Bikin Soekarno Murka, dalam Aksinya Para Tokoh PKI Madiun Mengumumkan Berdirinya Apa?

Khaerunisa

Penulis

Amir Sjarifuddin digiring oleh aparat TNI setelah tertangkap pada November 1948 di Kudus, Jawa Tengah.
Amir Sjarifuddin digiring oleh aparat TNI setelah tertangkap pada November 1948 di Kudus, Jawa Tengah.

Intisari-Online.com - Dalam aksinya para tokoh PKI Madiun mengumumkan berdirinya apa?

Puncak pemberontakan PKI Madiun terjadi pada 18 September 1948, namun sebelum itu terjadi serangkaian peristiwa yang melatarbelakangi aksi tersebut.

Soekarno pun mengecam aksi PKI di Madiun, menyebutnya sebagai tindakan yang memecah belah umat dan pengacau.

Mengutip kemendikbud.go.id, untuk mengakhiri pemberontakan itu, pertama, Soekarno memperlihatkan pengaruhnya dengan meminta rakyat memilih Soekarno-Hatta atau Muso-Amir.

Kedua, Panglima Besar Sudirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan dibantu para santri.

Pada 30 September 1948, Madiun dapat diduduki lagi oleh RI, sementara beberapa petinggi PKI melarikan diri ke Tionghoa dan Vietnam seperti D.N Aidit dan Lukman.

Selain itu, Muso tertembak dalam pertempuran kecil di Ponorogo, sedangkan Amir Sjarifuddin ditangkap dan ditembak mati.

Setelah para tokoh PKI Madiun tersebut ditangkap dan dieksekusi, pemberontakan pun berhasil dipadamkan.

Pemberontakan ini berlangsung kurang lebih selama tiga bulan sebelum diakhiri oleh pemerintah Indonesia.

Peristiwa ini menjadi salah satu peristiwa pemberontakan paling besar dalam sejarah Indonesia.

Dalam peristiwa pemberontakan PKI Madiun diperkirakan korban mencapai 24.000 orang, 8.000 di antaranya dari Madiun, 4.000 di Cepu, dan 12.000 di Ponorogo.

Inilah yang diumumkan para tokoh pemberontakan PKI Madiun hingga dikecam Presiden Soekarno.

Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun 1948

Pemberontakan PKI Madiun sendiri memiliki latar belakang yang kompleks.

Terjadinya peristiwa ini diawali dengan jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin.

Ketika itu, Kabinet Amir Sjarifuddin tidak lagi mendapat dukungan setelah dituding membawa kerugian bagi Indonesia saat mengadakan Perjanjian Renville dengan Belanda.

Masa jabatan perdana menteri Amir Sjarifuddin berakhir pada 28 Januari 1948, kemudian, Mohammad Hatta pun maju membentuk kabinet baru.

Dalam pembentukan kabinet baru itu, fraksi Amir sempat ditawari posisi, tetapi tidak terjadi kesepakatan karena pihak Amir menginginkan posisi kunci.

Dengan tidak dicapainya kesepakatan, Hatta akhirnya membentuk kabinet baru tanpa golongan sayap kiri.

Kecewa dengan keputusan Hatta, golongan sayap kiri mulai masuk ke pihak oposisi dan melakukan rapat di Surakarta pada 26 Februari 1948.

Rapat itu menghasilkan pembentukan Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang terdiri dari PSI, PKI, PBI, Pesindo, dan SOBSI, dengan Amir Sjarifuddin sebagai pemimpinnya.

Kemudian dalam perkembangannya, FDR berubah menjadi radikal dan programnya fokus untuk menentang program Kabinet Hatta.

FDR memiliki dua basis kekuatan utama, yaitu TNI-Masyarakat dan SOBSI, yang merupakan organisasi buruh terbesar dengan hampir 300.000 anggota.

Sementara itu, program utama Kabinet Hatta adalah melaksanakan Perjanjian Renville dan rasionalisasi tentara Indonesia.

Saat Hatta memulai program rasionalisasi dan memandang TNI-Masyarakat sebagai organisasi militer berhalun komunis yang tidak terlatih, kebencian FDR terhadap pemerintah pun semakin bertambah.

Puncak Pemberontakan PKI Madiun 1948, Umumkan Hal Ini

Pemberontakan PKI Madiun diawali dengan melancarkan propaganda anti pemerintah dan pemogokan kerja oleh kaum buruh.

Pemerintah pun marah dan menuding pemogokan sebagai tindakan yang membahayakan Republik.

Kondisi yang sudah memanas diperparah dengan kembalinya Musso, tokoh komunis senior Indonesia yang pernah belajar ke Uni Soviet.

Musso kembali dan membentuk badan baru yang terdiri dari partai-partai sayap kiri.

Mereka lantas melakukan perjalanan propaganda ke Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menyebarkan komunisme.

Peristiwa itulah yang kemudian dijadikan alasan untuk melancarkan kampanye anti-PKI dan melakukan penculikan perwira kiri.

Memasuki bulan September 1948, terjadi aksi saling culik antara pemerintah dan golongan sayap kiri, hingga akhirnya Madiun menjadi daerah yang tersisa sebagai benteng terakhir FDR.

Pimpinan FDR lokal di Madiun khawatir sehingga kemudian pecahlah pemberontakan pada 18 September 1948.

Itu menjadi puncak pemberontakan PKI Madiun, di mana para pemberontak berhasil menguasai kota Madiun dan mengumumkan berdirinya Republik Soviet Indonesia.

Pada 19 September 1948 malam, Presiden Soekarno menyatakan bahwa pemberontakan Madiun adalah upaya untuk menggulingkan pemerintah Indonesia dan Musso sudah membentuk "Republik Soviet Indonesia".

Sementara Musso pada hari yang sama pukul 23.30, menyatakan perang terhadap Indonesia dengan menuding Soekarno dan Hatta menjadi budak imperialisme Amerika dan pengedar Romusha.

Namun setelah itu, beberapa pemimpin FDR justru memutuskan untuk berbalik arah, menyatakan kesediaan untuk berdamai dengan pemerintah Indonesia.

Mereka menyiarkan melalui radio bahwa apa yang terjadi di Madiun bukan kudeta, melainkan upaya untuk mengoreksi kebijakan pemerintah.

Pada 23 September 1948, Amir juga menyatakan bahwa konstitusi FDR adalah negara Republik Indonesia, bendera mereka tetap merah putih, dan lagu kebangsaan mereka masih Indonesia Raya.

Sayangnya, upaya tersebut tampak diabaikan pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia mengirimkan Brigade Siliwangi Letkol Sadikin untuk mengerahkan pasukannya dan menguasai Madiun

Untuk menghindari konflik dengan TNI, FDR/PKI pun mundur ke pegunungan.

Di bawah komando Amir, mereka melarikan diri dari Madiun dan menuju ke sebuah desa kecil bernama Kandangan sebelum akhirnya ditangkap.

Itulah Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948, salah satu pemberontakan besar dalam sejarah Indonesia.

Baca Juga: Tujuan PKI Menuntut Dibentuknya Angkatan Kelima Untuk Hal Ini, Berikut Sejarahnya

(*)

Artikel Terkait