Intisari-Online.com - Tak berhenti dengan izinnya dicabut oleh Kementerian Sosial (Kemensos), kasus dugaan penyelewengan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT) kini memasuki tahap penyidikan.
Untuk diketahui, Kemensos telah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT karena ditemukan pelanggaran aturan terkait pemotongan dana sumbangan.
Pencabutan izin PUB ACT itu ditegaskan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 yang terbit pada 5 Juli 2022.
Sementara itu, kini Polri telah menaikkan kasus ACT tersebut ke tahap penyidikan.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Senin (11/7/2022).
"Perkara ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan," katanya.
Hal itu berarti polisi telah menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam dugaan penyelewenagan dana di lembaga filantropis tersebut.
Muncul dugaan terjadinya penyalahgunaan dana donasi untuk korban kecelakan pesawat Lion Air oleh mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
Kecelakaan pesawat yang dimaksud adalah yang terjadi pada pesawat Lion Air Boeing JT-610 tanggal 18 Oktober 2018 silam.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri mengatakan, sebagian dana sosial atau CSR dari pihak Boeing diduga digunakan untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.
“Sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi,” ucap Ramadhan pada Sabtu (9/7/2022).
Selain dugaan penyalahgunaan dana yang diungkapkan Polri tersebut, berikut ini temuan PPATK terkait dugaan penyelewengan dana ACT, salah satunya menyebut lembaga ini mentransfer dana ke salah satu anggota Al-Qaeda.
Berikut ini 3 daftar temuan PPATK seputar dugaan penyelewengan dana ACT:
1. Dana ACT diduga dikelola untuk bisnis
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya pengelolaan dana donasi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang dihimpun dahulu demi meraup keuntungan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menduga donasi tersebut dihimpun untuk dikelola secara bisnis ke bisnis sebelum akhirnya disalurkan.
“Sehingga, tidak murni menghimpun dana kemudian (lalu) disalurkan kepada tujuan. Tetapi, sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya,” kata Ivan dalam jumpa pers di kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Baca Juga: Apa Saja Susunan Acara yang Dilakukan pada Pembacaan Teks Proklamasi? Simak Ulasannya Berikut
2. Dugaan penyelewengan dana untuk kepentingan pribadi
PPATK juga menemukan adanya transaksi keuangan yang melibatkan entitas perusahaan dengan Yayasan ACT senilai Rp 30 miliar.
Saat ditelusuri, pemilik entitas perusahaan tersebut ternyata masih salah satu pendiri Yayasan ACT itu sendiri.
“Ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri Yayasan ACT,” ungkap Ivan.
Atas temuan tersebut, PPATK kini memblokir 60 rekening atas nama Yayasan ACT yang tersebar di 33 penyedia jasa keuangan.
Ivan mengatakan, 60 rekening yang diblokir sudah termasuk yang berafiliasi dengan ACT.
“Kami putuskan untuk menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama Yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan,” imbuh dia.
3. Dugaan indikasi dana mengalir ke Al Qaeda
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan mengenai dugaan adanya aliran transaksi ke anggota Al-Qaeda.
Diduga, transaksi tersebut dilakukan oleh salah satu pegawai ACT.
“Yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait Al-Qaeda,” kata Ivan dalam jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
PPATK pun telah mengirimkan data transaksi mencurigakan yang diduga terindikasi tindak pidana pendanaan terorisme kepada Densus 88.
Kini, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiterror Polri tengah mendalami secara intensif soal adanya aliran transaksi keuangan dari rekening Yayasan ACT ke anggota Al-Qaeda tersebut.
"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut," kata Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Densus 88 Kombes Pol Aswin Siregar saat dikonfirmasi, Kamis (7/7/2022).
Namun, Aswin menegaskan bahwa data dari PPATK masih perlu untuk ditelaah lebih lanjut.
"Data yang dikirim oleh PPATK bersifat penyampaian informasi kepada stakeholder terkait untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut," katanya.
Baca Juga: Kalender Juli 2022 Lengkap, Ada Tanggal Merah dan Libur Nasional
(*)