Untuk membuat keponakannya itu mengurungkan niatnya, Adipati Pragola memukulkan gagang tombak hingga mengenai pelipis keponakannya hingga berdarah.
Pasukan Mataram dipukul mundur oleh pasukan Adipati Pragola.
Akhirnya Panembahan Senapati sendiri yang harus menghadapi.
Perang kemudian terjadi kembali di dekat sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram dipimpin langsung oleh Senapati sendiri dan berhasil meredamkan pemberontakan itu.
Selama masa pemerintahannya, Anyakrawati menghadapi beberapa pemberontakan dari daerah-daerah bawahan Mataram.
Salah satunya adalah pemberontakan dari Pangeran Wirasaba, adik kandung Panembahan Senapati, yang menguasai daerah Wirasaba (sekarang Banyumas).
Pangeran Wirasaba tidak mau tunduk kepada Anyakrawati dan menganggap dirinya sebagai raja Wirasaba yang merdeka.
Anyakrawati menugaskan Patih Mandaraka untuk menumpas pemberontakan tersebut.
Patih Mandaraka berhasil mengepung dan menyerang kota Wirasaba dengan bantuan pasukan dari Pajang dan Surabaya.
Pangeran Wirasaba tidak mau menyerah dan melarikan diri ke hutan.
Patih Mandaraka mengejarnya dan berhasil menangkapnya.
Pangeran Wirasaba kemudian dibawa ke Mataram dan dihukum mati oleh Anyakrawati.
Anyakrawati wafat pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu rusa di hutan Krapyak.
ari peristiwa itu ia dikenal dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak alias Panembahan yang Meninggal di Krapyak.
Ia dimakamkan di Pasarean Mataram, sebuah kompleks pemakaman kerajaan di Kotagede, Yogyakarta.
Ia digantikan oleh putranya, Raden Mas Jatmika, yang bergelar Anyakrakusuma atau yang kita kenal sebagai Sultan Agung.
Terkait kematian Anyakrawati, ada sumber yang menyebut bahwa raja kedua Mataram itu tewas karena diracun oleh Juru Taman Danalaya abdi kesayangan raja sendiri.
Ki Juru Taman sendiri dikabarkan sebagai sosok yang sering membuat gaduh di lingkungan keraton.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR