Disebut Hanya Gertakan, Pasukan Nuklir Rusia Siaga Tinggi Justru Dinilai Analis sebagai Langkah Putus Asa Rusia dalam Invasi ke Ukraina

Tatik Ariyani

Penulis

Putin perintahkan pasukan nuklir Rusia dalam siaga tinggi

Intisari-Online.com -Pada hari Minggu, Presiden Rusia Vladimir Putinmerintahkan untuk menempatkan pasukan nuklir Rusia dalam siaga tinggi.

Langkah tersebut adalah bagian dari pola peningkatan ketegangan menyusul serangan Rusia ke Ukraina.

Tetapi para analis mengatakan langkah itu kemungkinan merupakan gertakan baru yang berbahaya.

Kekuatan Barat termasuk Amerika Serikat (AS) dan NATO memprotes dengan tajam setelah Putin mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi bahwa "pasukan pencegah" nuklir negara itu ditempatkan "ke dalam mode layanan tempur khusus".

PBB menyebut gagasan penggunaan senjata nuklir "tak terbayangkan", sementara pemerintah Ukraina mengatakan pihaknya melihat langkah itu sebagai upaya intimidasi karena delegasi dari kedua negara bersiap untuk bertemu untuk pembicaraan eksplorasi.

Sama seperti di NATO, sebagian dari senjata nuklir Rusia berada dalam kesiapan konstan dan “dapat diluncurkan dalam waktu 10 menit”, kata Marc Finaud, pakar proliferasi nuklir di Pusat Kebijakan Keamanan Jenewa, melansir Al Jazeera, Minggu (28/2/2022).

“Entah hulu ledaknya sudah terpasang di rudal, atau bomnya sudah ada di atas” pesawat pengebom dan kapal selam, jelasnya.

Dalam artikel Jumat untuk Buletin Ilmuwan Atom, pakar Hans Kristensen dan Matt Korda menulis bahwa Rusia menempatkan hampir 1.600 hulu ledak dikerahkan.

Baca Juga: Dikenai Banyak Sanksi dari Barat, Putin Justru Makin Garang, Perintahkan Pasukan Nuklir dalam Siaga Tinggi

Baca Juga: Terkuak 'Benang Merah' Penyebab Perang Rusia - Ukraina, Bahan Bakar Senjata Nuklir yang Dijual Negara Tetangga ke Ukraina Ini Bikin Rusia Mengamuk dan Siap Mengambilnya Kapan Saja

“Karena pasukan strategis Rusia selalu waspada, pertanyaan sebenarnya adalah apakah [Putin] telah mengerahkan lebih banyak kapal selam atau mempersenjatai para pembom,” tulis Kristensen di Twitter pada hari Minggu.

Sementara itu, sebagian besar analis mengatakan bahwa menggunakan opsi nuklir adalah langkah putus asa akibat kemunduran militer Rusia sejak menyerang Ukraina pekan lalu.

“Rusia frustrasi menghadapi perlawanan Ukraina,” kata David Khalfa dari Jean Jaures Foundation yang berbasis di Paris, sebuah think-tank berhaluan kiri.

Alih-alih kemenangan cepat dengan serangan lapis baja yang mengklaim sebagian besar wilayah, Moskow sekarang menghadapi “perang gerilya perkotaan, dengan kemungkinan besar korban di antara tentara Rusia”, tambahnya.

Eliot A Cohen dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington, DC, mengatakan para pemimpin militer Rusia mengharapkan kampanye yang lebih mudah.

"Fakta bahwa mereka tidak menggunakan superioritas udara sekarang dalam empat hari ini, itu cukup mengungkap," kata Cohen.

“Anda mulai melihat kelemahan di medan perang. Fakta bahwa mereka belum bisa menduduki kota dan mempertahankannya, itu memberitahu Anda sesuatu.”

Dengan bantuan Barat yang mengalir ke Ukraina dan sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia dan elitnya, deklarasi publik Putin dapat menjadi upaya untuk memecah belah musuh-musuhnya.

Baca Juga: Diklaim Sebagai 'Ras Kulit Putih Paling Murni', Kecantikan Wanita Sirkasia Justru Berujung Petaka, Picu Genosida Warga Muslim oleh Kekaisaran Rusia

Baca Juga: Jadi Tempat Nabi Muhammad Mengikat Buraq saat Isra Miraj, Bangunan Ini Justru Lebih Dikenal Sebagai Tempat Umat Yahudi Seantero Bumi Berdoa

Pemimpin Rusia “adalah seorang pengecoh dan pengambil risiko,” kata Cohen. "Apa yang dia coba lakukan adalah memengaruhi kita semua secara psikologis."

Khalfa setuju bahwa "sisi psikologis sangat penting," dengan Putin "berkeinginan untuk mencegah Barat melangkah lebih jauh dengan sanksi ekonomi".

“Semua orang berkumpul di belakang bendera Ukraina, dan dia memiliki keinginan untuk membuat irisan antara pemerintah aliansi [NATO] dan opini publik di negara-negara Barat,” katanya.

Tetapi Khalfa juga mengingat “menurut pendapat semua orang yang telah bertemu Putin, dia mengisolasi dirinya sendiri, terkunci dalam logika paranoid … strateginya tidak mungkin untuk dibaca.”

Ancaman nuklir Putin semakin membingungkan karena berangkat dari doktrin pencegahan nuklir Rusia.

Pada tahun 2020, Putin menyetujui “prinsip-prinsip dasar” dengan empat kasus ketika Moskow dapat menggunakan senjata nuklir.

Itu adalah ketika rudal balistik ditembakkan ke wilayah Rusia atau sekutu, ketika musuh menggunakan senjata nuklir, serangan terhadap situs senjata nuklir Rusia, atau serangan yang mengancam keberadaan negara Rusia.

Tak satu pun dari kriteria tersebut telah terpenuhi dalam konflik saat ini.

Terlebih lagi, Rusia bergabung dengan empat anggota tetap Dewan Keamanan PBB pada bulan Januari dalam menandatangani dokumen yang menegaskan bahwa “perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan tidak boleh dilakukan”.

Baca Juga: Dikenai Banyak Sanksi dari Barat, Putin Justru Makin Garang, Perintahkan Pasukan Nuklir dalam Siaga Tinggi

Baca Juga: Berusia 5.300 Tahun, Tengkorak yang Ditemukan Ini Buktikan Operasi Telinga Pernah Dilakukan pada Zaman Kuno yang Menurut Para Peneliti Dianggap ‘Menyakitkan’

Artikel Terkait