Dalam pidato dan presentasinya, Ahmadinejad menggunakan bahasa sehari-hari, yang menunjukkan kedekatannya dengan masyarakat.
Namun, langkah-langkah ini tidak selalu diterima baik oleh semua pihak, terutama oleh elit politik Iran, yang mengkritik kebijakan-kebijakan perubahan yang dilakukannya.
Di kancah internasional, Ahmadinejad dikenal karena sikap kerasnya terkait program nuklir Iran, yang menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat.
Dalam pidatonya di hadapan PBB pada tahun 2005, Ahmadinejad menyatakan bahwa program nuklir Iran adalah untuk tujuan damai.
Pada April 2007, ia mengumumkan bahwa Iran telah memulai produksi bahan bakar nuklir dalam skala industri, yang kemudian berujung pada penerapan sanksi internasional.
Selain itu, Ahmadinejad mencatat sejarah sebagai presiden pertama Iran yang mengunjungi Irak sejak terjadinya Revolusi Iran, yang menandai peningkatan hubungan antara Teheran dan Baghdad.
Hubungan Iran dengan AS di bawah kepresidenan Ahmadinejad menunjukkan beberapa tanda perbaikan setelah terpilihnya Barack Obama sebagai presiden AS.
Di bidang ekonomi, masa pemerintahan pertama Ahmadinejad diwarnai dengan peningkatan inflasi hingga mencapai 10 persen, disebabkan oleh kebijakan-kebijakan ekonominya dan dampak dari sanksi internasional.
Situasi ekonomi yang sulit ini menjadi sorotan utama menjelang pemilihan presiden Iran di tahun 2009.
Meski di dalam sejarah belum ada presiden Iran yang gagal memenangkan masa jabatan kedua, namun kebijakan ekonomi dan gaya kepemimpinan Ahmadinejad telah menimbulkan kritik dan membuat posisinya menjadi rentan.
Banyak pengamat memperkirakan Ahmadinejad akan dihadapkan pada tantangan serius dari penantangnya, terutama Mir Hossein Mousavi yang didukung oleh kelompok moderat di Iran.
Namun, pada pemungutan suara 12 Juni, Ahmadinejad berhasil memenangkan kembali jabatannya dengan lebih dari 60 persen suara, meskipun hasil pemilu tersebut dipertanyakan oleh sebagian besar oposisi, yang menyebutnya sebagai pemilu yang curang.
KOMENTAR