Terjadi Selisih Pendapat, Sidang Pertama BPUPKI Membahas Tentang Apa?

Khaerunisa

Editor

Sidang pertama BPUPKI membahas tentang apa?
Sidang pertama BPUPKI membahas tentang apa?

Intisari-Online.com - Terjadi selisih pendapat hingga sulit dicapai kesepakatan, sidang pertama BPUPKI membahas tentang apa?

BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia dibentuk untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka.

Badan ini awalnya dibentuk oleh Jepang untuk menarik simpati masyarakat Indonesia.

Kala itu menjelang akhir Perang Dunia II, Jepang yang terus mengalami kekalahan dalam perang membutuhkan banyak dukungan, termasuk dari Indonesia.

Jepang yang tahu rakyat Indonesia menginginkan kemerdekaan, memanfaatkan hal ini dengan menjanjikan kemerdekaan guna mendapatkan dukungan itu.

Pada 29 April 1945 BPUPKI resmi dibentuk, kemudian melaksanakan dua kali sidang resmi sebelum dibubarkan pada 7 Agustus 1945.

Sidang pertama diselenggarakan pada 29 Mei- 1 Juni 1945, kemudian sidang kedua pada 10-17 Juli 1945.

BPUPKI diketuai Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (Jepang) serta Soeroso.

Sementara anggotanya berjumlah 67 orang yang terdiri dari 60 orang Indonesia dan tujuh orang Jepang yang bertugas mengawasi.

Selanjutnya keanggotaan BPUPKI berubah dengan penambahan 6 orang Indonesia pada sidang kedua.

Selain sidang resmi BPUPKI, dilaksanakan juga sidang tidak resmi BPUPKI ketika sidang pertama tidak menghasilkan kesepakatan.

Inilah hal yang dibahas dalam sidang BPUPKI hingga terjadi selisih pendapat yang berlangsung alot.

Proses Sidang Pertama BPUPKI

Sidang pertama BPUPKI membahas tentang tentang dasar negara Indonesia.

Dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat, kemudian diminta pandangan anggota mengenai rumusan dasar negara Indonesia.

Ada 3 tokoh yang menyampaikan usulannya sejak hari pertama hingga hari terakhir sidang pertama BPUPKI.

Tokoh yang pertama kali mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan rumusan dasar negara Indonesia adalah Mohammad Yamin.

Disusul dua hari kemudian, atau pada 31 Mei 1945, dengan rumusan Dr Soepomo.

Di hari terakhir sidang ini, yaitu tanggal 1 Juni 1945, giliran Soekarno yang berpidato.

Dari tiga rumusan yang dipaparkan para tokoh tersebut, milik Soekarno paling diterima oleh seluruh peserta sidang.

Rumusan lima sila yang disampaikan Soekarno dinamakan Pancasila, berdasarkan saran temannya yang merupakan ahli bahasa.

Tanggal 1 Juni pun diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila hingga sekarang.

Adapun rumusan dasar negara yang disampaikan Soekarno adalah sebagai berikut:

  1. Kebangsaan Indonesia.
  2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan.
  3. Mufakat atau demokrasi.
  4. Kesejahteraan sosial.
  5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Selisih Pendapat Sidang BPUPKI

Rumusan dasar negara usulan Soekarno tersebut kemudian dipakai sebagai acuan untuk pembicaraan lebih lanjut oleh panitia kecil yang dibentuk ketua BPUPKI.

Panitia kecil tersebut bertugas merumuskan kembali pokok-pokok pidato Soekarno.

Muncul selisih pendapat mengenai dasar negara yang secara garis besar terjadi antara dua golongan.

Golongan Islam menghendaki negara berdasarkan syariat Islam. Golongan kedua menghendaki dasar negara berdasarkan paham kebangsaan atau nasionalisme.

Selisih pendapat ini masih muncul di kemudian hari, meski dicapai pula hasil sidang BPUPKI usai dibentuk Panitia Sembilan.

Panitia Sembilan dibentuk untuk memecah kebuntuan dalam pertemuan Panitia Kecil dengan BPUPKI pada 22 Juni 1945.

Panitia Sembilan berhasil merancang teks proklamasi, yang kemudian dijadikan preambule atau pembukaan UUD 1945.

Di dalamnya, dimuat lima dasar negara yang pada pokoknya berbunyi:

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemelukny
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rancangan preambule yang disetujui pada 22 Juni 1945 itu dikenal sebagai Piagam Jakarta, kemudian dibacakan Soekarno pada sidang kedua BPUPKI,10 Juli 1945.

Namun, pada saat pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, pasal "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus.

Gantinya yaitu, "Ketuhanan yang maha esa" ditetapkan sebagai Pancasila yang menjadi dasar negara hingga hari ini.

Baca Juga: Dipimpin Soekarno, Bagaimana Proses Sidang Tidak Resmi yang Dilaksanakan BPUPKI?

(*)

Artikel Terkait