Intisari-Online.com -Dugaan penyelewengan dana di lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) berujung pada pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT oleh Kementerian Sosial (Kemensos).
Izin PUB ACT dicabut karena ditemukan pelanggaran aturan terkait pemotongan dana sumbangan oleh ACT.
Menurut temuan Kemensos, ACT memotong dana sumbangan hingga 13,7 persen, lebih besar dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengamanatkan pemotongan dana maksimal 10 persen dari total sumbangan.
Sementara dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.
Dalam keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022), Menteri Sosial ad interim Muhadjir Effendy mengatakan, "Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial, sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut."
Pencabutan izin PUB ACT ditegaskan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 yang terbit pada 5 Juli 2022.
Muhadjir mengatakan, tak menutup kemungkinan pihaknya akan memberikan sanksi lanjutan terkait kasus ini.
Menanggapi besar potongan donasi yang dilakukan ACT, sejumlah pengguna sosial media kemudian membeberkan terkait pemotongan yang dilakukan sejumlah lembaga sosial lainnya.
Salah satu warganet sambil menautkan link terkait Unicef menulis, "Tahu ga berapa % @UNICEFIndonesia potong donasi? 28%."
Dari link itu lantas terungkap bahwa rincian penggunaan 5 persen untuk admin dan operasional kantor, juga 23 persen untuk fundraising.
Sehingga, hanya 72 persen dari donasi yang murni untuk program.
Itu pun sudah termasuk operasional program.
Melansir UNICEF Indonesia dari pertanyaan 'dari donasi yang dikumpulkan, berapa banyak yang dialokasikan untuk anak-anak?', UNICEFIndonesia menjawab sebagai berikut:
Pada tahun 2019, dari setiap Rp100.000 yang didonasikan masyarakat:
- Sekitar Rp72.000 digunakan langsung dalam program untuk anak (Rp72.000 dari Rp100.000 = 72%)
- Hanya sekitar Rp5.000 yang dialokasikan untuk operasional UNICEF di Indonesia, seperti kegiatan administrasi, kebutuhan tenaga kerja, dll. (Rp5.000 dari Rp100.000 = 5%)
- Sebanyak Rp23.000 diinvestasikan kembali untuk kegiatan penggalangan dana dan mendapatkan Rp100.000 berikutnya untuk anak-anak Indonesia. (Rp23.000 dari Rp100.000 = 23%)
Jadi, untuk total potongan donasi UNICEF di Indonesia adalah 5% + 23% = 28%.
Selain itu, terungkap pula bahwa Oxfam Internasional melakukan pemotongan sebanyak 30 persen.
Warganet lainnya mengungkap sambil menautkan link terkait lembaga tersebut, "@Oxfam gimana? Sama. 30% utk nonprogram. Nonprogram itu terdiri dr fundraising, marketing, trading, dan administration (7.2%). Kebanyakan INGO atau badan @UN mmg ambil potongan donasi ~30%."
Sementara itu, dalam konferensi pers, Rabu (6/7/2022), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menduga dana yang dikelola Yayasan ACT bersifat business to business.
Artinya, dana yang dihimpun tidak langsung disalurkan ke pihak yang membutuhkan, melainkan dikelola dalam bisnis terlebih dahulu.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, "Ada transaksi memang yang kita lihat itu dilakukan secara masif tapi terkait dengan entitas yang dimiliki oleh si pengurus tadi. Jadi kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari business to business, jadi tidak murni penerima menghimpun dana kemudian disalurkan, tapi kemudian dikelola dulu dalam bisnis tertentu."
Ivan mengatakan, dari dana yang dikelola itu, Yayasan ACT mendapat keuntungan.
"Di situ tentunya ada revenue, ada kentungan dan ini PPATK terus melakukan penelitian," ujar Ivan.