Diklaim Sebagai 'Ras Kulit Putih Paling Murni', Kecantikan Wanita Sirkasia Justru Berujung Petaka, Picu Genosida Warga Muslim oleh Kekaisaran Rusia

K. Tatik Wardayati

Penulis

Kecantikan wanita Sirkasia yang pernah menjadi standar kecantikan bahkan oleh peradaban barat.

Intisari-Online.com – Kalau Anda diberi sebuah pertanyaan, wanita cantik itu seperti apa, maka akan beragam jawabannya.

Ada seseorang yang menjawab cantik itu seperti Angelina Jolie, cantik itu seperti Lady Diana, atau bahkan cantik itu seperti Putri Eswatini dari Afrika.

Cantik itu relatif, demikian banyak dikatakan orang, maka setiap orang, terutama pria, akan memandang kecantikan seorang wanita pun berbeda-beda.

Dari segala kecantikan seorang wanita, ada suatu wilayah yang kecantikan wanitanya pernah menjadi standar dunia, bahkan diakui oleh peradaban barat.

Benarkah ada tempat seperti itu?

Wilayah yang dimaksud adalah Sirkasia, yang merupakan sebuah etnis yang berasal dari Pegunungan Kaukasus, dari tempat inilah sejak 5 abad lampau, stereotip kecantikan feminin wanita yang ideal begitu melekat.

Bahkan kecantikan para wanita Sirkasia ini muncul dalam karya-karya sastra Eropa, seperti karya Voltaire dan Mark Twain.

Dan kecantikan mereka itu menjadi pakem cover iklan produk kosmetik di akhir abad 19 hingga awal abad ke-20.

Baca Juga: Tak Hanya Terkenal Sebagai Don Juan Dengan Kekasih yang Mengantri, Vladimir Putin Ternyata Punya Istana Megah Senilai Rp19 Triliun, Lengkap Dengan Teater, Kasino, Sampai Klub Wanita Cantik

Baca Juga: Jasadnya Terlunta-lunta Selama 6 Dekade, Tsar Nicholas II Nyatanya Pernah Terbius Muslihat Penyihir Bejat Rasputin, Orang Suci nan Cabul yang Dikte Kekaisaran Rusia

Kedatangan pelaut dari Genoa pada abad ke-15 ke pantai Sirkasia inilah yang membawa reputasi kecantikan para wanita dari wilayah itu.

Dari para pelaut itulah muncul informasi tentang kecantikan wanita yang hidup di pegunungan ekstrim Kaukasus.

Sayangnya, para wanita yang disebut cantik ini kemudian diburu menjadi budak dan harem, khususnya oleh Rusia dan kerajaan Safawiah serta Qajar yang merupakan dua dinasti besar dari tanah Persia.

Citra wanita Sirkasia semakin naik derajatnya ketika sebagian dari mereka menjadi istri dari beberapa Sultan Turki Utsmani, Ottoman.

Awal abad ke-19, Johann Friedrich Bluemncach mengemukakan teori ‘Hierarki Rasial’, yaitu orang-orang di wilayah Kaukasus merupakan contoh ‘ras kulit putih’ paling murni yang dinamai ‘caucasian race’ atau ras Kaukasia.

Ironisnya, karena kecantikan para wanita Sirkasia ini, menjadikan negara mereka terkenal, sekaligus menjadi incaran para penjajah, bermula dari sebuah wilayah merdeka hingga dicaplok oleh Rusia.

Perlawanan keras dari Sirkasia ini membuat Rusia melakukan tindakan represif, dengan melakukan genosida pada abad ke-19, yang menyebabkan 1,5 juta etnis Sirkasia tewas terbunuh.

Pada era Tsar Rusia inilah nasib bangsa Sirkasia berubah drastis, ketika Tsar Rusia pada pertengahan abad ke-19 memperluas wilayahnya ke selatan dan menargetkan wilayah Kaukasus tempat orang Sirkasia bermukim yang sebelumnya berada di bawah pengaruh Kekhalifan Turki Utsmani.

Baca Juga: Tewaskan Seperlima Jumlah Penduduk Selama Empat Tahun, Inilah Kekejaman Rezim Pol Pot, Pemimpin Komunis Khmer Merah Kamboja yang Dalam Operasi Gerilya Terima Dukungan Senjata dari China

Baca Juga: Lahir dari Seorang Pegawai Pos Biasa di Kekaisaran Ottoman, Inilah Mehmed Talaat Pasha, Lancarkan Genosida Armenia yang Makan Korban Hingga 600 Ribu Orang

Rusia memandang penduduk yang mendiami Kaukasus Utara sebagai suku-suku barbar dari pegunungan yang dijuluki sebagai ‘khishchniki’ yang berarti pencuri atau perampok karena dianggap telah menyerang benteng Rusia.

Tentara Rusia kemudian mengembangkan strategi retribusi baru di awal tahun 1800-an terhadap serangan Sirkasia, mereka diperintahkan untuk menyerang desa-desa tempat keluarga para pejuang Sirkasia tinggal.

Tentara Rusia melakukan berbagai pembunuhan dan penculikan untuk menghapus dukungan pedesaan yang luas yang dinikmati pejuang Sirkasia sebagai penduduk dataran tinggi.

Bahkan tanaman dan ternak pun dihancurkan oleh tentara Rusia, yang membuat rakyat jelata Sirkasia tidak bisa bertahan hidup, yang kemudian dipaksa untuk tunduk pada aturan Rusia atau diusir dari desa mereka.

Penaklukkan Rusia atas Sirkasia selesai pada tahun 1864, kemudian banyak orang Sirkasia meninggalkan negara itu.

Catatan Ottoman menunjukkan sekitar 595 ribu orang Sirkasia meninggalkan wilayah itu menuju Kekaisaran Ottoman (sekarang disebut Turki) antara tahun 1856 dan 1864.

Lalu, pada tahun 1945 lebih dari 66 ribu penutur asli Sirkasia di Turki dan komunitas Sirkasia yang lebih kecil berada di Suriah, Yordania, Irak, dan Iran.

Namun, Rusia masih menganggap sisa-sisa orang Sirkasia sebagai musuh.

Baca Juga: Islam Kembali Dituding Jadi Dalang Holocaust Usai MUI Tolak Museum Holocaust di Sulut, Pertemuan Hitler Ini Pemicunya

Baca Juga: Meskipun Diperlukan dalam Perang, Namun Inilah Lima Taktik Perang Paling Brutal Sepanjang Sejarah Peperangan, Salah Satunya Dilakukan Bangsa Mongol Hingga Menghilangkan Sebelas Persen Populasi Bumi

Invasi Rusia di wilayah itu telah berakhir, namun Kaukasus Utara masih menjadi daerah operasi militer selama beberapa dekade dan melakukan serangkaian intimidasi.

Peristiwa itu menyebabkan munculnya tuduhan bahwa Kekaisaran Rusia telah melakukan kejahatan perang berupa pembersihan etnis dan genosida terhadap bangsa Adghe Sirkasia.

Baca Juga: Bak Lupa Kekejamannya Sendiri, Israel Sok-sokan Kecam China Atas Perlakuan Kejamnya Terhadap Minoritas Uighur, Rupanya Diminta Sekutunya Ini

Baca Juga: Bertekad Babat Habis Keturunan Warga Palestina Agar Seutuhnya Musnah, Israel Gigit Jari Temui Keberanian Pemuda Palestina Selundupkan Calon Kehidupan Ini Agar Jadi Putra Putri Palestina di Masa Depan

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait