Intisari-Online.com - Hukuman mati yang diterima Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, merupakanjenis hukuman paling berat yang diberikan pengadilan bagi seseorang atas perbuatannya.
Di Indonesia, jenis hukuman ini bukanlah sesuatu yang baru.
Ada banyak orang yang sudah pernah dijatuhi hukuman mati. Sebagian besar karena kasus besar seperti bom hingga narkoba.
Tak hanya orang Indonesia, namun warga negara asing ada juga yang divonis hukuman mati di Indonesia.
Salah satunya adalahMary Jane Fiesta Veloso.
Dilansir dari kompas.com pada Selasa (21/2/2023), dia merupakan warga negara Filipina.
Pada25 April 2010, diabaru tiba di Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta dari Kuala Lumpur, Malaysia.
Namun saat kopernya melewati sinar-X, polisi curiga dengan isinya. Ketika diperiksa, mereka menemukan2,6 kgnarkoba jenis heroin.
Saat itu, heroin itudibungkus alumuniun.
Enam bulan kemudian, tepatnya pada Oktober 2010,Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan hukuman mati untuk ibu dua anak ini.
Hampir 5 tahun di penjara, pada29 April 2015, Mary Jane seharusnya dijadwalkandieksekusi mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Akan tetapi eksekusinya ditunda pada detik-detik terakhir. Mengapa?
Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (29/4/2015) silam, seseorang yangmengaku sebagai perekrutnya, Maria Cristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina.
Jadi ada surat dariPemerintah Filipina. Di mana kemungkinan ini adalahkasus human trafficking.
Ya, ada dugaan Mary Jane adalah korbankasus human trafficking.
Oleh karenanya, eksekusi mati Mary Jane ditunda. Namun bukan dibatalkan.
"Ada penundaan, bukan pembatalan," kata Presiden Jokowi di Gedung Bidakara, Jakarta pada2015 silam.
Selain karena menjadi korban perdagangan manusia, eksekusi mati terhadapnya juga ditunda karena besarnya tekanan. Entah dari nasional ataupun internasional.
Mulai dari masyarakat umum, anggota DPR, Komnas Perempuan, dan masyarakat internasional menyatakan Mary sebagai korban.
Memang pada akhirnya eksekusi mati tersebut ditunda. Tapi penundaan itu malah membuat nasibnya tidak jelas. Sebab hampir 13 tahun dia sudah menghabiskan waktunya di penjara.
Mary bahkan mengaku sempat depresi.
"Sayasangat stres, tidak bisa tidur, dan sempat membenci Tuhan. Ini tidak adil," ungkapnya.
Saat ini, Mary Jane mendekam didi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II B Yogyakarta, Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyawakarta (DIY).
Dari yang awalnya tidak bisa berbahasa Indonesia, dan hanya bisa berbahasa Tagalago. Kini dia mulai lancar berbahasa Indonesia.
Lebih dari itu, wanita ini kini sering membatik. Bahkan jumlahnya sudah tidak terhitung lagi.
Menurut Kepala Lapas,Ade Agustina, harga batik karya Marymemiliki harga jual yang cukup tinggi. Di mana mulai dijual dari Rp600.000 hingga jutaan.
Dengan cara itulah Mary bisaengirimkan uang ke keluarganya di Filipina.
Kini,Komnas Perempuan berharap Mary bisa mendapatkan grasi. Sebab dia dilaporkan berperilaku baik selama mendekam di penjara.
Baca Juga: Ferdy Sambo Dijatuhi Hukuman Mati,BeginiTata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia