat sejumlah negara dengan kekuatan militer terkuat di dunia.
Dilansir dari express.co.uk pada Kamis (1/10/2020), alasannya karena baikArmenia dan Azerbaijan beradadi perbatasan antara Eropa dan Asia.
Apalagi faktanya keduanyatelah terlibat bentrokan selama beberapa dekade.
Lalu bagaimana tanggapan Amerika Serikat (AS) atas perang ini?
Presiden AS Donald Trump menjawab pertanyaan media terkait perang antaraArmenia dan Azerbaijan.
Trump mengatakan AS akan berusaha menghentikan perang tersebut.
"Kami akan melihat apakah kami dapat menghentikannya," kata Trump.
Alasan terbesar Trump ingin menghentikan perang adalahArmenia dan Azerbaijan saling menuduh dan tragisya menargetkan warga sipil serta menggunakan senjata berat.
Secara terpisah, perang pecah di wilayah Nagorno-Karabakh, yang secara resmi merupakan bagian dari Azerbaijan tetapi dikendalikan oleh orang Armenia.
Menurut laporan The Guardian, pertempuran masih berlanjut hingga hari ini.
Kementerian pertahanan Armenia mengklaim sekitar 200 orang terluka. Sementara Azerbaijan mengklaim 26 warga sipil terluka.
Beberapa saat setelah perang pecah untuk pertama kalinya, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan pernyataan yang mengutuk pertempuranmematikan tersebut.
Morgan Ortagus, juru bicara departemen tersebut, mengatakan: “Amerika Serikat khawatir dengan laporan aksi militer skala besar di sepanjang Garis Kontak di zona konflik Nagorno-Karabakh."
"Di mana aksi militer itu telah mengakibatkan korban jiwa yang signifikan, termasuk warga sipil."
"Kami menyampaikan belasungkawa kami kepada keluarga mereka yang tewas dan terluka."
“Dengan begitu, Amerika Serikat mengutuk keras peningkatan kekerasan ini."
Wakil Sekretaris Biegun memanggil Menteri Luar Negeri Azerbaijan, Jeyhun Bayramov, dan Menteri Luar Negeri Armenia, Zohrab Mnatsakanyan.
Dia mendesak kedua belah pihak untuk segera menghentikan permusuhan, untuk menggunakan hubungan komunikasi langsung yang ada di antara mereka untuk menghindari eskalasi lebih lanjut, dan untuk menghindari tidak membantu.
Ini guna mengurangi ketegangan.
Tapi jika belum selesai, maka AS akan turun tangan.
“Amerika Serikat percaya kekerasan tidak akan membantu sama sekali. Malah hanya akan memperburuk ketegangan regional."
Menurut sejumlah ahli di AS, bentrokan baru-baru ini adalah yang paling kejam sejak 2016.
Kedua negara, yang sama-sama bekas Soviet, telah menjalin hubungan yang tegang sejak akhir tahun 80-an dan awal 90-an.
Gencatan senjata dideklarasikan pada tahun 1994 dan perdamaian formal tidak pernah disepakati.
Jadi, tak heran pertempuran keduanya terus-menerus terjadi.
Terakhir, masih harus dilihat bagaimana AS akan melangkah ke dalam konflik untuk mengupayakan resolusi damai.