Ia juga mengutip perkataan Ibnu Taimiyyah: “Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan Madzhab Salaf, menisbahkan diri kepadanya dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama.”
Salah satu dari empat Mahzab fiqih yang terkenal (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) tidak mengikat Buya Hamka.
Lebih memilih untuk mengikuti dalil-dalil yang paling kuat menurutnya dari Alquran dan Hadis.
Pendapat-pendapat ulama lain yang berbeda dengannya dihormatinya.
Buya Hamka berkata: “Kita tidak terikat dengan pendapat-pendapat Imam-imam Mazhab, tetapi kita menghormati mereka. Kita tidak berani menyalahkan mereka, tetapi kita berani tidak mengikuti mereka.”
Pandangan terbuka tentang tasawuf dan tarekat juga dimiliki oleh Buya Hamka. Ia mengakui adanya manfaat dari zikir tarekat dalam membersihkan hati dari penyakit-penyakit batin. Ia juga mengkritik keberadaan tarekat-tarekat yang menyimpang dari ajaran Islam.
Ia berkata: “Tasawuf itu ada dua macam: Tasawuf yang baik dan Tasawuf yang buruk. Tasawuf yang baik ialah Tasawuf yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah. Tasawuf yang buruk ialah Tasawuf yang menyelisihi Alquran dan Sunnah.”
Demikianlah artikel tentang Buya Hamka: Perjuangan, Keistimewaan, dan Mahzab yang Digunakannya. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang sosok ulama besar Indonesia ini.
Baca Juga: Benarkah Teori Makkah Jadi Teori Masuknya Islam di Indonesia yang Paling Kuat?
KOMENTAR