Raja kedua Mataram, Susuhuna Anyakrawati, memerintah dalam waktu yang cukup pendek. Dia disebut meninggal saat berburu rusa di Hutan Krapyak.
Intisari-Online.com -Namanya nyaris tak sepopuler pendahulu apalagi penerusnya: Panembahan Senopati dan Sultan Agung.
Meski begitu, di masa dia berkuasalah Mataram memulai ekspedisinya ke Surabaya.
Dialah Susuhunan Anyakrawati, raja kedua Mataram Islam.
Anyakrawati menjadi raja Mataram dalam waktu yang relatif singkat, dari 1601-1613.
Dia tercatat mewarisi kepiawaian ayahnya dalam strategi perang dan berburu.
Itulah kenapa dalam gelarnya juga disematkan gelar "senapati ing ngalaga" yang bermakna orang yang pandai berperang.
Anyakrawati memiliki nama asli Raden Mas Jolang.
Dia adalah putra dari Panembahan Senapati, pendiri Mataram, yang lahir dari permaisuri bernama Waskita Jawi yang bergelar sebagai Kanjeng Ratu Mas.
Kanjeng Ratu Mas sendiri merupakan putri dari Ki Panjawi.
Raden Mas Jolang tumbuh sangat dekat dengan ayahnya, Panembahan Senapati.
Dia memiliki watak yang sama seperti ayahnya yang gemar mengembara dan ahli dalam memanah.
Dia juga memiliki kebiasaan berburu.
Tapi sayang, hobi berburunya inilah diduga telah merenggut nyawanya.
Benarkah?
Sebagai seorang raja, dia memiliki selera tinggi terutama dalam menata lingkungan karaton, yang belum begitu sempurna sepeninggalan Panembahan Senapati.
Pada 1601, Panembahan Senapati mangkat.
Selanjutnya, Raden Mas Jolang menggantikan posisi ayahnya sebagai raja Mataram.
Dia melanjutkan gelar ayahnya sebagai panembahan kemudian gelarnya saat jumeneng (naik takhta) sebagai Sunan Prabu Anyakrawati.
Masa pemerintahannya relatif pendek.
Dia memerintah selama dua belas tahun. Pada 1601-1613.
Kenaikan takhta Anyakrawati tidak berlangsung mulus.
Diasempat berjanji mengangkat Raden Mas Wuryah sebagai calon raja.
Raden Mas Wuryah adalah anak dari permaisuri pertama, Ratu Tulungayu, dari Ponorogo.
Sedangkan Raden Mas Jatmika (kelak kita kenal sebagai Sultan Agung) lahir dari Ratu Mas Adi yang bernama Dyah Banawati, putri Pangeran Benawa dari Pajang.
Saat itu status ibunya belum menjadi permaisuri, Anyakrawati masih menjadi pangeran.
Sebaliknya, Raden Mas Wuryah lahir ketika Anyakrawati sudah bertakhta.
Usia keduanya terpaut jauh.
Saat Anyakrawati wafat, Wuryah baru berumur 8 tahun dan Jatmika telah berumur 20 tahun.
Wasiat yang pernah disampaikan Anyakrawati itu rupanya menimbulkan persoalan serius.
Sebab, dia pernah berwasiat kepada Patih Mandaraka untuk mengusulkan Raden Mas Jatmika, dalam melanjutkan tapuk kepemimpinan negara.
Sebelum menjadi raja, Anyakrawati pernah diutus ayahnya untuk menumpas pemberontakan Adipati Pragola yang merupakan pamannya sendiri.
Adipati Pragola sendiri mengaku kecewa dengan keputusan Panembahan Senopati.
Kedua pasukan bertemu dekat Prambanan.
Adipati Pragola menolak untuk melawan keponakannya sendiri, dan ia meminta Panembahan Senapati sendiri yang menghadapinya.
Namun, Raden Mas Jolang menolaknya.
Untuk membuat keponakannya itu mengurungkan niatnya, Adipati Pragola memukulkan gagang tombak hingga mengenai pelipis keponakannya hingga berdarah.
Pasukan Mataram dipukul mundur oleh pasukan Adipati Pragola.
Akhirnya Panembahan Senapati sendiri yang harus menghadapi.
Perang kemudian terjadi kembali di dekat sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram dipimpin langsung oleh Senapati sendiri dan berhasil meredamkan pemberontakan itu.
Selama masa pemerintahannya, Anyakrawati menghadapi beberapa pemberontakan dari daerah-daerah bawahan Mataram.
Salah satunya adalah pemberontakan dari Pangeran Wirasaba, adik kandung Panembahan Senapati, yang menguasai daerah Wirasaba (sekarang Banyumas).
Pangeran Wirasaba tidak mau tunduk kepada Anyakrawati dan menganggap dirinya sebagai raja Wirasaba yang merdeka.
Anyakrawati menugaskan Patih Mandaraka untuk menumpas pemberontakan tersebut.
Patih Mandaraka berhasil mengepung dan menyerang kota Wirasaba dengan bantuan pasukan dari Pajang dan Surabaya.
Pangeran Wirasaba tidak mau menyerah dan melarikan diri ke hutan.
Patih Mandaraka mengejarnya dan berhasil menangkapnya.
Pangeran Wirasaba kemudian dibawa ke Mataram dan dihukum mati oleh Anyakrawati.
Anyakrawati wafat pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu rusa di hutan Krapyak.
ari peristiwa itu ia dikenal dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak alias Panembahan yang Meninggal di Krapyak.
Ia dimakamkan di Pasarean Mataram, sebuah kompleks pemakaman kerajaan di Kotagede, Yogyakarta.
Ia digantikan oleh putranya, Raden Mas Jatmika, yang bergelar Anyakrakusuma atau yang kita kenal sebagai Sultan Agung.
Terkait kematian Anyakrawati, ada sumber yang menyebut bahwa raja kedua Mataram itu tewas karena diracun olehJuru Taman Danalaya abdi kesayangan raja sendiri.
Ki Juru Taman sendiri dikabarkan sebagai sosok yang sering membuat gaduh di lingkungan keraton.