Sesudah itu tersiarlah kabar tentang Persetujuan Ellsworth Bunker, yang mengatakan bahwa Belanda akan meninggalkan Irian Barat, bahwa wilayah ini akan diadministrasikan oleh PBB selama enam bulan dan kemudian diserahkan kepada Indonesia, menunggu plebisit.
Masa administrasi PBB di Irian bernama UNTEA dan pada mulanya membawa banyak kesibukan pada kantor perwakilan PBB di Jakarta, khususnya.
Kantor penerangan Iagi. Setiap orang yang mau ke Irian harus mendapat semacam "visa" dari PBB.
Karena kapal terbang ke Irian berangkat pukul 2 pagi dan daftarnya baru diantarkan kira-kira pukul 8 malam, maka ini berarti bahwa petugas-petugas Kantor Penerangan PBB tiap malam harus lembur.
Untung keadaan ini hanya berlangsung selama 1-2 minggu. PBB yang menyadari bahwa kami tak dapat menangani semua dengan staf kecil, mengirimkan staf khusus untuk persbalan UNTEA.
Baca Juga : Akui Kewalahan Tangani Israel, Inggris Serahkan Masalahnya ke PBB dan Akhirnya Justru Makin Runyam
Mereka mendirikan sebuah kantor perwakilan UNTEA di Jakarta dan orang-orang penerangan dapat berleha-leha Iagi, mengurus penerangan PBB yang biasa-biasa.
Bekas partisan
Peristiwa yang paling menggemparkan terjadi pada waktu situasi umum di Indonesia makin memusuhi negara-negara Barat, termasuk PBB.
Sebelum dan selagi terjadi apa yang dinamakan "Korifrontasi dengan Malaysia", di Jakarta banyak sekali diadakan demonstrasi: Demonstrasi anti-Inggris, demonstrasi anti Amerika.
Demontrasi ini berlaku dengan kekerasan dan ditujukan kepada perwakilan-perwakilan Inggris, Malaysia dan Amerika.
Orang-orang di kantor perwakilan PBB juga mulai kecut hatinya. Berbagai-bagai tindakan diambil untuk bersiap-siap mengungsi, kalau perlu.
Para istri pegawai PBB yang berkebangsaan Inggris atau Amerika dianjurkan untuk mengungsi ke Singapura sementara waktu. Tapi kantor perwakilan PBB jalan terus.
Baca Juga : Israel Pindahkan Ibukota ke Yerusalem, Tugas Pasukan PBB Asal Indonesia pun Makin Berat
Ketika pada suatu hari seorang staf bertanya pada kepala perwakilan PBB (orang Yugoslavia bernama Vojko Pavicic), apakah kantor ini tak perlu mendapat penjagaan ekstra (selama ini tidak ada penjagaan milker, hanya seorang jaga malam saja), ia menjawab: "Tidak usah. Saya percaya pemerintah Indonesia sadar akan kewajibannya memberi perlindungan pada PBB."
Suatu hari sekelompok pemuda meminta bertemu dengan beliau. Mereka diterima dengan ramah dan ia menjelaskan bahwa ia tidak berniat jahat, bahwa ia hanya menjalankan tugasnya sesuai dengan instruksi PBB dan bahwa PBB tidak memihak.
Sikapnya begitu tenang, sehingga mereka akhirnya keluar sambil mengucapkan terima kasih.
Pernah orang bertanya apakah ia tidak takut. Jawabnya: "Takut? Selagi muda saya seorang partisan (pejuang bawah tanah) menentang penindasan tentara Jerman atas negeri saya, Yugoslavia. Masakan saya akan takut pada anak muda yang berdemonstrasi ini?"
Baca Juga : Meski Pernah Membantai Ribuan Orang, Tentara Nazi Ini Akhirnya Dipercaya Jadi Pasukan Perdamaian PBB
Memang berkat sikapnya yang tegas, kantor perwakilan PBB tak pernah "diapa-apakan".
Bubaran
Nasib tak dapat dihindarkan. Beberapa bulan setelah almarhum Presiden Soekarno mengatakan, "Go to hell with your aid", kantor perwakilan PBB dan badan lain-lainnya (kecuali WHO) ditutup, yaitu tanggal 1 Februari 1965.
Berbagai-bagai keputusan diambil berkenaan dengan penutupan ini.
Semua peralatan PBB akan diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia. Semua arsip surat-menyurat harus dimusnahkan.
Selama tiga hari diadakan api unggun di pekarangan belakang untuk membakar semua surat-surat.
Baca Juga : Diancam PBB Melalui Sanksi, Korea Utara Malah Menggertak Seperti Ini
Para karyawan Indonesia (lokal) mendapat uang pesangon sesuai dengan peraturan PBB dan di samping itu para staf PBB berusaha mencarikan pekerjaan lain untuk mereka.
Semuanya ditampung di kantor-kantor lain, kecuali mereka yang sudah dengan sendirinya punya pekerjaan baru.
Saya sendiri mendapat hadiah pribadi dari Mr. Pavicic. Katanya, "Belikanlah hadiah untuk anakmu. Sampaikan salam dari Oom Vojko. dan bahwa saya mehyesal tak dapat berpamitan dengan dia." Matanya berlinang-linang.
Hari terakhir seluruh staf perwakilan PBB makan siang bersama di rumahnya dan salah seorang sekretaris yang pernah belajar di Hawaii menyanyikan lagu perpisahan: Aloha-oe, yang membuat semua orang keluar air mata lagi.
Dengan demikian tamatlah riwayat Kantor Penerangan PBB di Jakarta yang pertama. Semoga yang baru ini tidak akan mengalami nasib seperti yang lama.
Baca Juga : Menurut PBB Inilah Skenario Terburuk yang Akan Terjadi Jika Jumlah Pengungsi Rohingya Lebih dari 400.000
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Adrie Saputra |
KOMENTAR