Tidak hanya aktif dalam organisasi Islam, Buya Hamka juga menulis berbagai karya sastra dan ilmiah.
Di antara novel-novel yang ia tulis adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan Ayahku.
Selain itu, ia juga menulis buku-buku keagamaan seperti Tafsir Al-Azhar, Falsafah Hidup, Lembaga Hidup, Sejarah Umat Islam, dan Pelajaran Agama Islam.
Hidupnya penuh dengan tantangan dan cobaan.
Salah satunya adalah ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda karena dianggap terlibat dalam peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965.
Selain itu, ia juga pernah mundur dari jabatan Ketua MUI pada tahun 1981 karena merasa ditekan oleh menteri agama waktu itu, Alamsyah Ratu Perwiranegara.
Hal ini terkait dengan fatwa haram bagi umat Islam terkait perayaan Natal bersama yang dikeluarkannya pada tahun 1976.
Apa keistimewaan Buya Hamka?
Keistimewaan Buya Hamka terlihat dalam berbagai aspek. Pertama, ia memiliki kemampuan intelektual yang tinggi.
Berbagai ilmu pengetahuan seperti sastra, sejarah, filsafat, tasawuf, tafsir, hadis, fiqih, dan lain-lain dapat ia kuasai.
Selain itu, ia juga mampu menulis dengan gaya bahasa yang indah dan menarik.
Baca Juga: Buya Hamka: Sang Legenda yang Membawa Islam Moderat di Indonesia
KOMENTAR