Dengan karisma dan keahlian politiknya, Ahmadinejad mendapatkan dukungan yang besar dari masyarakat.
Beberapa kebijakan yang diterapkan selama masa jabatannya sebagai wali kota termasuk menutup restoran cepat saji gaya Barat serta menyensor papan reklame yang memiliki referensi Barat.
Dia juga memperjuangkan pemisahan lift antara laki-laki dan perempuan, serta mengubah fungsi pusat budaya menjadi tempat ibadah selama bulan Ramadhan.
Selain itu, dia menginstruksikan pegawai pria di pemerintahan kota untuk memelihara jenggot dan mengenakan kemeja lengan panjang.
Mahmoud Ahmadinejad memulai langkah politiknya dengan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada tahun 2005, didukung sepenuhnya oleh para pemimpin konservatif.
Ia mengusung retorika yang merakyat, berjanji untuk mengatasi kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan korupsi di Iran, sambil menegaskan sikapnya yang anti-peningkatan hubungan dengan Amerika Serikat.
Dalam konteks politik yang terbentang, Ahmadinejad menghadirkan dirinya sebagai calon yang sederhana dan dekat dengan rakyat, sementara pesaingnya, Hashemi Rafsanjani, digambarkan sebagai figur yang terkait dengan korupsi.
Pada pemilihan, Ahmadinejad berhasil memenangkan suara mayoritas dengan 17 juta suara dari total 27 juta. Ia dilantik sebagai presiden pada 3 Agustus 2005 oleh pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Masa kepresidenan Ahmadinejad ditandai dengan citra kesederhanaan dan kedekatannya dengan rakyat. Ia menolak untuk tinggal di istana kepresidenan, lebih memilih tetap tinggal di rumahnya sendiri, meskipun akhirnya harus pindah atas saran dari penasihat keamanan.
Bahkan setelah menempati istana kepresidenan, Ahmadinejad memerintahkan penggantian perabotan mewah dengan yang lebih sederhana. Ia juga menolak kursi VIP di pesawat kepresidenan, lebih memilih menggunakan pesawat kargo.
KOMENTAR