"Ada takut, heran dan aneh," tulis Kompas.com.
Sampai ketika perempuan tua kurus yang ia panggil "Oma Sin Nio" mendekap erat, perasaannya menjadi lebih tenang.
"Ya, senang karena saya boleh dibilang tidak pernah bertemu," kenang Rosalia yang tahun ini berusia 49 tahun.
Sin Nio tinggal di bedeng berukuran 2x3 meter "seperti kontrakan, tapi tidak selayaknya rumah".
Di ruangan itu terdapat tempat tidur sekaligus dapur. Bagian atas ruangan ini juga ditempati oleh orang lain yang ketika berbisik bisa terdengar sampai bawah.
Menginap beberapa malam di bedeng ini Rosalia tidak pernah bisa tidur nyenyak, karena setiap kali kereta api lewat seluruh bangunan bergetar seperti mau runtuh.
Jika ingin mandi cuci kakus, semua penghuni gubuk liar di sepanjang bantaran rel kereta ini harus keluar menuju kamar mandi umum.
Rosalia mengatakan masih punya ingatan samar tentang Sin Nio: Wajah penuh kerutan, rambut pendek, bertubuh kecil, dan berkulit hitam.
"Untuk ukuran orang Tionghoa, Oma [berkulit] hitam. Mungkin karena memperjuangkan pensiunan itu, Oma jadi lebih banyak di jalan, kepanasan," kata Rosalia.
Sementara itu, Rosy, kakak Rosalia, masih ingat betul dengan keseharian Sin Nio yang lebih sering menggunakan kain sarung.
"Tapi kalau lagi keluar dari rumah, baru pakai celana panjang," katanya, sambil menambahkan.
"Kita waktu kecil nggak terlalu banyak keinginan tahunya itu. Kalau kami dulu, boleh dibilang rasa penasaran, tapi nggak berani bertanya. Paling yang saya ingat, cuma tanya kok tinggalnya di tempat begini?" kata cucu tertua Sin Nio itu.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR