Intisari-online.com - Pertandingan Iran vs Amerika di Piala Dunia 2022, di Qatar berakhir dengan skor 0-1 untuk kemenangan AS.
Pertandingan ini memang bukan pertandingan unggulan, karena kedua tim bukanlah tim favorit Piala Dunia.
Meski demikian, kedua negara ini memiliki risiko konflik sejak 69 silam.
Bahkan ketegangan geopolitik keduanya tak bisa dipisahkan walau dengan sepak bola sekalipun.
Sepak bola selalu ditujukan untuk tujuan non-politik.
Tapi hampir tidak mungkin menghapus politik dari sepak bola sebelum pertandingan penting antara AS dan Iran, menurut radio Qatar Al Jazeera.
Dengan kemungkinan kedua tim lolos ke babak sistem gugur, para penggemar dan penyelenggara mengharapkan pertandingan persahabatan di Stadion Al Thumama, menampilkan permainan yang indah dan kekuatan persatuan.
Beberapa hari sebelum pertandingan, ketegangan berkobar di luar lapangan ketika federasi sepak bola Iran mengajukan tuntutan hukum.
Iran menuntut FIFA mendiskualifikasi tim AS karena tidak menghormati bendera Iran.
Pimpinan tim AS kemudian mengakui kesalahan tersebut, menghapus postingan kontroversial di jejaring sosial.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan 12 jam sebelum waktu kick-off, radio Al Jazeera Qatar mengulas 69 tahun ketegangan dalam hubungan permusuhan antara AS dan Iran.
Baca Juga: Terlihat Dicas Sebelum Digunakan, Rupanya Ini Teknologi Canggih dia Balik Bola Piala Dunia 2022
Menurut para ahli, ketegangan hubungan AS-Iran berawal dari kudeta tahun 1953 yang menggulingkan Mohammad Mossadegh, perdana menteri Iran yang terpilih secara sah.
Central Intelligence Agency (CIA) AS berencana untuk mendukung kudeta di Iran
Karena Mossadegh ingin menasionalisasi industri minyak di mana perusahaan-perusahaan Amerika telah menggelontorkan uang ke Iran.
Pada 2013, CIA mengonfirmasi perannya dalam kudeta, mendukung diktator Iran pro-Amerika Mohammad Reza Pahlavi, lawan Mossadegh.
Pahlavi telah menjadi raja Iran sejak 1941.
Setelah kudeta, kekuasaan diambil alih oleh raja.
"Kudeta adalah awal dari rangkaian tragedi yang melanda Amerika Serikat dan sekutunya di Timur Tengah hari ini," kata mantan agen CIA Robert B Baer suatu kali.
Selama dua dekade berikutnya, Amerika Serikat dan Barat mempertahankan hubungan dekat dan memandang Iran sebagai sekutu.
Tapi kebencian terhadap rezim Iran pro-Amerika diam-diam membara dan memuncak dalam Revolusi Islam Iran pada 1979, kata Baer.
Revolusi Islam yang pecah pada tahun 1997 benar-benar mengubah Iran dan seluruh Timur Tengah.
Pemerintahan Pahlavi yang pro-Amerika digulingkan dan digantikan oleh pemerintahan teokratis.
Baca Juga: Terlihat Dicas Sebelum Digunakan, Rupanya Ini Teknologi Canggih dia Balik Bola Piala Dunia 2022
Pahlavi melarikan diri ke Mesir dan kemudian dikirim ke AS untuk pengobatan kanker.
Washington menyatakan bahwa alasan menerima mantan raja Iran adalah untuk "tujuan kemanusiaan", tetapi kemunculan Pahlavi di AS menciptakan gelombang anti-Amerika yang kuat di Iran.
Pada akhir 1979, mahasiswa Iran menyerbu kedutaan AS di Teheran, menangkap 52 diplomat dan warga negara AS selama 444 hari.
Pada April 1980, Presiden AS saat itu Jimmy Carter mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Iran karena krisis penyanderaan.
Hubungan kedua negara belum pulih.
Pada tahun 1980, perang Iran-Irak pecah.
AS diam-diam mendukung Irak dengan tujuan tidak membiarkan Iran menang dengan segala cara.
Perang berlangsung 8 tahun dan menyebabkan ratusan ribu orang tewas.
Sejak 1980, AS dan Iran telah mempertahankan keadaan konfrontasi tidak langsung.
Pada tahun 1983, lebih dari 243 tentara Amerika tewas dalam serangan bunuh diri di pangkalan AS di Beirut, Lebanon.
Tidak ada organisasi yang mengaku bertanggung jawab, tetapi AS saat itu mencurigai kelompok milisi Islam Hizbullah, sekutu Iran.
Amerika Serikat menempatkan Iran pada daftar "negara sponsor terorisme" pada tahun 1984.
Empat tahun kemudian, Angkatan Laut AS menembak jatuh sebuah pesawat sipil Iran, menewaskan 290 orang di dalamnya.
Pihak AS mengakui kesalahan tersebut dan menyebutnya sebagai "tragedi buruk".
Dengan berakhirnya perang Iran-Irak pada tahun 1988 dan kegagalan Iran untuk mencapai tujuan militernya, hubungan AS-Iran untuk sementara jatuh ke fase beku pada 1990-an.
Selama periode ini, Amerika Serikat mengalihkan fokusnya dari berurusan dengan Iran ke perang Teluk dan kemudian membendung kebangkitan Taliban di Afghanistan (1994-2001).
Pada tahun 1998, tim AS bermain melawan Iran dalam rangka Piala Dunia di Prancis.
Kedua tim melakukan gestur persahabatan, namun tim AS berinisiatif untuk berjabat tangan dengan tim Iran, dan para pemain Iran memberikan bunga kepada para pemain Amerika.
Kemenangan 2-1 Iran tahun itu menciptakan gempa perayaan di Teheran.