Yongle juga dikenal sebagai penguasa yang terbuka dan toleran. Dia mendukung perdagangan maritim dan ekspedisi luar negeri.
Dia menugaskan Laksamana Zheng He untuk memimpin tujuh ekspedisi besar ke Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.
Dia juga menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga seperti Korea, Jepang, Tibet, dan Vietnam.
4. Xuantong, Kaisar Terakhir China yang Menjadi Boneka Jepang
Xuantong (1906-1967), lebih dikenal dengan nama pribadinya Henry Puyi, adalah kaisar terakhir China.
Dia naik takhta pada usia 3 tahun setelah kematian pamannya Guangxu pada tahun 1908. Dinasti Qing yang dipimpin oleh Manchu telah lama mengalami penurunan pada saat itu.
Pada tahun 1911, sebuah revolusi demokrasi pecah, dan Puyi turun tahta hanya beberapa bulan kemudian sebagai bagian dari negosiasi perdamaian.
Setelah lebih dari 2.000 tahun sebagai monarki, China menjadi sebuah republik. Meskipun tidak berdaya, Puyi diizinkan untuk mempertahankan gelarnya sebagai Kaisar Xuantong.
Pemerintah republik yang baru juga mengizinkannya tinggal di Kota Terlarang (Forbidden City) dengan tunjangan tahunan.
Kehidupan Puyi cukup nyaman dan damai sampai ia terpaksa pindah ke kota Tianjin pada tahun 1924. Selama waktu itu, Tianjin dibagi menjadi berbagai konsesi asing yang berbeda.
Puyi tetap tinggal di bagian kota yang dikuasai Jepang sampai tahun 1931. Pada tahun 1932, Jepang menguasai Manchuria, tanah air leluhur Puyi dari etnis Manchu.
Oleh Jepang, Puyi diangkat menjadi kaisar Manchukuo. Meski demikian, ia hanyalah seorang
kaisar boneka yang diperalat Jepang. Tentu saja tindakan Jepang dan Puyi membuat murka rakyat China saat itu.
Setelah Perang Dunia II usai, Soviet menahan Puyi di Uni Soviet selama lima tahun. Pada tahun 1950, Soviet akhirnya mengembalikan Puyi ke China.
Di sana, ia menghabiskan waktu di penjara selama hampir satu dekade. Setelah dibebaskan, Puyi bekerja sebagai tukang kebun di Kebun Raya Beijing.
Dia menghabiskan beberapa tahun terakhir hidupnya dalam kesunyian, merilis otobiografi dan meninggal karena kanker pada tahun 1967.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR