Intisari-Online.com -Film"6 Days" yang akan tayang di Bioskop Trans TV pada Rabu (4/1/2023) diangkat berdasarkan kisah nyata pengepungan Kedutaan Besar Iran di London, Inggris pada 1980.
Sebuah kisah pengepungan yang pada akhirnya membongkar keberadaan sebuah pasukan khusus milik Inggris.
Film ini disutradai oleh Toa Fraser dan ditulis oleh Glenn Standringdan diproduksi oleh Timeless Films, sebuah perusahaan film yang berbasis di Selandia Baru.
Pemain utama dalam film yang dirilis pada 2017 ini adalah Jamie Bell, Mark Strong, Abbie Cornish, dan Martin Shaw.
Bergenre aksi, film ini berhasil meraih Silver Award dalam ajangNew Zealand Cinematographers Society 2017.
Kisah pengepungan Kedutaan Besar Iran
Seperti judul film yang mengangkat kisahnya, pengepungan Kedutaan Besar Iran di London berlangsung selama 6 hari, yaitu dari 30 April hingga 5 Mei 1980.
Dilansir dari nam.ac.uk, Rabu (4/1/2023), peristiwa ini sendiri berawal ketika enam orang bersenjata yang dipimpin oleh Oan Ali Muhammed menyerbu Kedubes Iran.
Sang pemimpin mengaku bahwa kelompoknya berasal dari FrontRevolusioner Demokratik untuk Pembebasan Arabistan atau Democratic Revolutionary Front for the Liberation of Arabistan (DRFLA).
Dalam tuntutannya, mereka ingin daerah yang menjadi basis DRFLA, yaitu Khuzestan, dibebaskan dari kekuasaan Iran.
Selain itu, mereka juga menuntut pembebasan untuk 91 orang etnis Arab yang ditahan di penjara Khuzestan.
Terakhir, mereka meminta agar bisa pergi meninggalkan London dengan selamat dengan cara disediakan satu pesawat khusus.
Jika tuntutan-tuntutan yang disebutkan harus bisa dipenuhi dalam satu hari tersebut tidak dipenuhi, kelompok DRFLA mengancam akan menghancurkan seluruh gedung, termasuk dengan 26 sandera.
Namun, Perdana Menteri Inggris saat itu, Margaret Thatcher, tidak berpikir panjang untuk segera menolak permintaan penyediaan pesawat untuk para penyandera.
Wanita berjuluk "Iron Lady" tetap teguh dengan pendirian selama enam hari penyanderaan berlangsung.
Meski pada dasarnya hukum internasional, menempatkan dirinya pada posisi sulit, yaitu gedung kedutaan besar tidak boleh diotak-atik oleh negara lain.
Apalagi, Iran sendiri ternyata tidak bisa diajak untuk berdiskusi dengan baik untuk mengatasi penyanderaan tersebut.
Hingga pada akhirnya, tepat di hari keenam, para militan yang frustasi karena tuntutannya tak dipenuhi memilih untuk membunuh salah satu sandera dan melemparnya keluar kedutaan.
Sang Wanita Besi pun bergerak cepat,dirinya langsung memerintahkan operasi khusus yang akan dilakukan oleh pasukan khusus mereka, Special Air Service (SAS).
Melalui Operasi Nimrod, pasukan SAS berhasil mendobrak masuk kedutaan melalui atap untuk kemudian menyelamatkan para sandera.
Operasi yang berlangsung selama 17 menit tersebut berhasil menyelamatkan 19 dari 20 sandera yang ada.
Sementara itu dari sisi para penyandera, pasukan SAS berhasil menewaskan lima dari enam orang penyandera.
Belakangan terbongkar bahwa keenam orang militan tersebut berhasil menembus Inggris melalui paspor Irak.
Bahkan, senjata-senjata yang mereka gunakan dilaporkan berhasil lolos dari pemeriksaan karena diselundupkan melalui tas diplomatik Irak.
Temuan ini tentu saja semakin memanas hubungan Iran-Irak, apalagi fakta mengungkapkan bahwaDRFLA didukung oleh Irak secara terang-terangan.
Namun, di luar isu memanasnya hubunagn Irak-Iran, pengepungan Kedutaan Besar Iran di London jelas-jelas telah membawa pasukan SAS ke pintu kemasyhuran.
Kesuksesan mereka menyelamatkan hampir semua sandera dalam waktu kurang dari 17 menit benar-benar menjadi titik penting ketenaran mereka.
Di hari-hari berikutnya, SAS harus sibuk dengan hal lain, mereka kewalahan menerima orang-orang yang ingin bergabung menjadi anggotanya.
Bagaimana dengan Margaret Thatcher? Namanya kian harum dan kian disegani tidak hanya di dalam, tapi juga di luar negeri.
Baca Juga: Fakta 'Panas' Politik di Balik Pertandingan AS vs Iran, Sudah Tegang Sejak 69 Tahun Lalu