Baca Juga : Donald Trump yang 'Ditertawai' dan 5 Momen Tak Terduga dalam Sidang Kehormatan PBB
Tanpa "kulo nuwun"
Kantor Penerangan PBB yang dulu itu tidak pernah bekerja secara seratus persen.
Masuknya di Indonesia pun tidak dengan "kulo nuwun" alias "izin masuk" resmi.
Seorang pejabat penerangan PBB, orang Norwegia bernama Olav Ritter, yang tadinya berkedudukan di Shanghai, menjadi semacam "pengungsi" tatkala Cina daratan dikuasai kaum komunis dan pemerintah Chiang Kai Shek melarikan diri ke Taiwan.
Olav Ritter tidak lama bertahan di Jakarta, ia kemudian diganti oleh seorang agen warga Pakistan, N.M. Rashed, yang juga tak tahan lama.
Sesudah itu Kantor Penerangan PBB di Jakarta tak pernah mempunyai petugas penerangan resmi dari Markas Besar PBB di New York.
Tapi kantornya jalan terus di bawah perlindungan Dewan Bantuan Teknik PBB, yang dianggap sebagai perwakilan PBB resmi.
Baca Juga : Indonesia Menjadi Anggota Dewan Keamanan PBB, Benarkah Cuma Status Simbolis yang Sia-sia??
Saya yang masuk kerja di Kantor Penerangan PBB sebagai pembantu pejabat penerangan, sesudah itu menangani segala pekerjaaan penerangan PBB di bawah pimpinan kepala Dewan Bantuan Teknik PBB, yang sekaligus merangkap kepala penerangan PBB.
Perlu diketahui bahwa politik PBB pada masa itu tidak membolehkan sebuah kantor perwakilan PBB dipimpin oleh orang yang kewarganegaraannya sama dengan negara lokasi kantor perwakilan.
Dengan lain perkataan Kantor Penerangan PBB di Jakarta tidak boleh dipimpin oleh seorang Indonesia. Apa kebijaksanaan ini masih berlaku sekarang, saya tidak tahu.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Adrie Saputra |
KOMENTAR