Ibu kota baru Akhenaten, di tepi timur Sungai Nil, disebut Akhetaten, yang berarti ‘cakrawala Aten’, dan mengacu pada perbukitan yang membingkai matahari terbit.
Namanya asat ini, Tell el Amarna, juga digunakan untuk menunjuk situs Akhetaten.
Dia juga menyebut budaya luar biasa yang sempat berkembang pesat ketika agama baru (menyembah Aten) disertai dengan kebangkitan gaya seni revolusioner Amarna.
Pemerintahan Akhenaten tidak hanya melibatkan revolusi agama dan seni.
Dia mewarisi kerajaan yang kaut dan prestise ayahnya, Amenhotep III, dan terus membela kepentingan Mesir, terutama di Nubia, sebuah wilayah di selatan tempat mineral berlimpah.
Sampai hari kematian Akhenaten pada tahun 1336 SM, ibu kota Mesir Kuno adalah kota yang ramai yang penuh dengan itana dan kuil, rumah, barak, dan gedung administrasi.
Di gedung-gedung inilah ditemukan surat-surat diplomatik, dimulai dengan surat-surat dari Amenhotep III dan Ratu Tiye.
Kota kuno itu diidentifikasi di Amarna pada akhir tahun 1700-an ketika piramida Akhenaten ditemukan di tempat itu.
Sementara surat-surat diplomatik itu terungkap pada tahun 1880-an setelah serangkaian penemuan kebetulan.
Ketika keberadaan situs tersebut diketahui, maka diketahui bahwa itu sangat penting secara arkeologis.
Wallis Budge, kurator British Museum, berhasil mendapatkan 82 buah artefak.
Melalui pasar barang antik, banyak tablet juga mencapai Museum Mesir di Kairo dan Museum Staatliche di Berlin, melansir dari Historical Eve.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR