Intisari-Online.com -Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi perbicangan publik setelah Majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat'.
Dalam laporan tersebut, diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah, termasuk gaji Rp250 juta perbulan.
Hal ini kemudian dibenarkan oleh presiden ACT Ibnu Khajar bahwa gaji petinggi ACT khusunya jabatan presiden mencapai Rp250 juta per bulan.
Ibnu mengatakan bahwa gaji dengan jumlah fantastis itu diterapkan pada awal tahun 2021 lalu.
Kementerian Sosial (Kemensos) kemudian mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT pada tahun 2022.
Pencabutan ini dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan Yayasan.
Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy mengungkapkan bahwa pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap.
Dalam keterangan tertulis, Rabu, Muhadjir mengatakan, "Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut."
Muhadjir mengatakan bahwa langkah pencabutan izin ditempuh lantaran pemotongan uang donasi lebih besar dari ketentuan yang diatur.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan menyebutkan bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
Sementara dari hasil klarifikasi, Presiden ACT Ibnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.
Muhadjir mengatakan, "Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen. Sementara itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul."
Berbicara mengenai lembaga ACT yang operasionalnya hingga ke berbagai negara, tak jarang ACT menggunakan tokoh berpengaruh untuk mempromosikan lembaganya.
Salah satunya Menko Polhukam Mahfud Md.
Mahfud Md mengungkapkan bahwa dirinya pernah 'ditodong' ACT untuk endorsement kegiatan kemanusiaan mereka.
Alasan kemanusiaan di sejumlah wilayah konflik kemudian memicu Mahfud untuk memberikan endorse untuk ACT.
Mahfud kemudian menceritakan mengenai endorsement ini dalam unggahan di akun Twitternya berikut dengan video endorsement.
Berikut ini unggahan Mahfud di akun Twitternya pada tanggal 5 Juli 2022.
Dalam unggahan tersebut, Mahfud menyebutkan bahwa dirinya memberi edorsement pada kegiatan ACT tahun 2016/2017 karena alasan pengabdian kemanusiaan di Palestina, korban ISIS di Syria, dan bencana alam di Papua.
Mahfud merasa kecewa karena dana-dana yang dihimpun kemudian diselewengkan.
Sehingga, Mahfud mengatakan bahwa ACT harus dikutuk dan diproses secara hukum pidana.
Mahfud menuliskan, "Pd 2016/2017 sy prnh memberi endorsement pd kegiatan ACT krn alasan pengabdian bg kemanusiaan di Palestina, korban ISIS di Syria, dan bencana alam di Papua. Tp jika ternyata dana2 yg dihimpun itu diselewengkan maka ACT bkn hny hrs dikutuk tp juga hrs diproses scr hukum pudana."
Mahfud menyebut bahwa dia pernah 'ditodong' ACT untuk memberikan endorsement setelah memberikan ceramah di masjid.
Kini, Mahfud sudah meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membantu pengusutan dugaan penyelewengan dana yang dihimpun ACT.
"Saat meminta endorsement pihak ACT tiba-tiba datang ke kantor saya dan pernah menodong ketika saya baru selesai memberi khutbah Jum’at di sebuah madjid raya di Sumatera. Mereka menerangkan tujuan mulianya bagi kemanusiaan. Sy sdh meminta PPATK utk membantu POLRI dlm mengusut ini," ujarnya.