Dengan lambat kami mendekati pantai Jawa. Pemandangan yang terlihat hampir tak terperikan.
Segalanya telah diratakan menjadi gurun tak bertuan. Waktu kami berlabuh di Teluk Anyer, kami baru menyadari bahwa pelabuhan kecil itu sudah tidak ada lagi.
Baca Juga : Gunung Agung, 'Ring of Fire', dan 'Keakraban' Indonesia dengan Letusan Gunung Berapi
Semuanya telah tersapu bersih, tiada rumah, tiada semak, bahkan tak ada batu yang kelihatan!
Hanya sebuah tonggak masih menandai bekas tempat berdirinya mercu suar. Selebihnya tidak ada apa-apa lagi, kehampaan dan kesepian.
Yang dulunya merupakan kampung-kampung yang makmur, kini hanya hamparan lumpur kelabu. Sungai penuh dengan puing dan lumpur. Di mana-mana tak nampak tanda-tanda kehidupan.
Juga pulau-pulau di Selat Sunda tak luput dari musibah. Pulau Sebesi yang pernah dihuni dua ribu orang, kini hanya seonggok bukit abu.
Sampai puncaknya yang hampir lima ratus meter tingginya itu dan semua tumbuh-tumbuhan tak berbekas.
Tak terlihat perahu atau desa lagi. Demikian pula keadaan pulau-pulau lain, Pulau Sebuku dan Pulau Sangiang.
Hujan lumpur
Pada tanggal 29 Agustus kami kembali di Lautan Hindia. Makin ke Utara makin kurang kelihatan akibat malapetaka besar itu.
Kemudian di Padang dan beberapa tempat lainnya kami bertemu dengan orang-orang yang mendengar ledakan-ledakan dan gemuruh Krakatau.
Yang aneh ialah bahwa kami yang ada di tempat dekat Krakatu tidak mendengar dentuman-dentuman itu "
Baca Juga : Ambil Bebatuan di Gunung Berapi di Hawaii yang Bertulah, Keluarga Ini Mendapat “Ganjaran yang Setimpal”
Itulah kisah seorang penumpang kapal yang melihat malapetaka dari jarak jauh. Dari kota Teluk Betung sendiri ada saksi mata yang selamat.
Menurut dia gelombang pasang yang pertama tiba pada tanggal 27 Agustus pagi sekitar pukul setengah tujuh, yang merebahkan lampu pelabuhan, gudang batu baru, gudang di dermaga dan melemparkan kapal Barouw dari sisi timur bendungan melewati pemecah gelombang sampai ke Kampung Cina.
Gudang garam rusak dan Kampung Kangkung beserta beberapa kampung di pantai lainnya dihanyutkan.
Kapal pengangkut garam Marie terguling di teluk, tetapi kemudian dapat tegak kembali. Orang juga melihat kapal Loudon berlabuh, kemudian berlayar lagi pada pukul tujuh.
Langit berwarna kuning kemerah-merahan seperti warna tembaga, dari arah Krakatau terlihat kilatan-kilatan api, hujan abu turun tiada hentinya, tetapi sekitar pukul delapan keadaannya tenang.
Sementara orang yang sempat mengungsi ke tempat-tempat yang tinggi waktu itu masih sempat kembali ke rumah masing-masing untuk menyelamatkan apa saja yang masih bisa diambil, atau untuk melihat keadaan.
Kurang lebih pukul sepuluh tiba-tiba terdengar letusan hebat yang membuat orang terpaku. Suatu pancaran cahaya dan kilat terlihat di arah Krakatau. Segera setelah letusan itu hari mulai remang-remang.
Kerikil batu apung mulai bertaburan. Menjelang pukul sebelas hari gelap seperti malam, hujan abu berubah menjadi hujan lumpur.
Selanjutnya apa yang tepatnya berlangsung, tiada yang tahu, karena yang selamat berlindung di rumah residen dan hanya mendengar deru dan gemuruh sepanjang malam yang disebabkan oleh angin topan yang mematahkan ranting menumbangkan kayu-kayuan, melemparkan lumpur pada kaca-kaca jendela.
Baca Juga : Gunung Anak Krakau Erupsi: Dulu, Gunung Krakatau Pernah Meletus 10.000 Kali Lebih Dahsyat dari Bom Hiroshima
Para pelarian itu tidak sadar bahwa gelombang pasang sebenarnya sudah mendekati tempat pengungsiannya sejauh 50 m di kaki bukit.
Baru keesokan harinya orang mengetahui betapa besar penghancuran yang terjadi. Seluruh dataran diratakan dengan tanah, tiada rumah maupun pohon yang masih tegak.
Yang ada hanya abu, lumpur, puing, kapal ringsek dan may at manusia maupun hewan bertebaran di mana-mana.
Kapal Barouw sudah tak terlihat lagi. Baru kemudian kapal yang naas itu ditemukan di lembah Sungai Kuripan, di belakang belokan lembah pada jarak 3.300 m dari tempat berlabuhnya, dan 2.600 m dari Pacinan, tempatnya dicampakkan gelombang pertama pukul setengah tujuh itu.
Sejumlah perahu terkandas di tepi lembah, sebuah rambu laut ditemukan di lereng bukit pekuburan. Awak kapal Barouw, mualim pertama Amt dan juru mesin Stolk hilang tak ketahuan rimbanya.
Bagian pantai Sumatra yang terjilat malapetaka Krakatau yang paling parah, terutama yang letaknya berhadapan dengan Selat Sunda. Misalnya tempat-tempat di tepi Teluk Semangka.
Baca Juga : Erupsi, Status Gunung Anak Krakatau Naik Jadi Waspada, Tapi Belum Bahayakan Warga dan Penerbangan
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR