Pembagian talangan dana adalah konsorsium BUMN Indonesia menyetorkan kontribusi sebesar 60% dan sisanya dari modal konsorsium China, Beijing Yawan sebesar 40%.
Kesimpulannya, investasi awal megaproyek ini dan pembayaran cicilan pokok utang dan bunganya akan ditanggung oleh konsorsium PT KCIC.
Di dalamnya ada beberapa perusahaan BUMN yang terlibat antara lain PT KAI (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PTPN.
Empat BUMN ini membentuk usaha patungan yaitu PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.
Perusahaan ini menggenggam saham 60% di PT KCIC.
Dari total kebutuhan dana investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung, pinjaman dari CBD diperkirakan mencapai USD 4,55 miliar, setara dengan Rp 64,9 triliun.
Rp 4,3 triliun adalah base equity capital, atau kewajiban modal dasar dari konsorsium Indonesia.
Jumlah kewajiban dasar sisanya akan disetorkan dari konsorsium China.
Wijaya Karya dan tiga perusahaan lain harus menanggung Rp 4,3 triliun tersebut.
Cara keempat perusahaan ini menalangi Rp 4,3 triliun itu dengan KAI menyumbang Rp 440 miliar, Wijaya Karya Rp 240 miliar, Jasa Marga Rp 540 miliar dan PTPN VIII senilai Rp 3,1 triliun.
Sayangnya pandemi membuat keuangan perusahaan menjadi minim, sehingga keempat BUMN ini tidak bisa menjadi 'sapi perah' negara.
Akhirnya, APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) menjadi jalan keluar.
KOMENTAR