Intisari - Online.com -"Jika Anda melihat ke TV melihat mata Vladimir Putin, terlihat ia adalah seseorang yang tangguh dan kurasa ia tidak peduli pandangan dunia terhadapnya."
Pendapat itu disampaikan oleh Perdana Menteri federal Australia, tapi bukan karena konflik Rusia - Ukraina yang hari ini memasuki hari ketiga.
Pengamatan ini mundur pada tahun 2008 lalu, ketika Putin mengirimkan pasukannya menyerang Georgia, meraih kendali atas wilayah Ossetia Selatan dan Abkhazia.
Agresi Putin saat itu memberi kekalutan luar biasa bagi Australia, bahkan bisa dibilang seperti sakit kepala sebesar nuklir.
Kini, masalah yang sama dihadapi Australia setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Melansir Lowy Institute, tahun 2007 Putin pergi ke Australia pertama kali mendarat ke Sidney untuk pertemuan APEC.
Ia bertemu dengan mantan perdana menteri John Howard, lalu Putin menandatangani kesepakatan yang jelas-jelas menyatakan penjualan uranium Australia ke Rusia.
Oposisi Buruh saat itu mendukung ekspor tersebut.
Kemudian hanya sehari saja kesepakatan dapat diratifikasi di tahun berikutnya, Putin menyerang Georgia.
Pada September 2008 pemerintah Rudd menarik rem penjualan uranium untuk menghentikan aksi Moskow.
Kesepakatan itu terjerat dalam komite perjanjian parlemen, seolah-olah karena kekhawatiran untuk memastikan uranium Australia tidak dapat digunakan untuk bahan bakar persenjataan senjata nuklir Rusia.
“Jika dia berubah pikiran tentang kegunaan yang akan dia gunakan, saya tidak berpikir kita akan memiliki cara melawan yang efektif sama sekali,” kata anggota parlemen dari Partai Buruh Kelvin Thomson, ketua komite perjanjian, dan dia yang melihat ke dalam mata Putin.
Tetapi industri lokal menepis ketakutan ini karena perlindungan tertulis dalam perjanjian.
Tujuan sebenarnya adalah untuk menambah tekanan diplomatik pada Rusia atas Georgia.
Kemudian hampir 18 bulan berlalu, dengan kondisi dinilai sudah cukup kondusif, kesepakatan penjualan uranium Australia dilanjutkan.
Sebuah pengiriman percobaan akhirnya dibuat.
Pemerintah "puas uranium akan digunakan secara eksklusif untuk tujuan damai… risiko bahan nuklir untuk program keamanan warga dan program senjata nuklir sangat berbeda."
Namun kemudian MH17 ditembak pada 2014 oleh separatis dukungan Rusia di Ukraina timur, dengan 38 warga Australia tewas di antara 298 korban.
Pemerintahan Abbot kemudian menangguhkan penjualan uranium Australia ke Rusia sebagai bagian hukuman, dan penjualan tidak pernah dimulai kembali.
Hal ini mungkin bisa menghentikan perang yang terjadi saat ini, kecuali Australia mulai menjual uranium lagi.
Dan kini penjualan tidak kepada Australia tapi ke Ukraina.
Sebagai tanda dukungan, pemerintahan Abbot ingin mendukung Ukraina, ia kemudian memutuskan membuka kedutaan di Kyiv, dan secara diam-diam mengirimkan pasukan Australia mengamankan Ukraina.
Abbot juga memutuskan memulai negosiasi dengan Ukraina atas kesepakatan penjualan uranium.
"Kesepakatan Kerjasama Nuklir Australia-Ukraina" ditandatangani pada 2017, memberi jalan ekspor uranium ke Ukraina.
Dalam "Analisis Kepentingan Nasional" yang disediakan ke parlemen, pemerintah Australia berargumen bahwa mereka:
"akan menyediakan akses bagi Ukraina ke pasar tambahan yang bisa membeli bijih uranium terkonsentrasi di bawah kontrak komersial, berkontribusi pada meningkatkan keragaman pasokan bahan bakar nuklir, yang mana bergantung berat pada Rusia, mencatat bahwa ketegangan politik yang saat ini terjadi antara Rusia dan Ukraina."
"Ketegangan politik" itu kini jelas-jelas telah meledak.
Ketika mengesahkan kesepakatan itu, komite perjanjian menanyai pemerintahan mengenai jaminan dengan Ukraina dan meminta "rencana kontingensi yang cocok untuk memindahkan bahan nuklir Australia jika pemilik bahannya sedang dalam risiko bahaya."
Risiko bahaya terkait kekuasaannya bisa jadi bahasa sopan untuk "tentara asing masuk dan mengambilnya."
Pemerintah berjanji mengawasi risiko keamanan yang dihadapi ukraina atas hidupnya kesepakatan itu.
Dan hal inilah yang menyebabkan konflik Rusia - Ukraina sekarang ini.
Rusia kini sudah memasuki hari ketiga dalam penyerangan skala penuh ke Ukraina, dan sudah lebih dari 12 jam menguasai PLTN Chernobyl milik Ukraina, dengan reaktornya dimatikan mengikuti ledakan reaktor pada tahun 1986.
Bergantung pada seberapa jauh pasukan Rusia bisa menggapainya, empat PLTN aktif di seluruh negara Ukraina bisa jatuh seluruhnya ke tangan Rusia.
'Tanggung jawab Australia'
Seberapa jauh tanggung jawab Australia bergantung pada berapa banyak uranium di Ukraina.
Bahan bakar nuklir itu mungkin tidak secara fisik ada di dekat PLTN Ukraina, atau bahkan di dalam negaranya.
Pemerintah menyebut komite kesepakatan bahwa uranium akan "diproses, diperkaya dan dibuat menjadi bahan bakar di negara-negara lain sebelum dipindahkan dan digunakan di Ukraina."
Selain itu, kontrak uranium ditandatangani bertahun-tahun sebelumnya.
Pasokan tidak sesederhana menggali sekop di tanah.
Baru pada September 2018 pengaturan administratif ditandatangani yang memungkinkan transfer komersial terjadi.
Tetapi laporan tahunan terbaru dari Australian Safeguards and Non-Proliferation Office mencatat bahwa pada bulan April 2021 “memfasilitasi transfer pertama AONM, dalam elemen bahan bakar yang diproduksi di Swedia, ke Ukraina”.
Laporan tersebut hanya mencakup lokasi bahan nuklir wajib Australia sampai dengan 31 Desember 2020, jadi sebelum pengiriman ini.
Sementara itu, perlu juga dicatat bagaimana pemerintah berusaha meyakinkan komite tentang prospek penghapusan bahan nuklir Australia jika diperlukan.