Sosok Sukarni Kartodiwirjo, Pemimpin Golongan Muda yang Berani Menculik Soekarno-Hatta

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Salah satu peristiwa yang menunjukkan keberanian Sukarni adalah penculikan Soekarno-Hatta.
Salah satu peristiwa yang menunjukkan keberanian Sukarni adalah penculikan Soekarno-Hatta.

Intisari-online.com - Sukarni Kartodiwirjo adalah salah satu tokoh pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.

Ia lahir di Blitar, Jawa Timur, pada 14 Juli 1916. Sejak usia muda, ia sudah terlibat dalam pergerakan nasional melawan penjajahan Belanda dan Jepang.

Kemudian dikenal sebagai pemimpin golongan muda yang berani dan militan.

Salah satu peristiwa yang menunjukkan keberanian Sukarni adalah penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.

Penculikan ini dilakukan bersama dengan para pemuda lainnya, seperti Chaerul Saleh, Wikana, dan Singgih.

Tujuan penculikan ini adalah untuk memaksa Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu persetujuan dari Jepang.

Penculikan ini dipicu oleh perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda mengenai waktu proklamasi.

Golongan tua, yang diwakili oleh Soekarno-Hatta, ingin mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh PPKI, yaitu badan yang dibentuk oleh Jepang untuk menyiapkan kemerdekaan Indonesia.

Golongan muda, yang dipimpin oleh Sukarni, menganggap bahwa PPKI adalah boneka Jepang dan tidak memiliki legitimasi untuk menentukan nasib bangsa Indonesia.

Pada 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir mendengar kabar dari radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu dalam Perang Dunia II.

Ia segera menemui Soekarno-Hatta untuk menyampaikan kabar tersebut dan mendesak mereka untuk segera mengumumkan kemerdekaan.

Baca Juga: Sosok Laksamana Maeda, Perwira Jepang yang Berjasa dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Namun, Soekarno-Hatta masih ragu-ragu karena belum mendapat kepastian dari pihak Jepang.

Mereka juga merasa bertanggung jawab sebagai anggota PPKI.

Mendengar jawaban Soekarno-Hatta, Sukarni dan para pemuda lainnya merasa tidak sabar dan khawatir bahwa Jepang akan menghalangi atau menggagalkan proklamasi.

Mereka kemudian merencanakan untuk menculik Soekarno-Hatta dan membawa mereka ke Rengasdengklok, sebuah desa di Karawang, Jawa Barat.

Di sana, mereka berharap dapat meyakinkan Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan tanpa campur tangan Jepang.

Pada dini hari 16 Agustus 1945, Sukarni dan kawan-kawan menjemput Soekarno-Hatta di rumah mereka masing-masing di Jakarta.

Mereka menggunakan mobil-mobil milik PETA (Pembela Tanah Air), yaitu pasukan sukarelawan yang dibentuk oleh Jepang.

Mereka juga membawa senjata api dan pisau untuk menghadapi kemungkinan perlawanan dari pengawal Jepang.

Soekarno dan Hatta tidak mengetahui tujuan penculikan ini.

Mereka berpikir bahwa mereka akan dibawa ke suatu tempat untuk mengadakan rapat dengan para pemimpin lainnya.

Namun, setelah beberapa jam berkendara, mereka sampai di Rengasdengklok dan disambut oleh para pemuda setempat.

Baca Juga: Sosok Ini Buka-bukaan Soal Penyebab Kualitas Udara Jakarta Yang Buruk Banget

Di sana, mereka disuruh masuk ke sebuah rumah milik seorang pedagang bernama Ahmad Sanusi.

Di rumah itu, Sukarni dan para pemuda lainnya berdebat dengan Soekarno-Hatta tentang pentingnya proklamasi kemerdekaan secepatnya.

Mereka berusaha meyakinkan Soekarno-Hatta bahwa rakyat Indonesia sudah siap untuk merdeka dan tidak perlu takut dengan ancaman Jepang atau Sekutu.

Mereka juga menunjukkan naskah proklamasi yang sudah disiapkan oleh Sayuti Melik.

Soekarno dan Hatta tetap bersikeras bahwa proklamasi harus dilakukan melalui PPKI dan dengan persetujuan Jepang.

Mereka khawatir bahwa proklamasi yang dilakukan secara sepihak akan menimbulkan kekacauan dan konflik dengan pihak-pihak lain.

Mereka juga mengingatkan bahwa Jepang masih memiliki kekuatan militer yang besar di Indonesia dan dapat menghancurkan perjuangan bangsa Indonesia.

Perdebatan ini berlangsung hingga siang hari. Sementara itu, di Jakarta, para pemimpin lainnya, seperti Ahmad Subardjo, Adam Malik, dan Sukarno Wirjosandjojo, mencari tahu keberadaan Soekarno-Hatta.

Mereka mendapat informasi dari seorang sopir PETA bahwa Soekarno-Hatta dibawa ke Rengasdengklok.

Mereka kemudian berangkat ke sana untuk menemui mereka.

Setelah sampai di Rengasdengklok, para pemimpin tersebut berhasil meredakan ketegangan antara golongan tua dan golongan muda.

Baca Juga: Indonesia Menyebut Sosok Ini Sebagai Penjahat Perang Brutal, Putrinya Mati-matian Membersihkan Namanya

Mereka juga membujuk Soekarno-Hatta untuk kembali ke Jakarta dan segera memproklamasikan kemerdekaan.

Mereka meyakinkan Soekarno-Hatta bahwa rakyat Indonesia sudah mendukung proklamasi dan siap menghadapi segala risiko.

Akhirnya, Soekarno-Hatta bersedia untuk kembali ke Jakarta.

Mereka meninggalkan Rengasdengklok pada sore hari dengan dikawal oleh para pemuda.

Di perjalanan, mereka sempat dihadang oleh pasukan Jepang yang mencurigai mereka.

Namun, berkat keberanian dan kelicikan para pemuda, mereka berhasil lolos dari pengejaran Jepang.

Soekarno-Hatta tiba di Jakarta pada malam hari.

Mereka langsung menuju rumah Laksamana Maeda, seorang perwira tinggi Jepang yang bersimpati dengan perjuangan Indonesia.

Di rumah itu, mereka bertemu dengan para pemimpin lainnya dan menyempurnakan naskah proklamasi.

Mereka juga menentukan tempat dan waktu pelaksanaan proklamasi.

Pada pagi hari 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta membacakan teks proklamasi di halaman rumah Maeda di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.

Peristiwa ini disaksikan oleh ratusan orang yang berkumpul di sana.

Dengan demikian, Indonesia resmi menyatakan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda dan Jepang.

Peristiwa penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok merupakan salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Peristiwa ini menunjukkan semangat dan tekad para pemuda untuk meraih kemerdekaan secepat mungkin.

Peristiwa ini juga menunjukkan peran Sukarni Kartodiwirjo sebagai pemimpin golongan muda yang berani dan militan.

Sukarni Kartodiwirjo tidak hanya berperan dalam penculikan Soekarno-Hatta, tetapi juga dalam berbagai peristiwa lainnya yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia.

Ia adalah salah satu pendiri Partai Murba, sebuah partai politik yang berhaluan sosialis dan anti-imperialisme. Ia juga menjadi anggota Konstituante dan DPR RI.

Sukarni Kartodiwirjo meninggal pada 7 Mei 1971 di Jakarta. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Pada 7 November 2014, ia dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo.

Gelar ini merupakan penghargaan atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Artikel Terkait