Hal ini dilakukan setelah Presiden Megawati Soekarnoputri menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2003 tentang Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku mulai Senin (19/5/2003) pukul 00.00 WIB.
Adapun usaha pemerintah yang ditempuh melalui kekuatan militer di Aceh juga mulai terlihat hasilnya pada tahun 2003.
Kesepakatan Helsinki
Gempa bumi yang menimpa wilayah Sumatera termasuk aceh pada 26 Desember 2004 memaksa kedua pihak yang bertikai untuk duduk bersama di meja perundingan, dengan inisiasi dan mediasi oleh pihak internasional.
Hal ini juga menjadi permulaan usaha GAM untuk menuntut kemerdekaan Aceh melalui jalur-jalur diplomatik.
Pihak pemerintah Indonesia dan GAM pada 27 Februari 2005 bersama-sama memulai langkah perundingan dengan melakukan pertemuan di Finlandia.
Delegasi Indonesia dalam perundingan itu diwakili oleh Hamid Awaluddin, Sofyan A. Djalil, Farid Husain, Usman Basyah, dan I Gusti Wesaka Pudja.
Sementara dari pihak GAM diwakili oleh Malik Mahmud, Zaini Abdullah, M Nur Djuli, Nurdin Abdul Rahman, dan Bachtiar Abdullah.
Dari pertemuan tersebutlah muncul beberapa kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan GAM untuk mencapai perdamaian.
Kesepakatan tersebut terdiri dari enam bagian, yaitu:
Menyangkut kesepakatan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh.
- Tentang Hak Asasi Manusia.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR