Intisari-Online.com -Trailer film Buya Hamka akhirnya dirilis pada 20 Maret 2023 menjelang bulan Ramadhan.
Trailer yang berdurasi 2 menit 13 detik ini memberikan gambaran tentang kisah hidup seorang ulama, sastrawan, dan politikus Indonesia yang bernama Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama pena Hamka.
Film ini diproduksi oleh Starvision dan Falcon Pictures bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan disutradarai oleh Fajar Bustomi.
Dalam trailer tersebut, kita dapat melihat sosok Buya Hamka dari kecil hingga dewasa yang diperankan oleh beberapa aktor seperti Zayyan Sakha, Ajil Ditto, dan Vino G. Bastian.
Kita juga dapat melihat bagaimana Buya Hamka belajar agama dari ayahnya yang seorang ulama besar bernama Haji Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul (Mathias Muchus), merantau ke Deli untuk menekuni dunia jurnalistik dan sastra, berdakwah di berbagai tempat di Indonesia maupun internasional, serta terlibat dalam dunia politik sebagai anggota DPR RI dan Ketua MUI pertama.
Selain itu, trailer juga menampilkan sisi romantis Buya Hamka dengan istrinya Siti Rahmah (Laudya Cynthia Bella) yang selalu setia mendampinginya dalam suka dan duka.
Kita juga dapat melihat beberapa adegan dramatis seperti saat Buya Hamka ditangkap oleh Belanda karena dianggap sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, saat Buya Hamka menghadapi konflik dengan organisasi Islam lainnya karena perbedaan pandangan politik, serta saat Buya Hamka menghadapi kritik dan tantangan dari masyarakat karena karya-karyanya yang kontroversial.
Filmyang akan tayang padabioskop pada tanggal 20 April 2023 mendatang inimerupakan film yang ditunggu-tunggu oleh banyak penggemar karya-karya Buya Hamka seperti Tafsir Al-Azhar , Tasawuf Modern , Falsafah Hidup , Dibawah Lindungan Ka’bah , Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck , dan lain-lain.
Siapa itu Buya Hamka?
Buya Hamka adalah nama singkat dari Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau lahir di Desa Molek, Maninjau, Sumatera Barat pada 16 Februari 1908 dan wafat di Jakarta pada tanggal 24 Juli 1981 di umur 73 tahun.
Baca Juga: Benarkah Teori Makkah Jadi Teori Masuknya Islam di Indonesia yang Paling Kuat?
Beliau merupakan ketua MUI yang pertama menjabat. Sepanjang hidupnya, ia aktif di partai Masyumi dan ormas Muhammadiyah.
Buya Hamka dikenal sebagai ulama besar yang juga penulis produktif dan kritis. Beliau menulis banyak buku tentang agama, sejarah, sosial, budaya, politik, sastra, dan filsafat.
Namun dari sekian banyak karyanya tersebut, ada satu karya monumental yang menjadi mahakarya beliau sekaligus sumbangsih terbesarnya bagi dunia Islam Indonesia yaitu Tafsir Al-Azhar.
Apa itu Tafsir Al-Azhar?
Tafsir Al-Azhar adalah salah satu tafsir Al-Quran yang ditulis dengan bahasa Indonesia oleh Buya Hamka. Tafsir ini terdiri dari 10 jilid, yang masing-masing jilidnya terdiri dari 3 juz Al-Quran.
Nama tafsir ini diambil dari nama Universitas Al-Azhar di Mesir yang merupakan salah satu universitas tertua dan terkemuka di dunia Islam.
Tafsir ini dimulai pada tahun 1958 ketika Buya Hamka mendapat tawaran untuk menulis tafsir dalam majalah Panji Masyarakat milik Yayasan Pembangunan Jakarta.
Beliau menerima tawaran tersebut dengan syarat bahwa tulisannya tidak boleh disunting atau dipotong oleh redaksi majalah tanpa seizin beliau sendiri.
Namun tahukah Anda bahwa proses penulisan tafsir ini membutuhkan waktu dua puluh tahun? Mengapa demikian?
Salah satu alasan utama dari panjangnya waktu penulisan Tafsir Al-Azhar adalah sumber penulisan tafsir itu sendiri.
Buya Hamka menulis tafsir ini berdasarkan kuliah subuh yang disampaikan di Masjid Agung Al-Azhar Jakarta setiap hari.
Baca Juga: Alasan Buya Hamka Menolak Teori Gujarat dan Pilih Teori Makkah
Beliau tidak langsung menulis tafsiran dari awal hingga akhir surah, melainkan mengikuti urutan juz-juz Al-Quran.
Beliau juga tidak langsung menyelesaikan satu juz dalam satu kali kuliah subuh, melainkan membaginya menjadi beberapa bagian sesuai dengan tema atau topik ayat-ayatnya.
Buya Hamka baru mulai menulis tiap-tiap pagi waktu subuh sejak akhir tahun 1958 dengan membahas surah al-Kahfi sebagai juz pertamanya. Namun baru pada Januari 1964 beliau dapat menyelesaikan satu setengah juz saja dari juz 18 sampai juz 19.
Ini berarti beliau membutuhkan waktu enam tahun untuk menyelesaikan satu setengah juz dari tiga puluh juz Al-Quran.
Alasan lain adalah kesibukan dan keterbatasan dalam mengurus penerbitan tafsirnya.
Buya Hamka harus mengurus majalah Gema Islam yang menjadi media publikasi tafsirnya, serta menghadapi berbagai masalah politik dan sosial yang terjadi pada masa itu.
Alasan ketiga adalah penangkapan dan pemenjaraan Buya Hamka oleh penguasa Orde Lama dengan tuduhan subversif pada 27 Januari 1964.
Selama di penjara, beliau memanfaatkan waktunya untuk menulis dan menyempurnakan tafsirnya dengan bantuan para ulama dan utusan dari berbagai daerah. Namun beliau juga mengalami penyiksaan fisik dan mental dari para sipir penjara.
Baru setelah dibebaskan dari penjara pada Agustus 1966, Buya Hamka melanjutkan penulisan tafsirnya hingga selesai pada tahun 1981 sesaat sebelum beliau wafat.
Disebut karya monumental
Tafsir Al-Azhar sendiri dianggap sebuah karya monumental karena tafsir ini merupakan salah satu tafsir Al-Quran yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang mudah dipahami dan mengandung nilai-nilai kearifan lokal.
Baca Juga: Mengapa Buya Hamka Yakin Islam Dibawa Langsung Oleh Saudagar dari Makkah, Bukan dari Gujarat?
Tafsir ini juga mencerminkan kepribadian dan pandangan hidup Buya Hamka sebagai ulama sekaligus sastrawan yang menulis banyak buku tentang agama, sejarah, sosial, budaya, politik, sastra, dan filsafat.
Selain itu, tafsir ini memiliki karakteristik tersendiri yang lebih sosiologis dan komprehensif. Buya Hamka sering menghubungkan penafsirannya dengan kultur, budaya, dan momen sejarah yang terjadi di Indonesia.
Tidak hanya itu, tafsir ini juga merupakan hasil dari kuliah subuh yang disampaikan oleh Buya Hamka di Masjid Agung Al-Azhar Jakarta selama lebih dari dua puluh tahun hingga selesai pada tahun 1981 sesaat sebelum beliau wafat.
Tafsir ini juga mendapat pengakuan dan penghargaan dari dunia Islam internasional.
Baca Juga: Penjelasan Teori Buya Hamka Terkait Masuknya Agama Islam di Indonesia