Penjudi dan pemilik kuda sekongkol dalam perjudian. Kuda pun disuntik asteroid, salah satu zat kimia untuk doping. Tak ada aturan di sini.
Kuda bisa disuntik di paha, di dada bahkan dibagian paling sensitif mematikan, di urat syaraf leher bawah telinga.
Kuda terjungkal dan mati di arena lomba akibat over dosis juga terjadi, sekitar tahun 2000-an, kata Umbu.
Nama kuda itu: Dangan, pemiliknya Bupati Waingapu Umbu Mehang Kunda (mendiang). Nama bupati, bukan nama kudanya, itu kini diabadikan sebagai nama bandara di Waingapu.
"Kuda itu roboh saat berpacu. Langsung mati dengan raut muka meringis," kata Umbu Harun seraya mengekspresikan mulutnya yang meringis, memperlihatkan gusi, deretan gigi atas bawah.
Di arena lomba tersedia belasan joki, bocah-bocah ringkih yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Meski bertubuh kecil, mereka bernyali besar. Lomba ini tak pakai pelana. Joki hebat bisa menyuruh kuda lari zigzag menghadang lawan yang mau nyalip.
"Joki penentu kemenangan. Sekali tanding dibayar Rp100 ribu. Dalam sehari bisa belasan kali tanding," kata Umbu.
Joki juga bagian dari kiat perjudian. Dia bisa memperlambat atau memperkencang lari kuda. Bahkan bisa sengaja menjatuhkan diri saat kuda berpacu agar terkalahkan. Dia disuap penjudi agar mengalahkan diri. Joki juga bisa celaka saat jatuh dan terinjak kuda. Mobil ambulans selalu siap di arena.
Para penjudi menghalalkan segala cara. Mereka bukan cuma warga Waingapu. Penjudi itu datang dari mana saja, suku apa saja. Bisa aparat negara, pedagang, cukong dari Surabaya, Jakarta, Bali, Medan.
(Baca juga: Secara Fisik, Wanita Tukang Selingkuh Terlihat Lebih Menggoda Bagi Pria)
"Keserakahan manusia itu mengerikan. Kuda disuntik bukan atas kemauan kuda sendiri. Kadang sampai mati. Ada yang loyo tak mau lari setelah disuntik asteroid melebihi takaran," tutur Umbu.
Maramba Meha, Kepala Dinas Pariwisata Sumba Timur, yang mendukung kegiatan pacuan kuda sebagai salah satu daya tarik turisme di Waingapu berkata bahwa doping sebaiknya dilarang dalam pacuan kuda.
Maramba, seperti para penyayang hewan umumnya, mengaku trenyuh menyaksikan kuda-kuda itu mati meringis di gelanggang pacuan akibat keserakahan manusia. (Antara/Mulyo Sunyoto)
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR