Intisari-Online.com -Hingga kini,invasiRusiakeUkrainamasih terus berlangsung sejak pasukan Rusia memasuki Ukraina pada Kamis (24/2/2022).
Jumat (25/2/2022), Amerika Serikat (AS) mengatakan akan menjatuhkan sanksi kepada Presiden Rusia Vladimir Putin dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, menyusul pengumuman serupa oleh Inggris dan Uni Eropa (UE) setelah seranganRusiakeUkraina.
Meski demikian, Putinjustru memerintahkan untuk memperkuat pertahanannya.
Putin bahkan memerintahkan kepala pertahanannya untuk menempatkan "pasukan penangkal" nuklir dalam siaga tinggi pada Minggu (27/2/2022).
Putin menuduh Barat mengambil langkah-langkah "tidak bersahabat" terhadap negaranya.
Namun, ancaman nuklir Putin semakin membingungkan karena berangkat dari doktrin pencegahan nuklir Rusia yang sudah mapan.
Pada 2020, Putin menyetujui prinsip-prinsip dasar dengan empat kasus ketika Moskwa dapat menggunakan senjata nuklir.
Prinsip-prinsip itu adalah ketika rudal balistik ditembakkan ke wilayah Rusia atau sekutu saat musuh menggunakan senjata nuklir, serangan terhadap situs senjata nuklir Rusia, atau serangan yang mengancam keberadaan negara Rusia.
Tak satu pun dari kriteria tersebut terpenuhi dalam konflik Rusia Ukraina saat ini.
Terlebih lagi, Rusia bergabung dengan empat anggota tetap Dewan Keamanan PBB pada Januari dalam menandatangani dokumen yang menegaskan bahwa perang nuklir tidak dapat dimenangi dan tidak boleh diperangi.
Ancaman verbal terbaru Putin menunjukkan ambiguitas, bahkan mungkin kemunafikan, dari jenis deklarasi ini, kataMarc Finaud, ahli proliferasi nuklir di Geneva Centre for Security Policy.
"Jika kita menerapkan doktrin (pernyataan bersama) akan ada upaya pelucutan senjata besar-besaran."
"Padahal kita melihat relatif sedikit yang dilakukan ke arah itu."
Untuk saat ini, "masih ada risiko kesalahan yang sangat tinggi atau salah tafsir" atau bahkan manipulasi disengaja yang dapat memicu serangan nuklir, tambahnya.
Mengapa nuklir Rusia siaga diumumkan secara terbuka?
Dengan bantuan Barat yang mengalir ke Ukraina dan sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia serta para elitenya, deklarasi publik Putin dapat menjadi upaya untuk memecah belah musuh-musuhnya.
Pemimpin Rusia itu berani bertaruh pengambil risiko, kata Eliot A Cohen dari Center for Strategic International Studies (CSIS) di Washington.
"Apa yang dia coba lakukan adalah menyerang kita semua secara psikologis".
Khalfa setuju bahwa sisi psikologis sangat penting, dan Putin "berkeinginan mencegah Barat melangkah lebih jauh dengan sanksi ekonomi".
"Semua orang berkumpul di belakang bendera Ukraina, dan dia memiliki keinginan untuk membuat perpecahan antara pemerintah aliansi (NATO) dan opini publik di negara-negara Barat," terangnya.
Namun, Khalfa juga ingat bahwa "menurut pendapat semua orang yang telah bertemu Putin, dia mengisolasi dirinya sendiri, terkunci dalam logika paranoid... strateginya tidak mungkin untuk dibaca.
(*)