Sejumlah pimpinan partai menolak hasil perjanjian itu, Kabinet Amir Sjarifuddin pun tidak lagi mendapat dukungan.
Lantas, Amir meletakkan jabatannya, sehingga berakhirlah pemerintahan Sayap Kiri.
Dalam pembentukan kabinet Hatta, fraksi Amir sempat ditawari posisi, tetapi tidak terjadi kesepakatan karena pihak Amir menginginkan posisi kunci.
Dengan tidak dicapainya kesepakatan, Hatta akhirnya membentuk kabinet baru tanpa golongan sayap kiri.
Program utama Kabinet Hatta adalah melaksanakan Perjanjian Renville dan rasionalisasi tentara Indonesia.
Kecewa dengan keputusan Hatta, golongan sayap kiri mulai masuk ke pihak oposisi dan melakukan rapat di Surakarta pada 26 Februari 1948.
Rapat itu menghasilkan pembentukan Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang terdiri dari PSI, PKI, PBI, Pesindo, dan SOBSI, dengan Amir Sjarifuddin sebagai pemimpinnya.
Dalam perkembangannya, FDR berubah menjadi radikal dan programnya fokus untuk menentang program Kabinet Hatta.
FDR memiliki dua basis kekuatan utama, yaitu TNI-Masyarakat dan SOBSI, yang merupakan organisasi buruh terbesar dengan hampir 300.000 anggota.
Saat Hatta memulai program rasionalisasi dan memandang TNI-Masyarakat sebagai organisasi militer berhalun komunis yang tidak terlatih kebencian FDR terhadap pemerintah pun semakin bertambah.
Kondisi Semakin Memanas setelah Kembalinya Musso
FDR mulai mencari dukungan dari para petani dan mendorong pemogokan buruh.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR