Rumusan dasar negara usulan Soekarno tersebut kemudian dipakai sebagai acuan untuk pembicaraan lebih lanjut oleh panitia kecil yang dibentuk ketua BPUPKI.
Panitia kecil tersebut bertugas merumuskan kembali pokok-pokok pidato Soekarno.
Muncul selisih pendapat mengenai dasar negara yang secara garis besar terjadi antara dua golongan.
Golongan Islam menghendaki negara berdasarkan syariat Islam. Golongan kedua menghendaki dasar negara berdasarkan paham kebangsaan atau nasionalisme.
Selisih pendapat ini masih muncul di kemudian hari, meski dicapai pula hasil sidang BPUPKI usai dibentuk Panitia Sembilan.
Panitia Sembilan dibentuk untuk memecah kebuntuan dalam pertemuan Panitia Kecil dengan BPUPKI pada 22 Juni 1945.
Panitia Sembilan berhasil merancang teks proklamasi, yang kemudian dijadikan preambule atau pembukaan UUD 1945.
Di dalamnya, dimuat lima dasar negara yang pada pokoknya berbunyi:
Rancangan preambule yang disetujui pada 22 Juni 1945 itu dikenal sebagai Piagam Jakarta, kemudian dibacakan Soekarno pada sidang kedua BPUPKI,10 Juli 1945.
Namun, pada saat pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, pasal "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus.
Gantinya yaitu, "Ketuhanan yang maha esa" ditetapkan sebagai Pancasila yang menjadi dasar negara hingga hari ini.
Baca Juga: Dipimpin Soekarno, Bagaimana Proses Sidang Tidak Resmi yang Dilaksanakan BPUPKI?
(*)
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR